Padang (ANTARA) - Duta Besar Indonesia untuk Austria, Slovenia, dan Organisasi Internasional berkedudukan di Wina, Damos Dumoli Agusman, menilai buku karya akademisi Universitas Andalas Prof Firman Hasan berisikan isu-isu kontemporer.

"Buku ini mencoba menggambarkan isu-isu kontemporer atau aktual yang muncul dan kemudian ditulis," kata dia melalui rekaman video di Padang, Kamis.

Menurut dia, buku berjudul hegemoni dan sengketa penerapan hak atas laut di sekitar tapal Indonesia itu, mencoba merespons isu aktual sehingga lebih menggambarkan dinamika yang berkembang dalam situasi terkini.

Namun, sayangnya, lanjut dia, buku atau kumpulan artikel tersebut tidak menuliskan kapan artikel itu diterbitkan sehingga agak menyulitkan pembaca.

Hendaknya buku tersebut juga menuliskan secara lengkap kapan artikel itu dimuat. Tujuannya, agar pembaca mengetahui apakah isi buku itu sudah ada perkembangan baru atau belum.

"Jadi, seyogianya atau alangkah baiknya artikel ini disebutkan ditulis tahun berapa sehingga kita bisa memberikan penilaian," saran dia.

Sebagai contoh salah satu isu yang dibahas dalam buku tersebut ialah terkait dengan konflik Laut Cina Selatan. Padahal, di satu sisi, polemik itu terus berkembang setiap waktu.

Akan tetapi ia mengaku tertarik pada bagian pengantar buku yang berusaha mengenalkan hukum internasional sebagai political law.

Dalam pemahamannya, motif Prof Firman Hasan memasukkan hukum internasional sebagai political law merupakan keterlibatan kepentingan berbagai pihak dalam hukum yang dimaksud.

Sementara itu, Hasan mengatakan kata hegemoni dalam judul buku yang ditulisnya awalnya dipopulerkan oleh Taufik Abdullah saat rezim Orde Baru menjadi dominator.

"Saya pakai kata hegemoni ini karena sengketa yang terjadi di dunia internasional termasuk persoalan hegemoni itu," kata dia.

Dalam presentasinya, Hasan menyinggung soal alasan Rusia menyerang Ukraina. Ia beranggapan negara yang dipimpin Presiden Vladimir Putin merasa bahwa Ukraina merupakan saudara muda Rusia.

Kemudian, ia juga menyinggung soal Uni Soviet yang runtuh karena Mikhail Sergeyevich Gorbachev mengintrodusir apa yang disebut dengan glasnost dan perestroika. Awalnya, ide tersebut dalam rangka meminimalisir kelompok konservatif.

Namun, imbasnya, justru menimbulkan gerakan-gerakan kemerdekaan sehingga berdirilah 15 negara pecahan dari Uni Soviet, kata dia.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2023