Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan pegawai Mahkamah Agung Pono Waluyo pidana penjara 4,5 tahun karena dinilai melakukan permufakatan jahat untuk mempengaruhi keputusan hakim. Pono dalam surat tuntutan JPU dinyatakan melakukan permufakatan jahat dengan empat mantan pegawai MA dan Harini Wijoso untuk mengurus kasasi kasus korupsi dana HTI dengan terdakwa Probosutedjo. "Terdakwa dari fakta persidangan terbukti melakukan permufakatan jahat untuk mempengaruhi keputusan hakim," kata jaksa penuntut umum dari KPK Tumpak Simanjuntak saat membacakan surat tuntutan dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Khusus Tipikor di Jakarta, Rabu. Dalam uraiannya tim JPU yang terdiri dari Tumpak Simanjuntak, Agus Salim dan Riyono menjelaskan kuasa hukum Probosutedjo, Harini Wijoso meminta bantuan pada terdakwa untuk mengurus perkara kasasi Probosutedjo. "Terdakwa kemudian menyanggupi permintaan Harini dan kemudian menghubungi Malem Pagi Sinuhadji, Sudi Ahmad dan kemudian Suhartoyo dan Sriyadi," kata JPU. Untuk pengurusan perkara itu Pono meminta pada Harini untuk menyiapkan sejumlah uang, selain untuk biaya operasional juga untuk pemberian pada hakim agung yang menangani perkara kasasi Probosutedjo. "Dari proses itu terdakwa menerima uang sejumlah Rp104 juta dan 50.000 dolar AS," kata Agus Salim. JPU kemudian menyatakan Pono telah melakukan kesalahan sesuai dengan dakwaan kesatu yaitu melanggar hukum sesuai Pasal 6 (1) huruf a jo Pasal 15 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diperbaharui oleh undang-undang nomor 20 tahun 2001. Selain itu terdakwa juga melakukan kesalahan sesuai dakwaan kedua yang kedua melanggar hukum seperti diatur Pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 (1) Kesatu KUHP. JPU kepada Majelis Hakim yang diketuai oleh Kresna Menon juga meminta agar terdakwa dihukum dengan membayar denda sebesarB Rp150 juta subsider enam bulan penjara. Sidang akan dilanjutkan pada Senin (26/2) pukul 13.00 WIB pekan depan dengan agenda pembacaan pledoi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006