Merdeka tidak hanya dari penjajah, tetapi juga merdeka dari intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Jakarta (ANTARA) - Mantan Ketua Umum DPP Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) K.H. Anwar Sanusi mengajak putra/putri Indonesia untuk memaknai kemerdekaan yang telah diperjuangkan para pendiri bangsa dengan semangat kebersamaan yang merangkul perbedaan.

Menurut dia, semangat kemerdekaan menjadi hak bagi seluruh manusia di muka Bumi yang tak terlepas dari sifat keterbukaan yang dapat merangkul semua. Hal ini sering juga disebut dengan toleransi, yang menjadi antitesis dari pemikiran radikal yang intoleran dan bisa merusak keragaman Indonesia yang kaya.

"Intoleransi itu lawan katanya toleransi. Arti toleransi itu 'kan banyak, ya. Kalau kita kaitkan ke isu SARA misalnya, ada toleransi beragama, ras, suku, dan antargolongan. Hakikatnya toleransi adalah sikap yang saling menghormati, menghargai, dan tidak memaksakan kehendaknya kepada orang lain yang punya pandangan berbeda," kata Anwar dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Tidak hanya itu, kata dia, kemerdekaan yang dirayakan bangsa Indonesia adalah untuk mengingat lepasnya Indonesia dari penjajahan negara asing. Jika mengacu pada asal kata merdeka berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu mahardhika.

"Mahardhika itu artinya merdeka, telah bebas dari pengaruh dan intervensi pihak lain. Kalau bagi Indonesia, merdeka artinya sudah bebas dari pengaruh pihak asing yang pernah menjajah kita," ujarnya.

Apabila bisa menerapkan kejujuran dan keadilan, baik dalam ucapan maupun tindakan, menurut dia, Indonesia akan berhasil menjadi bangsa yang besar.

Untuk itu, memaknai kemerdekaan dengan memperjuangkan kemajuan bangsa Indonesia adalah prinsip yang sangat mulia.

Baca juga: BNPT sebar pesan-pesan damai cegah intoleransi dan radikalisme
Baca juga: BNPT imbau masyarakat jaga semangat persatuan dalam moderasi beragama


Selain itu, harus selalu diingatkan kepada seluruh anak bangsa agar mampu saling menghormati, mengakui, dan bisa objektif dalam melihat persoalan. Dengan begitu, segala perbedaan pendapat akan bisa disikapi dengan santai.

"Saya yakin, kalau memang masyarakat Indonesia ini, mulai dari rakyatnya, pemimpinnya, serta para tokoh agama dan tokoh masyarakatnya bisa bersatu padu dalam bingkai iman dan takwa, bangsa kita bisa mendapatkan keberkahan dari Allah subḥānahu wa ta’āla," kata dia.

Hal ini juga sesuai dengan bunyi surat Al-A'raf ayat 96 dalam Al-Qur'an, yang berbunyi: "Jika penduduk suatu negeri itu beriman dan bertakwa kepada Allah, negara itu akan mendapat keberkahan dari langit dan bumi."

"Itu sudah ada di dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 31, sudah dicantumkan semua, bahwa harus memiliki iman, takwa, dan akhlak mulia," ucap Anwar.

Anggota DPR RI periode 1997—2014 ini berharap kondisi yang aman dan damai serta kebersamaan anak bangsa janganlah dirusak oleh kepentingan sesaat, termasuk yang berkaitan dengan politik praktis untuk memperebutkan kekuasaan.

Oleh karena itu, kata Anwar, dalam menghadapi tahun politik yang tinggal beberapa bulan lagi, sebaiknya tidak memakai prinsip politik machiavelis. Adapun politik machiavelis adalah prinsip politik yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

"Cara yang dihalalkan, misalnya menjelek-jelekkan, memfitnah, atau menuduh lawan politiknya. Ini tidak boleh terjadi," tegasnya.

Anwar berpesan agar kemerdekaan yang diperoleh bisa dimaknai secara positif. Merdeka tidak hanya dari penjajah, tetapi juga merdeka dari intoleransi, radikalisme, dan terorisme.

"Mari kita hayati semangat kemerdekaan Indonesia dan pesta demokrasi 2024 dengan bekal iman, takwa, dan akhlak yang mulia. Hapus intoleransi, radikalisme, dan terorisme," pungkasnya.

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023