Jakarta (ANTARA) -
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memaparkan data perundungan yang terjadi di satuan pendidikan selama Januari hingga Juli 2023 dan mengimbau dinas pendidikan di kabupaten/kota untuk membentuk satgas demi mencegah perundungan di lingkungan sekolah.
 
Selama Bulan Januari hingga Juli 2023, FSGI mencatat ada 16 kasus perundungan yang terjadi di sekolah, di antaranya terjadi di jenjang pendidikan SD 25 persen, SMP 25 persen, SMA 18,75 persen, SMK 18,75 persen, MTs 6,25 persen, dan pondok pesantren 6,25 persen.
 
"Seluruh Dinas Pendidikan di kabupaten/kota didorong menerapkan Permendikbudristek No. 82/2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan, diantaranya membentuk satuan tugas (satgas) anti kekerasan dan membuka kanal pengaduan secara daring," kata Sekjen FSGI Heru Purnomo di Jakarta, Jumat.
 
Heru memaparkan, empat kasus perundungan yang terjadi selama bulan Juli 2023, yakni perundungan terhadap 14 siswa SMP di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang mengalami kekerasan fisik karena terlambat ke sekolah, dimana kekerasan fisik dilakukan dengan menjemur dan menendang siswa SMP, yang dilakukan oleh kakak kelas yang sudah duduk di bangku SMA/SMK.
 
Kemudian, kasus lain terjadi di salah satu SMAN di Kota Bengkulu, dimana ada satu siswi yang didiagnosis menderita autoimun mengalami perundungan dari empat orang guru dan sejumlah teman sekelasnya.
 
Selanjutnya, kasus penusukan siswa korban perundungan ke siswa yang diduga kerap merundung di salah satu SMA di Samarinda.

Baca juga: Cegah perundungan, KPAI dorong implementasi UU PLP
 
Catatan terakhir perundungan di Bulan Juli yakni di Rejang Lebong, Bengkulu, dimana seorang guru olahraga yang menegur peserta didik karena kedapatan merokok. Akibat tegurannya tak dihiraukan, guru sempat menendang anak tersebut, yang menyebabkan orang tua anak tidak terima dan menyerang mata guru dengan ketapel hingga mengalami kebutaan permanen.
 
"Jumlah korban perundungan di satuan pendidikan selama Januari-Juli 2023 total 43 orang, yang terdiri dari 41 peserta didik (95,4 persen) dan dua guru (4,6 persen). Adapun pelaku perundungan didominasi oleh peserta didik yaitu sejumlah 87 peserta didik (92,5 persen), sisanya dilakukan oleh pendidik, yaitu sebanyak lima pendidik (5,3 persen), satu orang tua peserta didik (1,1 persen) , dan satu Kepala Madrasah (1,1 persen)," ujar Heru.
 
Wilayah kejadian perundungan terjadi di 16 kabupaten/kota, dengan rincian di Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Gresik, Pasuruan dan Banyuwangi); Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor, Garut, Bandung, Cianjur, Sukabumi dan Kota Bandung); Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Temanggung); Provinsi Bengkulu (Kota Bengkulu dan Kabupaten Rejang Lebong); Provinsi Kalimantan Selatan (Kota Banjarmasin); Provinsi Kalimatan Timur (Kota Samarinda); Provinsi Kalimantan Tengah (Kota Palangkaraya); dan Provinsi Maluku Utara (Kabupaten Halmahera Selatan).

Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terus melakukan edukasi kepada anak, orang tua, maupun guru, tentang bahaya perundungan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya perundungan di kalangan pelajar.
 
"Kementerian PPPA terus mendorong agar semua pihak melakukan pencegahan terjadinya bullying melalui upaya edukasi kepada anak, orang tua, dan guru, tentang bahaya bullying," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar.

Baca juga: KPAI: Sekolah perlu tahu riwayat pengasuhan anak cegah perundungan
Baca juga: Kementerian PPPA tekankan keterlibatan anak dalam mencegah perundungan
Baca juga: Kementerian PPPA minta korban "bullying" lapor guru dan orang tua

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023