Dari berbagai ketentuan penanggulangan wabah dalam RUU Kesehatan, yang kami sesalkan hilangnya mandatory spending. Karena bicara wabah, membutuhkan biaya yang besar
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengemukakan besaran persentase mandatory spending layanan kesehatan menjadi hal penting untuk menjamin kelancaran pengendalian wabah.

"Dari berbagai ketentuan penanggulangan wabah dalam RUU Kesehatan, yang kami sesalkan hilangnya mandatory spending. Karena bicara wabah, membutuhkan biaya yang besar," kata Kurniasih Mufidayati dalam Forum Legislasi diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa.

Merujuk pada undang-undang eksisting, kata Kurniasih, besaran mandatory spending atau pengeluaran negara yang diatur undang-undang ditetapkan minimal sebesar lima persen untuk APBN dan masing-masing APBD.

Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberi panduan sebesar 15 persen untuk alokasi dana kesehatan di setiap negara.

Baca juga: PKB sebut telah perjuangkan minimal mandatory spending RUU Kesehatan

"Setidaknya kembali ke UU eksisting minimal lima persen untuk APBN dan APBD, walau kami mintanya 10 persen," kata legislator dari Fraksi PKS itu.

Dalam acara dialog bertajuk "Menakar Efektivitas RUU Kesehatan Mengendalikan Wabah Penyakit Menular", Kurniasih mengatakan nomenklatur wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) diatur di Bab 12 RUU Kesehatan Omnibus Law Pasal 352 sampai 400.

Hal penting yang diatur antara lain, kata dia, tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, keterlibatan tenaga medis, pakar, TNI-Polri, tokoh masyarakat dan pemangku kepentingan agama.

Aturan tersebut juga memuat penetapan penyakit yang berkriteria wabah, kewaspadaan wabah di wilayah dan pintu masuk, penanganan daerah wabah, hingga kegiatan pasca-wabah.

Baca juga: KPAI usulkan mandatory spending 20 persen untuk kesehatan anak

RUU Kesehatan juga mengatur pengelolaan limbah medis seperti pembuangan masker, jarum suntik, dan infus bekas di masa wabah.

Bagian Keenam Pasal 386 -- 391 RUU Kesehatan, kata Kurniasih, juga mengatur tentang SDM, teknologi, sarana prasarana, perbekalan kesehatan, dan pendanaan.

"Ibarat tubuh manusia, anggaran ini seperti darahnya. Konsep kesehatan sebaik apapun kalau anggaran tidak disiapkan pasti tidak mudah," katanya.

Pemerintah memutuskan untuk menghapus mandatory spending dalam RUU Kesehatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 401 ayat 2 dan 3.

Keputusan itu diambil setelah hasil evaluasi pemerintah terhadap penyerapan anggaran mandatory spending tidak 100 persen mencapai tujuan.

Baca juga: Kemenkes siapkan metode baru pengganti kebijakan "mandatory spending"
Baca juga: IDI: Transformasi kesehatan harus diikuti kemampuan fiskal negara


 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023