Tianjin (ANTARA) - Di sebuah restoran hotel di Kota Tianjin, China utara, meja-meja bufet disulap menjadi pemandangan yang begitu memanjakan mata, dilengkapi dengan hidangan daging sapi dari Australia, lobster dari Vietnam, kerang dari Selandia Baru, kepiting cangkang lunak dari Myanmar, dan nasi dari Thailand.

Para tamu dari seluruh dunia dapat menikmati hidangan dengan bahan-bahan yang diimpor dari negara-negara anggota Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP).

RCEP terdiri dari 15 anggota, yakni 10 negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. RCEP ditandatangani pada November 2020 dan mulai berlaku pada 1 Januari 2022, dengan tujuan secara bertahap menghapus tarif pada lebih dari 90 persen barang yang diperdagangkan di antara anggotanya.

RCEP mulai berlaku di Filipina pada 2 Juni lalu, menandai tonggak sejarah dengan berlaku penuhnya pakta perdagangan bebas terbesar di dunia itu untuk seluruh 15 negara anggota.

"Restoran hotel kami mendapat banyak manfaat dari berlakunya perjanjian RCEP," kata Anthony Gill, manajer umum Four Seasons Hotel Tianjin, seraya menambahkan bahwa lebih mudah bagi mereka untuk membeli bahan-bahan dari negara-negara anggota RCEP karena banyaknya pilihan pemasok.

Dengan pelonggaran kebijakan perjalanan dan pemulihan industri pariwisata, bisnis akomodasi hotel itu menunjukkan pertumbuhan yang mengesankan belakangan ini. Pemesanan kamar hotel pada Juni melonjak lebih dari 150 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Para pelancong bisnis dari negara-negara anggota RCEP seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura kerap berkunjung.

"Banyak pengusaha dari negara-negara tersebut datang ke Tianjin mencari peluang bisnis, yang pada gilirannya, secara langsung menunjang bisnis hotel kami," tutur Gill.

Para eksekutif perusahaan-perusahaan asing di China juga melihat peluang besar saat RCEP telah berlaku penuh.

Shin Eun Shik, yang berasal dari Korea Selatan, telah berkecimpung dalam bisnis produksi dan penjualan peralatan pengolahan air dan aksesori terkait di Tianjin sejak 2002.

"Berkat berlakunya perjanjian RCEP untuk semua anggota dan faktor-faktor lainnya, pendapatan penjualan kami diperkirakan akan melampaui 50 juta yuan (1 yuan = Rp2.113) tahun ini, lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu," ungkap Shin, presiden ITM (Tianjin) Mechanic Equipment Co., Ltd.
 
   Selain melayani sejumlah perusahaan lokal China, perusahaan Shin juga mengekspor produknya ke Korea Selatan, Australia, Indonesia, dan berbagai tempat lainnya.


"Mengekspor barang ke Australia menjadi lebih mudah. Sementara itu, pelanggan kami di Australia dapat mengurangi biaya dengan pemangkasan atau penghapusan tarif. Ini saling menguntungkan," ujar Shin.

Shin mengatakan hal itu juga akan membantu perusahaannya mengingat mereka ingin lebih meningkatkan daya saing produk mereka dan mengembangkan pasar baru di negara-negara anggota RCEP.

SMC (China) Co., Ltd., anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh produsen komponen pneumatik asal Jepang SMC Corporation, juga menyaksikan peluang baru. Sejak berdiri di China pada 1994, SMC telah membangun pabrik di Beijing, Guangzhou, dan Tianjin.
 
   Ma Qinghai, eksekutif perusahaan tersebut, mengatakan bahwa setelah perjanjian RCEP berlaku penuh, komponen pneumatik yang diproduksi di China menjadi lebih kompetitif


Ma Qinghai, eksekutif perusahaan tersebut, mengatakan bahwa setelah perjanjian RCEP berlaku penuh, komponen pneumatik yang diproduksi di China menjadi lebih kompetitif.

"Kami tidak hanya dapat menyediakan lebih banyak layanan untuk industri automasi perindustrian di negara-negara anggota RCEP, tetapi juga membantu para pemasok pendukung di China menikmati manfaat preferensial dari perjanjian tersebut," ujar Ma.

Kepala departemen bea cukai SMC (China) Guo Liansheng mengungkapkan bahwa diharapkan bahwa pada September tahun ini, kantor pusat Jepang akan membawa sejumlah produk ke dalam kerangka kerja RCEP dan mengeluarkan sertifikat asal barang, dan perusahaan-perusahaan China dapat menikmati pengurangan tarif dan pengecualian untuk mengimpor produk-produk ini, yang akan menghemat lebih dari 40 juta yuan melalui perhitungan konservatif.

Pada paruh pertama tahun ini, nilai impor dan ekspor China dengan 14 negara anggota RCEP lainnya mencapai 6,1 triliun yuan, naik 1,5 persen (yoy), berkontribusi lebih dari 20 persen terhadap pertumbuhan perdagangan luar negeri China, menurut Administrasi Umum Kepabeanan China.

Para pakar percaya bahwa implementasi penuh kekuatan RCEP akan mengurangi biaya perdagangan intra-regional, menyuntikkan dorongan kuat ke dalam kerja sama ekonomi dan perdagangan regional, dan menunjukkan prospek pembangunan yang besar.

Zhang Yansheng, kepala peneliti di Pusat Pertukaran Ekonomi Internasional China (China Center for International Economic Exchanges/CCIEE), mengatakan kian banyak perusahaan asing yang akan terus berekspansi di China seiring dengan implementasi RCEP yang komprehensif.

"Perusahaan-perusahaan asing dapat memperluas rantai industri dan pasokan masa depan mereka ke tiga lingkaran kerja sama ekonomi regional utama, yakni China-ASEAN, China-Jepang-Korea Selatan, dan China-Australia-Selandia Baru. Ketiganya akan berbagi peluang perdagangan dan investasi yang lebih penting yang diciptakan oleh pembangunan regional," papar Zhang.


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2023