Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Harini Wijoso pidana penjara delapan tahun karena melakukan permufakatan jahat untuk memengaruhi hakim dalam pengambilan keputusan. Permufakatan jahat itu dilakukan terdakwa bersama-sama dengan lima mantan pegawai Mahkamah Agung yaitu Pono Waluyo, Sudi Ahmad, Malem Pagi Sinuhadji, Sriyadi dan Suhartoyo dengan memberikan uang kepada hakim agung yang menangani kasasi Probosutedjo di Mahkamah Agung. "Dari fakta yang terungkap di persidangan terdakwa memang mempunyai niat untuk mengurus perkara dengan meminta bantuan pada Pono Waluyo yaitu memberi uang kepada ketua majelis hakim yang menangani perkara kasasi Probosutedjo agar kasasi dikabulkan," kata salah satu anggota tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Khaidir Ramli saat membacakan surat tuntutan dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi yang berlangsung di Jakarta, Rabu. Dalam surat tuntutan itu dipaparkan bahwa terdakwa yang diberi kuasa oleh Probosutedjo untuk mengurus kasasi di Mahkamah Agung menghubungi Pono Waluyo, pegawai MA bidang kendaraan, untuk dimintai bantuan mengurus perkara kasasi karena sebelumnya Harini Pono pernah mengaku dekat dengan Bagir Manan yang menjadi ketua majelis hakim dalam kasasi tersebut. "Kemudian baik Harini maupun Pono sepakat untuk memberikan uang sebesar Rp2 miliar kepada Bagir Manan. Dalam pertemuan pada 14 September 2005 Harini juga memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada Pono untuk biaya operasional," kata Zet Tadung Alo, anggota tim JPU lainnya. JPU mengatakan Harini dan Pono kemudian meminta uang sebesar Rp5 miliar kepada Probosutedjo untuk keperluan pengurusan kasasi tersebut. Pono setelah menyanggupi permintaan bantuan dari Harini kemudian menghubungi Sudi Ahmad dan kemudian Sudi menghubungi Malem Pagi Sinuhadji. Pada perkembangan selanjutnya Suhartoyo rekan Sudi dan Sriyadi rekan Malem Pagi juga terlibat dalam proses tersebut. Pada 30 September 2005 keenamnya ditangkap oleh penyidik KPK setelah siangnya Harini Wojoso dan Sudi Ahmad mengambil uang dari Probosutedjo senilai Rp5 miliar yang ditempatkan dalam dua tas. Pada saat penyidik KPK menangkap terdakwa, Pono Waluyo, Sudi Achmad, Suhartoyo, Sriyadi dan Malem Pagi Sinuhaji, dari Malem Pagi disita uang sejumlah 50.000 dolar AS dan dari Pono Rp100 juta dan 250.000 dolar AS. Sementara itu dari Sudi Achmad disita Rp200 juta, dari Suhartoyo Rp100 juta dan dari Sriyadi Rp250 juta serta 100.000 dolar AS. Selain dituntut atas dakwaan permufakatan jahat, Harini juga dikenai pasal pemberian hadiah atau janji terhadap pegawai negeri atau pejabat negara yang diduga berkaitan dengan wewenang atau tugas pegawai negeri tersebut. "Pada 14 September 2005 Harini menyerahkan uang Rp100 juta kepada Pono untuk keperluan operasional. Demikian pula terdakwa telah memberikan sejumlah 50.000 dolar AS bagi Pono Waluyo," kata JPU. JPU menilai hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa sudah mencemari nama institusi Mahkamah Agung. Kejahatan ini dilakukan pada saat pemerintah tengah memberantas korupsi dan terdakwa dinilai berbelit-belit.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006