Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total penyaluran pembiayaan fintech lending kepada pelaku Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) per Mei 2023 mencapai Rp 19,75 triliun atau 38,4 persen dari total outstanding pembiayaan fintech lending.

“Total pembiayaan fintech lending-nya yaitu Rp 51,46 triliun,” kata Plt Kepala Grup Komunikasi Publik OJK, Sekar Putih Djarot, di Jakarta, Selasa.

Sekar mengatakan nilai outstanding pembiayaan tersebut didominasi oleh kategori perseorangan sebesar Rp 45,64 triliun, dengan rincian UMKM sebesar Rp 15,63 triliun dan non-UMKM Rp 30,01 Triliun.

“Kategori lainnya yaitu Badan Usaha sebesar Rp 5,82 triliun,” kata Sekar.

Baca juga: OJK sebut 33 fintech lending belum penuhi aturan modal minimum

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melihat bahwa meningkatnya penggunaan jasa fintech oleh pelaku UMKM adalah sebuah tren yang positif.

Hal ini karena fintech dapat memberikan akses pinjaman modal usaha yang lebih mudah dan cepat bagi UMKM, yang selama ini sering kesulitan mengakses pinjaman perbankan.

"Salah satu problem terbesar adalah rendahnya tingkat formalisasi UMKM di Indonesia. Kadin melihat kebijakan PT perorangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dapat membantu meningkatkan angka formalisasi," kata Ketua Kadin Indonesia Arsjad Rasjid saat dihubungi, Sabtu (5/8).

Selain itu, Arsjad mengatakan bahwa Kadin sebagai satu-satunya induk organisasi dunia usaha bidang usaha negara, usaha koperasi, dan usaha swasta di Indonesia juga mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan akses keuangan bagi UMKM melalui industri fintech.

Kadin menilai bahwa fintech dapat menjadi mitra yang penting bagi UMKM dalam mengembangkan usaha mereka.

"Fintech dapat membantu UMKM untuk mendapatkan akses pendanaan yang mereka butuhkan untuk meningkatkan produktivitas, ekspansi pasar, dan inovasi produk," ujar Arsjad.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Institut for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudistira di Jakarta, mengatakan bahwa meski mekanisme pinjaman fintech lebih mudah dan fleksibel tetapi harus tetap memiliki batasan terutama dalam hal bunga dan denda keterlambatan.

"Kalau denda keterlambatannya satu hari satu persen, mencekik juga," kata Bhima.

Menurut Bhima otoritas terkait harus membuat aturan dan regulasi yang mengatur mengenai nilai bunga dan denda keterlambatan yang terapkan fintech.

Selain itu, Pelaku UMKM juga harus selektif sebelum bekerjasama dengan fintech dengan mengecek legalitasnya, mengetahui cara penagihannya, hingga cara peminjaman pribadi.

"Setelah pinjaman dilakukan, UMKM harus membuat laporan keuangan yang terpisah karena jika masih digabung dengan laporan keuangan pribadi maka akan berpotensi membuat permasalahan baru, yaitu kredit macet," kata Bhima.

Bhima mengungkapkan bahwa intervensi pemerintah melalui lembaga, kementerian, dan BUMN yang memiliki program pemberdayaan sangat penting bagi kemajuan UMKM, mengingat pentingnya peran UMKM terhadap perekonomian nasional dengan 97 persen serapan tenaga kerja.

"Intervensi dilakukan lewat optimalisasi program KUR dan pendampingan bisnis (coaching) sangat penting dilakukan," ujar Bhima.

Baca juga: D3 Labs luncurkan solusi fintech berbasis blockchain

Baca juga: CIB FinTech dan Huawei Raih Penghargaan The Asian Banker

Baca juga: Teten minta perbankan tiru "fintech" permudah UMKM akses kredit

Pewarta: Mardiansyah Al Afghani/Alviansyah Pasaribu
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023