Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan bahwa Indonesia adalah negara besar yang tidak boleh gagal ataupun mengalami kebangkrutan, seperti yang dialami sejumlah negara lain.

"Indonesia adalah negara besar yang harus terus melangkah ke depan dan meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan. Kita tidak boleh menjadi negara gagal dan mengalami kebangkrutan, sebagaimana dialami beberapa negara yang saat ini menjadi pasien IMF," kata Bambang Soesatyo saat berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2023 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.

Ia juga menekankan Indonesia tidak boleh mengalami krisis ekonomi. Sebab, Indonesia memiliki begitu banyak kekayaan sumber daya alam (SDA) terbesar dunia, seperti nikel, batu bara, emas, tembaga, dan gas alam.

"Indonesia juga tidak boleh terancam mengalami krisis perekonomian, khususnya krisis keuangan yang dikategorikan sebagai kahar fiskal," ujarnya.

Walaupun Indonesia menjadi negara dengan SDA terbesar di dunia, sambung Bamsoet, masih ada warga negara yang belum sepenuhnya menikmati kekayaan alam tersebut. Kendati demikian, ia berterima kasih kepada pemerintah yang telah bekerja keras mengurangi angka kemiskinan.

"Upaya ini perlu terus-menerus ditingkatkan dengan memastikan penguasaan negara atas kekayaan alam, dan mendorong pembangunan di daerah demi sebesar-besar kemakmuran rakyat," tambah Bamsoet.

Sebelumnya (17/7), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat kemiskinan pada Maret 2023 turun menjadi 9,36 persen atau sebanyak 25,90 juta orang.

“Tingkat kemiskinan pada Maret 2023 ini mengalami penurunan sebesar 0,21 persen dibandingkan kondisi September 2022 dan turun 0,18 persen dibandingkan Maret 2022,” kata Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto dalam Rilis BPS yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (17/7/2023).

Secara jumlah, penduduk miskin pada Maret 2023 turun sebesar 0,46 juta orang terhadap September 2022. Sementara bila dibandingkan Maret 2022, jumlahnya turun sebesar 0,26 juta orang.

Meski menurun, namun capaian tingkat maupun jumlah kemiskinan pada Maret 2023 masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi.

Tingkat kemiskinan pada September 2019, yakni waktu sebelum pandemi COVID-19, tercatat di level 9,22 persen, lebih rendah 0,14 persen dibandingkan Maret 2023. Sementara jumlah penduduk miskin pada September 2019 sebanyak 24,78 juta penduduk, lebih rendah 1,12 juta orang dari Maret 2023.

Lebih lanjut, BPS menemukan disparitas kemiskinan antara wilayah perkotaan dan pedesaan masih lebar.

Tingkat kemiskinan di perkotaan pada Maret 2023 berada di level 7,29 persen, sementara di pedesaan mencapai 12,22 persen.

Kendati demikian, baik tingkat kemiskinan di perkotaan maupun pedesaan pada Maret 2023 mencatatkan penurunan bila dibandingkan dengan September 2022, dengan penurunan masing-masing sebesar 0,24 persen dan 0,14 persen.

Sementara penurunan tingkat kemiskinan di perkotaan lebih besar, namun tingkat kemiskinan di pedesaan menunjukkan perkembangan yang lebih baik bila dibandingkan dengan sebelum pandemi, di mana tingkat kemiskinan menunjukkan penurunan sebesar 0,38 persen bila dibandingkan September 2019 yang tercatat berada di level 12,60 persen.

Sedangkan tingkat kemiskinan di perkotaan pada Maret 2023 lebih tinggi 0,73 persen dibandingkan September 2019 yang tercatat sebesar 6,56 persen.

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023