kita harus berlomba dengan penularan penyakit ini
Makassar (ANTARA) - Dinas Kesehatan Gowa melansir kasus Tuberkulosis (TB) meningkat signifikan hingga 40 persen pasca pandemi COVID-19 menjadi 11.778 kasus di 2022 dari sekitar tujuh ribuan kasus di 2019.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Gowa dr Gaffar di Gowa, Senin mengatakan tren kasus temuan TB meningkat karena bagian dari Standar Pelayanan Umum (SPM) melalui puskesmas salah satunya.

"Pascapandemi ini naik sekitar 40 persen, sekarang angka penemuan ada di 11.000. Ini tertinggi di Sulsel, tapi tingginya ini bagian dari keberhasilan hasil skrining," ujarnya.

Menurut dr Gaffar, skrining dilakukan agar penderita TB tidak menularkan secara meluas, sehingga skrining pada keluarga yang menjadi suspek atau terduga TB terus dilakukan dengan rasio perbandingan 1:10 (1 pasien TB dengan 10 orang suspek TB).

Prioritas skrining dilakukan pada rumah tangga yang memiliki anak, ibu hamil dan lansia sebagai kelompok rentan. Ini disebut terapi pencegahan yang disebut "indeks kontak" atau satu pasien dalam satu keluarga.

"Jika skrining tidak dilakukan maka bayangkan ketika ditemukan lipatan kasus dua kali lipat dari sebelumnya. Makanya kita harus berlomba dengan penularan penyakit ini," ujar dia.

Baca juga: Kolaborasi Kemenkes RI kampanyekan "TB Warriors 2.0"
Baca juga: BEM UI kaji penanganan tuberkulosis dan kesehatan mental di Depok


Saat ini, Dinas Kesehatan Gowa mencatat sedang mengobati 1.853 orang penderita TB. Sementara upaya penanggulangan TBC oleh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) meliputi penemuan terduga TBC, penegakan diagnosis, pengobatan, dan pemberian terapi pencegahan TBC sesuai standar.

Penyakit TB, tambah dr Gaffar, bahkan dianggap lebih berbahaya dari HIV hingga virus corona sebab jika terkontaminasi atau tertular virus ini maka dalam aspek klinis akan menurunkan produktivitas hidup masyarakat menurun.

dr Gaffar juga mengakui bahwa kolaborasi dalam penanggulangan kasus TBC menjadi hal yang sangat penting, seperti melibatkan organisasi masyarakat (ormas) agama dan komunitas. Selain itu perlu ada strategi komunikasi ke masyarakat, sehingga banyak sub sistem yang harus terlibat.

"Pengobatan di lapangan (pasien) itu tidak mudah. Tidak semua pasien mau diobati, hingga yang diobati juga belum tentu selesai atau tuntas, dan belum tentu tidak tertular ke keluarganya," ujar dia.

Sehingga strategi pendekatan komunitas juga harus digunakan dengan memakai gaya masyarakat, seperti program "Sarei Bayao" yang berarti "beri telur". Bahasa ini diinduksi masuk ke program agar masyarakat merasa ada mediasi untuk bertemu dengan petugas melalui pemberian telur.

Baca juga: Menkes: Keberhasilan RI temukan 74 persen TBC jadi percontohan dunia
Baca juga: Deteksi kasus TBC 2022 menjadi rekor tertinggi di Indonesia


Sekretaris Muhammadiyah Gowa Kamaruddin Samad mengemukakan bahwa berbagai kegiatan telah dilakukan melalui Aisyah sebagai salah satu organisasi otonom Muhammadiyah yang mencetuskan TB Care Aisyah.

Sejak 2011-2019, TB Care Muhammadiyah bekerja sama Global Fund telah melakukan banyak kegiatan seperti pelatihan kader, penemuan suspek TBC, pendampingan pelatihan PMO untuk pasien positif TBC, Program Sare Bayao, pendampingan gizi hingga meningkatkan capaian pengobatan.

"Namun setelah TB Care Aisyah memutuskan hubungan dengan Global Fund, mereka lanjut lagi dan berdiri sendiri dengan nama Yayasan Masyarakat Peduli Tuberkulosis (Yamali TB) dengan orang-orang yang sama," urai Kamaruddin.

Berbagai kegiatan Yamali TB didominasi dari sisi edukasi dan pendampingan gizi sebagai mitra pemerintah. Saat ini, Yamali TB mendorong lahirnya perda TB.

"Sekarang kita godok perbup (peraturan bupati), semoga cepat disahkan untuk penanggulangan penyakit TBC, HIV dan kista, perbup ini bisa cepat menyusul perda yang disahkan di 2017 sehingga aplikasinya bisa sampai ke tingkat bawah," ujar dia.

Baca juga: Kemenko PMK ajak pemda optimalkan program penanggulangan tuberkulosis
Baca juga: PDPI: Indonesia negara dengan beban TB yang tinggi

Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023