Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Joko Widodo menginginkan agar masyarakat luas menggemari kembali busana kebaya untuk dipakai di seluruh kegiatan melalui penyelenggaraan acara Istana Berkebaya yang digelar di depan Istana Merdeka, Jakarta, Minggu.

"Kita ingin tidak hanya menteri, tidak hanya di gubernur-an, tetapi untuk masyarakat secara luas. Kita ingin agar menyenangi kembali, menggemari lagi pemakaian kebaya di seluruh kegiatan, seluruh 'event-event' yang ada di Tanah Air," kata Presiden Jokowi.

Menurut Presiden, acara Istana Berkebaya bertujuan mengenalkan kembali akan karakter dan kepribadian masyarakat Indonesia melalui kebaya.

Ia menilai kebaya adalah karakter wanita Indonesia yang anggun, lemah lembut, namun bersahaja.

Kepala Negara menginginkan pemakaian kebaya tidak hanya digencarkan di Jakarta, tetapi juga di daerah dengan busana khasnya masing-masing.

"Saya kira ini terus harus dilakukan dengan gencar tidak hanya di Jakarta, tetapi di daerah-daerah dengan kebaya masing-masing karena ada kebaya encim di Jakarta, ada kebaya Sunda, kebaya Jawa, kebaya Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, semuanya ada kebaya," kata Presiden.

Ia pun mengapresiasi kreasi dan inovasi baru kebaya baik dari segi motif, desain dan warna yang bervariasi, layaknya Indonesia.

Adapun acara Istana Berkebaya merupakan pagelaran busana kebaya encim dari Betawi dengan para model yang berjalan di panggung, seperti menteri perempuan di Kabinet Indonesia Maju, istri menteri yang tergabung dalam anggota OASE KIM duta besar negara sahabat, hingga masyarakat.

Peragaan busana kebaya oleh tokoh wanita inspiratif Indonesia dengan tajuk "Istana Berkebaya" ini diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Ratusan peserta berjalan di panggung "catwalk" 200 meter di area luar depan Istana Merdeka.
Baca juga: Menteri Jokowi hingga Happy Salma berjalan di "catwalk" depan Istana
Baca juga: Jokowi: Kebaya lambang karakter anggun masyarakat Indonesia
Baca juga: Presiden Jokowi dan Iriana berbusana Betawi dalam "Istana Berkebaya"

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023