PNS yang diperintahkan sebagai plh. atau plt. tidak perlu dilantik atau diambil sumpahnya.
Banda Aceh (ANTARA) - Pakar hukum tata negara Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Kurniawan menerangkan bahwa wewenang seorang pelaksana harian (plh.) kepala daerah, baik tingkat kabupaten/kota maupun provinsi, terbatas atau tidak bisa mengubah status hukum pegawai.

"Seorang plh. atau plt. tidak berwenang mengambil keputusan atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, hingga alokasi anggaran," kata Kurniawan di Banda Aceh, Minggu.

Sesuai dengan Surat BKN Nomor K.26-30/V.20-3/99 dan Pasal 14 ayat (1), (2), (4), dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) disebutkan bahwa badan atau pejabat pemerintahan yang menerima mandat pelaksana harian tidak berwenang mengambil keputusan atau tindakan bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum. Adapun keputusan atau tindakan yang bersifat strategis tersebut, kata dia, berdasarkan penjelasan Pasal 14 ayat (7) UU AP adalah yang memiliki dampak besar seperti penetapan perubahan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah.

Sesuai dengan ketentuan UU AP bahwa seorang plh. atau plt. tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam aspek kepegawaian yang meliputi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai.

"Perubahan status hukum kepegawaian menurut perspektif UU Administrasi Pemerintahan adalah melakukan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai," ujar dosen tetap Fakultas Hukum USK itu.

Namun, lanjut dia, seorang plh. dan plt. memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan selain dari yang bersifat strategis dan berdampak pada perubahan status hukum seperti menetapkan sasaran kerja pegawai dan penilaian prestasi kerja.

Selain itu, menetapkan kenaikan gaji berkala, cuti selain cuti di luar tanggungan negara (CLTN), surat penugasan pegawai, menyampaikan usul mutasi kepegawaian, kecuali perpindahan antarinstansi.

Berikutnya memberikan izin belajar, mengikuti seleksi jabatan pimpinan tinggi/administrasi, serta izin tidak masuk kerja.

Baca juga: DPRD harap Penjabat Gubernur NTB bebas dari intervensi politik
Baca juga: Kapuspen Kemendagri: Pelantikan Pj Bupati Mimika sesuai aturan
"Perlu mendapat perhatian bersama bahwa PNS yang diperintahkan sebagai plh. atau plt. tidak perlu dilantik atau diambil sumpahnya," katanya.

Kurniawan menuturkan bahwa plh. atau plt. bukan jabatan definitif. Maka, kepada mereka juga tidak diberikan tunjangan jabatan struktural. Dalam surat perintahnya, tidak dicantumkan besaran tunjangan jabatannya.

Pengangkatan seorang PNS menjadi plh. atau plt. itu, menurut dia, tidak boleh membuat yang bersangkutan dibebaskan dari jabatan definitifnya saat itu.

"Tunjangan jabatan yang sedang dijabat tetaplah dibayar oleh Negara sesuai dengan jabatan definitifnya tersebut," ujar Direktur Eksekutif Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Aceh (P3KA) ini.

Selain plh. dan plt., Kurniawan juga menjelaskan terkait dengan kewenangan seorang penjabat (pj.) kepala daerah, baik pj. gubernur maupun pj. bupati/wali kota.

Ia mengemukakan bahwa seorang pj. kepala daerah dalam menjalankan roda pemerintahan juga terbatas atau tidak penuh sebagaimana yang dimiliki oleh kepala daerah definitif hasil pemilu.

Adapun keterbatasan kewenangan tersebut, kata dia, terletak pada kewenangan untuk mengangkat, memindahkan, dan pemberhentian pejabat di lingkungan pemerintahan yang dipimpin.

Berdasarkan amanat Surat Kepala BKN Nomor K.26-30 IV.100-2 tertanggal 19 Oktober 2015 tentang Penjelasan atas Kewenangan Penjabat Kepala Daerah di Bidang Kepegawaian menyebutkan bahwa seorang pj. tidak diberikan kewenangan menetapkan keputusan yang menimbulkan akibat hukum pada aspek kepegawaian.

"Kewenangan itu berupa pengangkatan, pemindahan, pemberhentian dalam/dari jabatan ASN, terkecuali setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri)," kata Kurniawan.

Sebagai upaya memperkuat fungsi pengawasan dan pengendalian manajemen ASN sekaligus menjamin mutasi pegawai tetap dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) manajemen ASN.

Maka, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 116 Tahun 2022 tentang Pengawasan dan Pengendalian Pelaksanaan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria manajemen ASN.

Perpres tersebut, kata Kurniawan, mensyaratkan bahwa selain harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mendagri, seorang pj. kepala daerah juga harus mendapatkan pertimbangan teknis dari Kepala BKN sebelum melakukan mutasi kepegawaian.

"Penjabat kepala daerah diwajibkan terlebih dahulu mendapat pertimbangan teknis dari Kepala BKN sebelum melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, promosi, dan mutasi kepegawaian," demikian mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia itu.

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023