Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009, yang pada Pasal 10 huruf e
Jakarta (ANTARA) - Kepala Unit PPA Bareskrim Polri AKBP Ema Rahmawati mengatakan Polri tidak mentolerir adanya penyiksaan yang dilakukan dalam proses penegakan hukum.

"Dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap anggota Polri wajib memenuhi ketentuan berperilaku atau Code of Conduct for Law Enforcement," kata AKBP Ema Rahmawati dalam acara bertajuk "Memerangi Penyiksaan dan Tantangan Pelaksanaan Undang-undang terkait Kekerasan Seksual", di Jakarta, Selasa.

Ema Rahmawati mengatakan, ketentuan ini diatur dalam Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009, yang pada Pasal 10 huruf e menyebutkan bahwa petugas/anggota Polri tidak boleh menghasut, mentolerir tindakan penyiksaan, perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.

Demikian juga menjadikan perintah atasan atau keadaan luar biasa seperti ketika dalam keadaan perang sebagai pembenaran untuk melakukan penyiksaan.

"Jadi sebetulnya batasan-batasan larangan anggota Polri dalam melaksanakan tugas, tidak hanya dalam proses penegakan hukum itu sudah diatur dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009 ini," kata Ema Rahmawati.

Kemudian di Pasal 13, juga diatur bahwa dalam melaksanakan penyelidikan, anggota Polri dilarang melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis, ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan, atau pengakuan.

Ema Rahmawati menambahkan di Peraturan Kepolisian No. 7 Tahun 2022, pada Pasal 10 juga mengatur larangan dalam penegakan hukum, yang antara lain dilarang melakukan pemeriksaan terhadap seseorang dengan cara memaksa, intimidasi, dan atau kekerasan untuk mendapatkan pengakuan.

Sebelumnya, Komnas HAM mencatat selama tahun 2021 hingga 2022 telah menerima 1.700-an laporan terkait penyiksaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum maupun aparat negara lainnya.

"Tahun 2021 misalnya, Komnas HAM mencatat ada 808 aduan dan meningkat di 2022 menjadi 966 aduan, jadi total sekitar 1.700 aduan yang terkait erat dengan penyiksaan, baik itu dilakukan oleh aparat penegak hukum, maupun aparat negara lainnya," kata Anggota Komnas HAM Bidang Pendidikan dan Penyuluhan Putu Elvina.

Menurut dia, jumlah pengaduan yang dilaporkan ke Komnas HAM tersebut didominasi oleh pelaku yang diduga unsur Polri.

"Memang laporan tertinggi memang masih didominasi oleh laporan terkait aparat penegak hukum dari Polri," imbuhnya.

Baca juga: Bareskrim Polri imbau masyarakat adopsi anak lewat jalur resmi
Baca juga: Bareskrim selamatkan dua bayi dari perdagangan manusia
Baca juga: Tiga saksi pelapor Al Zaytun diundang ke Bareskrim

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023