Kayong Utara, Kalimantan Barat (ANTARA) - Program Chainsaw Buyback (pembelian kembali gergaji mesin) yang diinisiasi oleh mitra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI), turut membantu mengurangi jumlah penebang pohon di Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat.

Selain itu, program ini juga membantu warga di sekitar Taman Nasional Gunung Palung (Tanagupa) di Kabupaten Kayong Utara tersebut beralih mata pencaharian.

"Chainsaw Buyback adalah program untuk mengurangi ancaman terhadap hutan dengan cara mengajak para logger (penebang) membangun usaha baru serta menyerahkan chainsaw (gergaji mesin) ke ASRI, untuk mengubah mata pencaharian mereka," kata Koordinator Program Chainsaw Buyback Yayasan ASRI Agus Noviyanto di Kayong Utara, Jumat.
 
Selain untuk mengurangi penebangan hutan, kata Agus, program ini bertujuan untuk membantu menawarkan solusi dari larangan penebangan pohon di kawasan Tanagupa.
 
Dia mengatakan program ini telah dilaksanakan sejak 2017, dan sekarang pihaknya telah mengumpulkan sejumlah 275 gergaji mesin dari para mantan penebang.
 
Adapun gergaji tersebut, kata dia, dibeli dari para penambang dengan harga Rp 4 juta dari para penebang aktif (penebang yang menebang dalam empat bulan terakhir) dan Rp 3 juta bagi penebang pasif (musiman).
 
"Kemudian, kami juga memberikan pinjaman sebesar Rp 6 juta sebagai modal awal usaha, yang kami belanjakan bersama mereka," ujarnya.
 
Adapun para penerima manfaat, sambungnya, dapat mengajukan peminjaman ulang setelah melunasi peminjaman awal dalam waktu dua tahun. Pinjaman bahkan dapat dibayar dengan bibit pohon berjenis kayu keras.
 
Para penebang yang gergajinya dibeli kembali, kata Agus, saat ini tengah menekuni sejumlah usaha lain seperti berkebun, bertani, berjualan sembako dan lain sebagainya.
 
Dia menyebutkan pihaknya bekerja sama dengan Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan tentunya Polisi Kehutanan (Polhut) untuk mensukseskan program tersebut.
 
Salah seorang penerima manfaat, Mar'ie (55), mengaku dirinya menyambut baik adanya program ini, karena program ini dapat mengurangi kecemasannya selama bekerja sebagai penebang pohon di hutan.
 
"Logger itu kan kita gak tenang, kita kerja di hutan, semua informasi dengan kawan dan saudara agak ketinggalan," kata Mar'ie.
 
Mar'ie yang telah menerima manfaat program tersebut sejak 2019, saat ini memilih untuk bertani, berkebun, dan beternak di sekitar rumahnya.
 
"Kita bertani walaupun hasilnya sedikit, tapi dekat rumah, kumpul dengan keluarga. Walau sedikit tapi bagus daripada jadi logger. Pemerintah melarang menebang kayu bukan untuk keuntungan mereka, tapi untuk anak cucu kita di masa depan," tutur Mar'ie.

Baca juga: Lebih dari 500 ribu bibit pohon ditanam di Tanagupa sejak 2009

Baca juga: Balai Taman Nasional Gunung Palung Kalbar latihan padamkan karhutla

Baca juga: Tim pengendali ekosistem pantau populasi bekantan di Kayong Utara

 

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023