Laporan sampel Indonesia disebut memiliki banyak sekali mutasi perlu dianalisa lebih dalam
Jakarta (ANTARA) - Pakar Pulmonologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan temuan COVID-19 paling bermutasi di Jakarta memerlukan analisa genomik dan epidemiologi untuk mengantisipasi potensi dampak terburuk.

"COVID-19 memang masih akan selalu bermutasi dan akan timbul varian-barian baru dari waktu ke waktu," kata Tjandra Yoga Aditama dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, terdapat tiga skenario dari hasil mutasi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, yakni bersifat standar seperti varian pada umumnya, varian yang lebih lemah dari sebelumnya dan tidak memerlukan pengulangan vaksin baru, dan yang terburuk di mana varian baru menimbulkan gejala lebih berat dari varian sebelumnya.

"Laporan sampel dari Indonesia yang disebut memiliki banyak sekali mutasi dan lebih menular perlu dianalisa lebih dalam, baik secara genomik maupun epidemiologi lapangan," katanya.

Analisa secara genomik, kata Tjandra, dilakukan dengan cara menganalisa rantai molekuler virus, baik pada kasus itu maupun pada kasus lain dari Indonesia yang dikirim ke organisasi pengumpulan data virus influenza, GISAID.

Selain itu juga perlu dicek di lapangan gambaran klinik tentang kasus tersebut serta potensi penularan ke orang sekitarnya, kata Tjandra menambahkan.

Baca juga: Dokter: Penguatan prokes cegah mutasi baru virus penyebabCOVID-19

Baca juga: Epidemiolog: Percepat vaksinasi penguat minimalisasi mutasi virus


"Dengan dua analisa tersebut akan dapat lebih tepat menentukan situasi mana yang sebenarnya terjadi, dan kalau memang terjadi virus yang mudah bermutasi maka, apakah hanya pada satu kasus itu atau ada di kasus-kasus lainnya juga," ujarnya.

Tjandra mengatakan, Indonesia harus tetap menjaga surveilan genomik dengan angka yang cukup tinggi, karena secara umum akan tetap ada kemungkinan varian baru COVID-19 dengan tiga skenario dampak mutasi.

Menurut Tjandra, data genomik COVID-19 Indonesia yang dimasukkan ke GISAID belumlah optimal jika dibandingkan negara lain.

Selain surveilan genomik, kata Tjandra, analisa kemungkinan penularan yang terjadi adalah praktik yang umum untuk penyakit menular langsung, ada atau tidak adanya pandemi.

"Maka sama seperti penyakit menular yang lain, maka kalau ada kasus positif tentu tetap perlu analisa tentang kemungkinan penularan yang sudah terjadi," katanya.

Ahli virologi di Universitas Warwick Prof Lawrence Young menemukan 113 mutasi dari varian Delta dari seorang pasien COVID-19 di Jakarta.

"Virus ini terus mengejutkan kami dan berpuas diri itu berbahaya. Ini menyoroti masalah hidup dengan virus," kata Young kepada DailyMail (30/7).

Diketahui virus dari pasien tersebut dikirim ke data penelitian genetik global pada awal Juli dan diyakini berasal dari kasus infeksi kronis.

Baca juga: Pakar sebut mutasi sebabkan COVID-19 semakin melemah

Baca juga: Mutasi sebabkan RI belum aman dari COVID-19 meski anti bodi tinggi

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023