Bandung (ANTARA) - Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung Dadang Darmawan akhirnya mengakui turut bermain dalam proyek pada salah satu organisasi perangkat daerah (OPD) Kota Bandung yang dipimpinnya itu.

Hal tersebut terungkap dalam lanjutan persidangan kasus suap proyek Bandung Smart City dalam pengadaan CCTV dan Internet Service Provider (ISP) di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin ini, usai Dadang yang bertindak sebagai saksi dicecar oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

Dalam persidangan dengan terdakwa dari pihak swasta pemberi suap tersebut, awalnya Dadang menyebutkan bahwa tidak mengetahui adanya pungutan (fee) yang diminta pada pihak lain untuk proyek yang akan dikerjakan di Dinas Perhubungan Kota Bandung.

Lebih lanjut, Dadang juga mengungkapkan dirinya melarang adanya permintaan fee pada pengusaha dalam proyek yang ditenderkan semenjak ia menjabat Kadishub pada 2023.

"Saya dapat laporan bahwa rekanan ada yang diminta kontribusi lima persen dari tagihan. Kemudian saya sampaikan dalam forum rapat tidak boleh ada lagi pungutan terkait pencairan pekerjaan di Dishub Kota Bandung," kata Dadang dalam kesaksiannya.

Mendengar pengakuan seperti itu, salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Tony Indra kemudian mengejar dengan pernyataan Dadang yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP)-nya, yakni mengenai Dadang yang turut menitipkan pihak-pihak tertentu dalam paket pekerjaan proyek di Dinas Perhubungan Kota Bandung.

"Jadi apakah saksi pernah menitip pekerjaan di bidang saksi (dari Dinas Perhubungan Bandung)?," tanya JPU.

"Iya pak," jawab Dadang mengakuinya.

"Saksi saja main proyek itu, coba ceritakan perusahaan mana saja itu," tanya JPU.

Setelah mengucapkan permohonan maafnya dalam persidangan, Dadang lalu menceritakan bahwa ia memang diminta bantuan beberapa pihak swasta agar bisa menjadi mitra untuk proyek pada Dishub Kota Bandung, yang kemudian diarahkannya kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Terminal.

Dadang mengaku pihak swasta yang meminta "pertolongan" ke Dadang, berjumlah empat pihak yang terjadi pada 2023, dan dia sendiri telah menerima uang total Rp25 juta dari mereka yang telah dibayarkan di awal sebelum proyeknya diberikan.

Meski demikian, Dadang mengaku tidak ingat pihak swasta yang meminta bantuannya, selain individu yang berhubungan dengannya yakni seorang bernama Badriah yang memberikan uang Rp10 juta, Aris Rp5 juta, Iip Rp5 juta dan Rahmat Rp5 juta.

"Saya tidak hafal nama perusahaannya, hanya hapal orangnya saja, total uangnya itu semua Rp 25 juta," tutur Dadang.

Dadang sendiri menjadi saksi dalam persidangan ini bersama Wali Kota Bandung non aktif Yana Mulyana, dan eks Sekdis Perhubungan Kota Bandung Khairur Rijal.

Sidang ini sendiri, merupakan sidang lanjutan terhadap tiga terdakwa pihak swasta yang menyuap pejabat di Pemkot Bandung terkait proyek Bandung Smart City tahun 2022, yakni berupa suap sebesar Rp888 juta ke beberapa pihak dan juga memfasilitasi sejumlah pejabat Pemkot Bandung jalan-jalan ke Bangkok, Thailand.

Tiga terdakwa yang disidang itu, adalah Direktur Utama PT CIFO Sony Setiadi, Manager PT Sarana Mitra Adiguna Andreas Guntoro, dan Direktur PT Sarana Mitra Adiguna Benny.

Untuk tersangka Sony, didakwa dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara Benny dan Andreas, didakwa Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Baca juga: Saksi kasus Bandung Smart City: Ada fee bagi tiap proyek Dishub
Baca juga: Saksi ungkap suap proyek Dishub Bandung mengalir ke Sekda-APH
Baca juga: KPK perpanjang penahanan Wali Kota Bandung Yana Mulyana

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023