Jakarta (ANTARA) - Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI perlu memperbaiki aturan teknis pencalonan legislatif.

“Ketentuan teknis pencalonan legislatif yang selama ini diatur KPU melalui surat keputusan (SK), surat edaran (SE), atau surat dinas (SD), sebenarnya sudah baik. Hanya saja pengaturannya masih kurang terperinci,” kata Salahudin dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Minggu.

Dia juga menyoroti pemberian bimbingan teknis (bimtek) kepada KPU Daerah (KPUD). Ia menilai bimtek yang rutin digelar untuk KPUD masih menggunakan pendekatan birokratis, sehingga menyebabkan ketidakseragaman KPUD dalam menerjemahkan petunjuk teknis dari KPU.

“Setiap ada arahan, panduan, atau informasi teknis dari KPU, kami selalu lakukan sosialisasi kepada pengurus daerah. Masalahnya, ketika hal tersebut dikoordinasikan kepada KPUD, sebagian teman-teman KPUD ternyata mempunyai pemahaman yang berbeda,” ucapnya.

Berdasarkan evaluasi pihaknya, Salahudin mengatakan terdapat tiga faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Pertama, petunjuk teknis yang disampaikan secara lisan oleh KPU kepada pengurus partai politik di tingkat pusat tidak sampai ke KPUD.

“Contoh terbaru, sore ini (16/7) kami menerima informasi dari pengurus daerah bahwa ada seratusan KPUD yang memberikan penjelasan berbeda terhadap nasib bakal calon yang dokumen perbaikannya kelak dinyatakan tidak benar,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, sebagian KPUD mengatakan bakal calon yang dokumennya tidak benar, akan dinyatakan tidak memenuhi syarat (tms). Implikasinya, kata Salahudin, pada masa pencermatan rancangan daftar calon sementara (dcs) 6–11 Agustus 2023, dokumen bakal calon itu tidak bisa diperbaiki.

“Sebagian KPUD yang lain mengatakan bakal calon yang kelak dinyatakan tms, tidak bisa diganti dengan bakal calon baru di masa pencermatan rancangan DCS. Artinya, bakal calon tersebut akan dinyatakan gugur, sehingga jumlah bakal calon pada suatu dapil berpotensi berkurang,” ucapnya.

Dikatakan Salahudin, tidak sedikit pula KPUD yang bersikap ambigu. Menurutnya, KPUD tidak berani memberi kepastian hukum terhadap nasib bakal calon yang kelak dinyatakan tms dengan alasan belum ada petunjuk tertulis dari KPU.

“Nah, kebijakan atau pemahaman KPUD yang beragam diatas faktanya berbeda dengan penjelasan yang disampaikan KPU kepada pengurus parpol di tingkat pusat,” imbuh dia.

Menurut KPU, sambung Salahudin, pada masa pencermatan rancangan dcs, parpol tetap mempunyai hak untuk memperbaiki dokumen bakal calon yang dinyatakan tms  atau bisa menggantinya dengan bakal calon baru sesuai kebutuhan parpol.

Ia kemudian menjelaskan faktor kedua, yakni pihaknya mencatat arahan yang disampaikan KPU kepada KPUD terkait kebijakan teknis dilakukan dengan terlalu birokratis.

“KPU menyampaikannya terlebih dahulu kepada KPU provinsi, baru kemudian KPU provinsi meneruskannya kepada KPU kabupaten/kota,” kata dia.

Menurut Salahudin, sistem hierarki KPU telah benar. Akan tetapi, dia menilai sistem tersebut tidak cocok dilakukan dengan terlalu kaku, terlebih ketika diperlukan percepatan informasi karena akan mengganggu keutuhan informasi.

“Sistem hierarki KPU sudah benar, tetapi sebaiknya tidak diimplementasikan secara kaku. Sebab, apabila KPU kabupaten/kota menerima informasi ‘second hand’ dari KPU provinsi, misalnya, dikhawatirkan informasi yang mereka terima dari KPU menjadi tidak utuh,” katanya.

Adapun faktor ketiga, yaitu Salahudin menilai pembuatan petunjuk teknis secara tertulis oleh KPU kurang detail, sehingga muncul multitafsir di antara KPUD.

“Contoh, dalam SK KPU Nomor 352, SK KPU 403, SD KPU 691, SD KPU 701, dan naskah dinas KPU lainnya, sudah diatur hal-hal yang bersifat teknis, tetapi interpretasi yang muncul atas produk hukum pemilu tersebut ternyata tidak seragam,” ucapnya.

Salahudin mengaku pernah mengalami permasalahan tersebut saat pengumuman hasil verifikasi bakal calon tahap pertama.

“Ratusan bakal calon Partai Buruh dokumennya dinilai tidak benar dan dinyatakan belum memenuhi syarat (bms). Padahal, dokumen yang diunggah ke SILON sudah sesuai dengan PKPU 10/2023 dan produk turunannya,” kata dia.

Atas dasar itu, Salahudin menyebut KPU perlu memperbaiki petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) pencalonan legislatif, agar persoalan yang sama tidak terjadi di tahapan selanjutnya.

“Saya kira ada baiknya bagi KPU memperbaiki juklak dan juknis pencalonan agar hak politik bakal calon, yaitu hak untuk dipilih, sebagai hak yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai hak konstitusional sekaligus HAM, benar-benar mendapatkan perlindungan dari negara,” imbuhnya.

Baca juga: Masa pencalonan anggota legislatif Pemilu 2024 enam bulan tiga hari

Baca juga: Ketua DPR dukung keterwakilan perempuan di lembaga legislatif

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023