Ternyata dalam laporan Komisi Etik KPK tak ada sedikitpun laporan yang terkait dengan tuduhan tersebut. Jadi tidak terbukti sama sekali bahwa ada peran Istana bermain politik dengan KPK dalam sangkaan menjerumuskan Anas Urbaningrum sebagai tersangka,
Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Kabinet Dipo Alam menyatakan Istana Kepresidenan terbukti tidak terkait dengan kasus pembocoran Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dari Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap tersangka Anas Urbaningrum dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.

Dipo Alam di Jakarta, Kamis, menyambut baik hasil keputusan Komite Etik KPK yang disampaikan Ketua Komite Etik Anis Baswedan pada Rabu (3/4) terhadap perkara kebocoran Sprindik atas tersangka Anas Urbaningrum

"Ternyata dalam laporan Komisi Etik KPK tak ada sedikitpun laporan yang terkait dengan tuduhan tersebut. Jadi tidak terbukti sama sekali bahwa ada peran Istana bermain politik dengan KPK dalam sangkaan menjerumuskan Anas Urbaningrum sebagai tersangka," kata Seskab Dipo Alam.

Keputusan Komite Etik KPK terkait pemeriksaan dugaan kebocoran dokumen Sprindik tersangka Anas Urbaningrum itu yang menyatakan bahwa Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja terbukti melanggar kode etik pimpinan terkait bocornya dokumen itu.

Ketua Komite Etik Anies Baswedan dalam sidang terbuka Komite Etik KPK di Jakarta, Rabu (3/4) menyatakan, Komite Etik menjatuhkan putusan final dan mengikat yaitu menyatakan terperiksa 1 Abraham Samad melakukan pelanggaran sedang terhadap pasal 4 huruf b dan d pasal 6 ayat 1 huruf b, d, r, dan v kode etik pimpinan KPK, menjatuhkan sanksi berupa peringatan tertulis yaitu Abraham Samad harus memperbaiki sikap, tindakan, dan perilakunya.

Perbaikan perilaku yang diminta Komite Etik tersebut adalah pertama, memegang teguh prinsip kebersamaan dan keterbukaan, kedua perilaku yang bermartabat dan berintegritas, ketiga mampu membedakan hubungan bersifat pribadi dan profesional dan keempat menjaga jaga ketertiban komunikasi dan kerahasiaan KPK.

Sedangkan terperiksa dua, Adnan Pandu Praja melakukan pelanggaran ringan pasal 6 ayat 1 huruf e kode etik pimpinan KPK sehingga menjatuhkan sanksi peringatan lisan.

Sebelumnya lewat berbagai pernyataan, sejumlah pihak menduga adanya kaitan antara kasus pembocoran Sprindik atas tersangka Anas Urbaningrum itu dengan pihak Istana.

Sinyalemen atau dugaan itu dikaitkan dengan keputusan internal Partai Demokrat pada Jumat (8/2) malam, yang menempatkan Majelis Tinggi yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pemegang kekuasaan tertinggi partai sedangkan Anas Urbaningrum selaku Ketua Umum DPP Partai Demokrat diminta untuk fokus pada upaya dugaan masalah hukum yang sedang ditangani KPK, dengan harapan keadilan benar-benar tegak.


Bukan kasus besar

Seskab Dipo Alam menilai pada prinsipnya pembocoran Sprindik itu bukan kasus besar.

Meskipun demikian, kata Dipo, pihaknya tetap menghargai proses internal di KPK yang membentuk Komite Etik untuk menyelidiki pembocoran itu.

"Dengan demikian kini semuanya sudah menjadi terang benderang," katanya.

"Sudah terbukti Istana tidak terlibat di dalamnya. Oleh karena itu, seperti dari awal saya katakan masalah pidana yang dituduhkan oleh KPK dengan statusnya sebagai tersangka agar Anas Urbaningrum menghadapi masalah hukumnya dengan baik," ujar Dipo Alam menambahkan.

Seskab berharap agar KPK tidak lagi membuang-buang energi untuk menangani masalah internal karena masih banyak kasus yang harus diselesaikan.

"Masalah Sprindik sudah selesai dan jangan dibawa kemana-mana lagi. Mari kita percayakan dan patuhi proses hukum," tutur Seskab Dipo Alam.


Wiwin

Dalam pertimbangannya, Komite Etik menyatakan bahwa Abraham tidak terbukti secara langsung membocorkan dokumen sprindik tapi perbuatan dan sikapnya tidak sesuai dengan kode etik pimpinan KPK.

"Pelaku pembocoran adalah Wiwin Suwandi yang tugasnya adalah sekretaris Ketua KPK Abraham Samad, dokumen tersebut ditandatangani Abraham Samad dan belum diberi nomor dan cap KPK," ungkap anggota Komite Etik Tumpak Hatorangan Panggabean.

Kronologinya adalah Wiwin memang diperintahkan oleh Abraham untuk memindai dokumen sprindik yang sudah ditandatangani Abraham Samad, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain tapi belum diberi nomor dan cap KPK pada Kamis (7/2) pukul 20.27 WIB

Wiwin selanjutnya mencetak hasil pindaian tersebut pada pukul 20.29 WIB, namun pada pukul 21.30 WIB, Wiwin memindai Sprindik tersebut untuk kedua kali dan pada pukul 21.46 WIB kembali mencetak hasil pindaian kedua tersebut dan menyimpannya ke laci. Wiwin selanjutnya pulang.

Keesokan harinya pada Jumat (8/2) Wiwin berinsiatif untuk memberitahukan pakar hukum tata negara Universitas Hasanuddin Irmanputra Sidin dan reporter TVOne Dwi Anggia mengenai penetapan Anas sebagai tersangka dengan mengirimkan pesan blackberry messenger dari Abraham.

Sementara pada malam harinya Wiwin bertemu dengan jurnalis Tempo Tri Suharman dan koran Media Indonesia Rudy Polycarpus di gedung Setiabudi One dan menyerahkan salinan sprindik hasil "scan" kedua, salinan itulah yang muncul di media.

Komite Etik terdiri atas Anies Baswedan (rektor Universitas Paramadina) sebagai ketua, Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK) yang menjabat sebagai wakil ketua merangkap anggota, Abdul Mukhtie Fajar (mantan wakil ketua Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi), Bambang Widjojanto (pimpinan KPK) dan Abdullah Hehamahua (penasihat KPK) sebagai anggota.

(B009/A011)

Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013