Industri farmasi merupakan salah satu bagian penting dari pelayanan kesehatan di suatu negara, tentunya juga di negara kita, dan punya aspek ekonomi yang kental pula, serta sejalan dengan Undang-Undang Kesehatan yang baru disahkan...
Jakarta (ANTARA) - Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama menyatakan pengembangan industri farmasi perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku di dalam negeri.

“Industri farmasi merupakan salah satu bagian penting dari pelayanan kesehatan di suatu negara, tentunya juga di negara kita, dan punya aspek ekonomi yang kental pula, serta sejalan dengan Undang-Undang Kesehatan yang baru disahkan beberapa hari yang lalu,” kata Prof Tjandra di Jakarta, Jumat.

Guru Besar Fakultas Kedokteran dari Universitas Indonesia (FK-UI) itu mengatakan ada lima hal yang perlu pemerintah perhatikan terkait ketersediaan bahan baku. Pertama, perlu ada perhitungan rinci tentang nilai ekonomi ketersediaan bahan baku ini di bandingkan dengan kebutuhan penggunaannya di dalam negeri.

Ketersediaan bahan baku dalam negeri tentu harus diselaraskan dengan aspek pemeliharaan lingkungan. Kalaupun memang nilai ekonomi tidak sepadan untuk kebutuhan bahan baku di dalam negeri, kata dia, maka pemerintah bisa mengambil tiga cara berupa pembuatan perencanaan yang matang sejak awal untuk potensi ekspor.

Kemudian pemerintah juga bisa menggunakan skema mengajak produsen luar negeri membuat bahan baku di Indonesia dan secara berangsur mengarahkan negara agar bisa memproduksi bahan baku  sendiri. Tentunya juga menerapkan teknologi guna memberi nilai tambah dibanding bahan baku luar negeri.

Baca juga: Menkes: Industri farmasi lokal bisnis menjanjikan dongkrak PDB RI

Kedua, pemerintah perlu membuat sebuah regulasi guna mendukung perkembangan industri lewat tiga aspek yakni memberikan kemudahan investasi dengan tetap dibuka kemungkinan untuk merger atau akuisi.

“Pemerintah juga perlu pula mengatur tentang bentuk industri yang akan diberi izin, dan terakhir pengaturan manajemen rantai pasok, yang pada dasarnya sama pentingnya dengan industri pembuatannya,” kata Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara tersebut.

Lebih lanjut ia menganjurkan pemerintah untuk meningkatkan ekosistem penelitian dan pengembangan (R&D) serta mendorong inovasi dengan dukungan ketersediaan tenaga ahli yang baik.

Keempat, perlunya insentif pajak, mengingat obat adalah kebutuhan dasar bagi masyarakat, sehingga obat perlu mendapat perlakuan pajak yang khusus.

“Sementara hal kelima yang patut diperhatikan adalah penentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) obat, yang di satu sisi harus terjangkau masyarakat tapi di sisi lain harus sesuai nilai keekonomian, karena pelaku usaha juga butuh profit untuk kelangsungan usahanya,” ucap Tjandra.

Baca juga: Investasi sektor IKFT capai Rp33,78 triliun sepanjang Triwulan I 2023
Baca juga: Menkes: Aturan hilirisasi dorong industri farmasi lebih maju


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023