Surabaya (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur, Irjen Pol Herman Surjadi Sumawiredja, menegaskan bahwa pihaknya segera memeriksa Direksi PT Lapindo Brantas Inc. pekan depan, termasuk memeriksa jajaran Direksi PT Medici selaku sub-kontraktor pengeboran dan BP Migas. "Kami sudah memeriksa 32 saksi, tapi sampai sekarang belum ada tersangka, dan kami akan mulai memeriksa jajaran direksi pada pekan depan," ujarnya di Markas Polda Jawa Timur (Jatim), Surabaya, Kamis. Sementara itu, pihak Markas Besar Kepolisian Negara RI (Mabes Polri) meyakini bahwa pengeboran gas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang mengakibatkan luapan lumpur panas dapat terjadi lantaran tidak memakai pipa selubung (casing) untuk menahan tekanan dari dalam bumi. "Sepertinya, ada pipa selubung yang tidak dipakai," kata Kepala Bidang Penerangan Umum Hubungan Masyarakat (Humas) Polri, Brigjen Pol Bambang Kuncoko, di Jakarta, Kamis. Kesimpulan itu diperoleh penyidik gabungan Mabes Polri dan Polda Jatim setelah memeriksa delapan saksi dari PT Lapindo Brantas Inc., serta saksi ahli di bidang geologi, geodesi dan geofisika. PT Lapindo adalah kontraktor pelaksana eksplorasi gas yang menyebabkan terjadinya luapan lumpur panas, dan menyerahkan pekerjaan ke sub-kontraktor PT Medici Citra Nusantara. Pemegang saham di kedua perusahaan itu adalah keluarga besar Aburizal Bakrie. "Dalam penyidikan terungkap bahwa prosedur operasi eksplorasi belum sepenuhnya dilaksanakan oleh kontraktor saat terjadi semburan lumpur panas," kata Kuncoko. Delapan saksi dari PT Lapindo yang diperiksa penyidik Polri adalah Taryono (Divisi Konstruksi), Edi Sutrisno (Divisi Drilling/Pengeboran), Mursyad Kholil (Divisi Lingkungan), Sudarsono (Divisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja), dan Agung Budi Darmono (Divisi Geologi). Selain itu, Budi Santoso (Divisi Relation & Security/Hubungan & Keamanan), Ngakam Alit Askarya Jaya (Kepala Geofisika) dan William Hunila (Drilling Supervisor/Penyelia Pengeboran). "Kedelapan orang itu telah menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai saksi pada Selasa (20/6) di Mapolda Jawa Timur. Selain itu, 29 saksi dari masyarakat juga diperiksa," ujarnya. Dalam penyidikan itu, PT Lapindo telah menyerahkan sebagian salinan perizinan eksplorasi, antara lain izin gangguan (HO), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), izin lokasi, izin alih status dari persawahan menjadi tanah kering, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan sistem tanggap darurat. "Saat terjadi luapan lumpur panas, pengeboran telah mencapai kedalaman 9.297 feet atau 2.834 meter," kata Bambang. Dikatakannya, pengeboran tidak sepenuhnya sesuai dengan standar pengeboran, seperti yang tertuang dalam Standar Operasional Proyek (SOP) PT Lapindo. "Saat pengeboran mencapai kedalaman 3.580 feet, ternyata tidak ada pemasangan pipa selubung," ujarnya. Penyidik, menurut dia, juga memeriksa tiga karyawan PT Medici selaku sub-kontraktor, yakni Rahenolod, Slamet Budi dan Subhi, yang kesemuannya selaku supervisi pengeboran. "Baik kontraktor ataupun sub-kontraktor harus bertanggungjawab dalam kerusakan lingkungan ini," katanya. Semburan lumpur panas sejak 29 Mei 2006 itu membuat ribuan penduduk di sekitar lokasi pengeboran terpaksa mengungsi, karena rumah mereka tergenang lumpur, selain itu mereka pun harus memindahkan barang perabot rumah tangga, agar tidak rusak. Warga juga mengeluhkan sesak nafas dan muntah-muntah, sehingga banyak yang harus menjalani perawatan medis. Jalan tol Surabaya-Gempol juga ditutup ditutup, karena tertutup lumpur panas. Berkaitan dengan kasus tersebut, Mabes Polri menugasi Direktur Tindak Pidana Tertentu, Brigjen Pol Suharto, bersama timnya membantu penyidikan yang dilakukan Polda Jawa Timur. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006