Surabaya (ANTARA) - Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jawa Timur, Jonahar, menyebut Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 648 dan 649 tentang dugaan kasus sengketa tanah Grha Wismilak Surabaya adalah cacat administrasi atau cacat hukum.

"Keterangan hari ini tentang SHGB 648 dan 649 tentang Grha wismilak Surabaya, setelah kami cocokkan dengan data Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan yang terbit tahun 1992 memang ada cacat administrasi dalam penerbitan Surat Keputusan (SK)," ujarnya setelah pemeriksaan dirinya di Gedung Ditreskrimsus Polda Jatim, Jumat (18/8) malam.

Cacat administrasi tersebut, lanjut Jonahar, terkait adanya kesalahan terkait bangunan yang dimohon oleh pemohon dengan SK. "Cacatnya adalah yang dimohon itu letaknya di A, tapi SK-nya terbit di B. Jadi, yang dimohon (bangunan nomor) 63-65 tapi yang terbit di tempat berbeda yakni nomor 36-38," ucapnya.
 
Atas dasar itu, kata Jonahar, Kanwil BPN Jatim telah mengajukan pembatalan sertifikat hak atas tanah tersebut ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia.
 
"Yang mengatakan bisa membatalkan itu pusat karena ada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 apabila pemberian hak atas tanah (sertifikat lebih 5 tahun) tidak bisa dibatalkan kecuali ada putusan pengadilan," ujar Jonahar.
 
Terkait prosesnya, Jonahar mengaku tidak tahu karena proses permohonan hingga terbitnya sertifikat tersebut sudah tahun 1992, namun ia memastikan ada oknum dari dalam Kantor Kanwil BPN Jatim. "Ya ada, yang menerbitkan SK tahun 1992," katanya.
 
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jatim, Kombes Pol. Farman menyampaikan bahwa pihaknya sejauh ini sudah memeriksa sebanyak 22 orang saksi dan lima ahli.
 
"Kami sudah ada dugaan kuat siapa calon tersangka sudah ada, baik dari penjual, pembeli maupun dari oknum polisi dan BPN yang terlibat dalam permasalahan ini yang mengakibatkan aset Polri terlepas akan kami proses hukum," ujarnya.
 
Selain itu, lanjut Kombes Farman, pihaknya sudah melakukan gelar awal dengan BPKP tentang adanya kerugian negara dalam hal ini aset Polri.
 
"Karena aset ini terdaftar dalam buku investaris Polda Jatim. Kami juga sudah melakukan ekspos di BPN, gelar dua kali dan di Polda Jatim satu kali dengan mengundang BPN," ucapnya.
 
Pada Maret 2023, Kapolda Jatim Irjen Pol. Toni Harmanto menginstruksikan agar ada pengecekan aset-aset Polri di wilayah Jawa Timur.
 
Polda Jatim akhirnya mendapati fakta baru bahwa gedung yang berlokasi di Jalan Raya Darmo nomor 36-38 merupakan aset milik Polri.
 
"Gedung tersebut sebelumnya merupakan kantor polisi sejak tahun 1945, hingga terakhir menjadi Mapolresta Surabaya Selatan. Aset ini berpindah ke tangan pada 1993," ujarnya.
 
Dari hasil supervisi, diketahui bahwa Polri seharusnya memiliki aset dari kompensasi yang dijanjikan lewat alih lahan Gedung Wismilak seluas 4.000 meter di wilayah Dukuh Pakis yang saat ini menjadi kantor Polsek Dukuh Pakis.
 
Selain mendapat kompensasi tanah seluas 4.000 meter persegi, polisi juga dijanjikan bangunan pengganti Mapolresta dan kendaraan operasional untuk patroli.
 
Kompensasi ini dijanjikan setelah terbitnya Hak Guna Bangunan (HGB) 648 dan 649 pada Gedung Mapolresta Surabaya Selatan saat itu (Gedung Grha Wismilak). Anehnya, HGB sudah keluar saat gedung masih ditempati sebagai Mapolresta Surabaya Selatan.
 
"Objek ini ditempati Polri tahun 1945 hingga 1993 tanpa putus. Terakhir, tahun 1993 masih ditempati sebagai Mapolresta Surabaya Selatan. Anehnya, pada saat objek ini masih ditempati, kok bisa muncul HGB," ungkap Farman.
 
Selain itu dari hasil pendalaman, ketiga kompensasi yang dijanjikan tidak diterima Polri. Tanah seluas 4.000 meter persegi yang dijanjikan ternyata tak pernah ada, begitu pula dengan bangunan, apalagi kendaraan operasional Polri.
 
Terkait lahan di Dukuh Pakis, dalam sejarahnya, Kapolda Jatim saat itu meminta izin kepada Pemkot Surabaya untuk memindahkan kantor polisi di lahan milik Pemkot. Namun, lahan tersebut ternyata berstatus pinjam.
 
"Lahan yang ditempati itu bukan tanah kompensasi. Melainkan tanah pinjaman, yang kemudian baru dihibahkan oleh Pemkot Surabaya pada 2019," ucapnya.
 
Pada 1992 memang ada data tentang HGB mati, yang kemudian menjadi dasar jual beli hingga penerbitan HGB baru, namun soal itu masih didalami pihaknya.
 
"Jika memang ada HGB mati, dan objek yang masih ditempati Polrestabes Surabaya Selatan tahun 1992, mana mungkin ada proses jual beli, kecuali memang sudah ada iktikad tidak baik," kata Farman.
 
HGB yang diklaim Wismilak dibeli secara sah adalah HGB 648 dan HGB 649. Dalam lembar tersebut, tertulis bahwa HGB ini berdasarkan SK Kanwil BPN Nomor 1051 dan 1052 yang terbit pada 22 Juli 1992.
 
Hasil pendalaman Polda Jatim, SK tersebut ternyata tidak terdaftar atau tidak teregistrasi di BPN, sehingga tidak mungkin HGB muncul berdasarkan SK yang tidak terdaftar di BPN, karena itu HGB yang diklaim Wismilak telah dibeli secara sah ini cacat hukum.
 
"Hasil dari gelar kemarin diputuskan bahwa HGB dimaksud cacat hukum, cacat administrasi dan cacat yuridis dalam penerbitannya," katanya.

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023