Kalbar (ANTARA) - Sabriyan terus mengaduk kuali besar berisi cairan mendidih dan warnanya tampak mulai mencokelat. Sesekali pria berumur 35 tahun itu mengatur tumpukan kayu di tungku untuk menjaga bara api tetap stabil.

Air nira dalam kuali besar itu sudah dimasak selama tiga jam dan masih butuh dua jam lagi untuk memastikan teksturnya mengental, sebelum dicetak menjadi gula merah.

“Harus terus diaduk dan apinya harus bagus. Kalau tidak, bisa gagal mengental,” katanya, saat dijumpai ANTARA di Desa Sedahan Jaya.

Ia berbagi kisah gagal membuat gula merah karena meninggalkan air nira dalam kuali dengan api meredup. Alhasil, 10 liter air nira terbuang.

Pekan pertama Februari 2024, sesekali hujan ringan mengguyur Desa Sedahan Jaya, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat.

Kondisi ini tak menyurutkan semangat Sabriyan memasak air nira yang baru saja dipanennya dari kawasan hutan Taman Nasional Gunung Palung (TNGP).

Setiap pagi dan sore, ia memanen air nira dari tiga batang pohon enau (Arenga pinnata) yang tumbuh liar dalam area TNGP.

Setiap hari ia bisa mendapat 10 hingga 15 liter air nira yang diolah menjadi gula merah.

Jerigen yang dia tampung pagi hari dipanen sore sekitar pukul 15, lalu dipasang lagi jerigen untuk dipanen pagi hari jam 7.

Air nira harus segera dipanen setiap sore dan pagi, kemudian dimasak. Bila tidak, air nira akan berubah menjadi asam dan tidak bisa dijadikan gula merah.

 

Ekonomi hijau

Sabriyan dan 14 orang warga Desa Sedahan Jaya merupakan petani, sekaligus pembuat gula merah dari air nira yang selama ini dibina petugas Balai Taman Nasional Gunung Palung (B-TNGP) Resor Sedahan.

Mereka telah membentuk kelompok petani aren bernama Jaya Aren Makmur dan menjadi mitra pemberdayaan dari B-TNGP.

Sahrani, anggota kelompok lainnya, mengatakan saat ini memanen empat batang pohon aren dengan pendapatan berkisar Rp3 juta per bulan.

Sudah empat tahun terakhir ayah satu anak ini menekuni pembuatan gula merah dari aren karena pendapatan yang dihasilkan cukup menjanjikan dan dapat membantu perekonomian keluarganya.

Bagi warga, membuat gula aren ini bisa menjadi sampingan, tapi hasilnya sangat menjanjikan.

Dikatakan sampingan karena tidak membutuhkan waktu lama untuk mengerjakannya. Setiap pagi pukul 07.00 WIB, seorang petani mengambil air nira dari empat batang aren yang disadap, kemudian membuat irisan baru, lalu ditampung lagi untuk diambil pada pukul 15.00 WIB.

Setelah mengambil air nira di pagi hari, seorang petani melanjutkan pekerjaan lain, yaitu merawat tanaman padi di sawah.

Dari empat batang aren tersebut, Sahrani memperoleh 15 liter nira per hari. Setelah dimasak, dapat menghasilkan 8 kilogram gula merah yang dijual seharga Rp20 ribu per kilogram.

Ketua Kelompok Jaya Aren Makmur, Abu Sulai mengatakan dari 15 petani aren dan pembuat gula merah di Desa Sedahan Jaya, dapat menghasilkan 120 kilogram gula merah per hari.

Mereka bisa menjual langsung ke pembeli, tapi sering juga dikumpulkan ke ketua kelompok, lalu dijual ke Sukadana.

Untuk keberlanjutan usaha, setiap anggota kelompok juga terus diingatkan untuk menjaga kualitas gula merah yang dibuat.

Kualitas yang dijaga dengan baik membuat gula merah dari Sedahan kerap menjadi buah tangan dari Sukadana dan diikutkan dalam pameran hasil hutan bukan kayu oleh B-TNGP.

Anggota Kelompok Jaya Aren Makmur dari Desa Sedahan Jaya, Sahrani menunjukkan gula merah dari air aren yang baru dimasak. (Helti Marini Sipayung)
Menjaga hutan

Desa Sedahan Jaya berbatasan langsung dengan TNGP di bawah pengelolaan Resor Sedahan, Seksi Wilayah I, Balai TNGP.

Kawasan TNGP seluas 108.043 hektare membentang di wilayah Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, dimana sekitar 65 persen kawasan masih berupa hutan primer yang menjadi habitat tumbuhan dan satwa liar, termasuk orangutan (Pongo pygmaeus) dan bekantan (Nasalis larvatus).

Berdasarkan tipe ekosistem, TNGP memiliki setidaknya 10 tipe ekosistem berlapis-lapis dari puncak bukit berupa gunung hingga dataran rendah dan daerah pantai, termasuk mangrove.

Adapun tipe ekosistem yang ditemukan dalam kawasan konservasi itu adalah hutan hujan sub-alpine, hutan hujan pergunungan, hutan hujan tropika dataran rendah, hutan tanah aluvial, hutan gambut, hutan rawa, hutan mangrove, dan vegetasi rheofite.

Sementara dalam pembagian zonasi, TNGP terbagi zona inti, yaitu wilayah lindung yang berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas.

Kemudian zona rimba, yaitu areal yang potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti. Ada pula zona pemanfaatan, yaitu kondisi dan potensi alamnya dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya.

Berikutnya zona rehabilitasi, yaitu bagian dari taman nasional yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya.

Lalu zona religi, budaya, dan sejarah, yaitu kawasan taman nasional yang di dalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai‐nilai budaya atau sejarah.

Sementara kawasan yang dapat diakses untuk keberlangsungan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan disebut zona tradisional.

Kepala Resor Sedahan Budi Sampurna mengatakan petani yang bergabung dalam Kelompok Jaya Aren Makmur di Sedahan Jaya merupakan satu dari 13 kelompok pemberdayaan yang dibina di Resor Sedahan.

Selain kelompok Jaya Aren Makmur, ada pula Kelompok Air Batu Gamal, Gerhana Palung, Ardu Mandiri, Air Tersik, Takon Bersatu, Air Batu Keris, Lubuk Tapah, Batu Lidah, Tiang Jorong, Mendale, Mutiara, Anak Kaki Gunung Sembilan, dan Paguyuban Kopi Sukadana.

Luas wilayah TNGP di bawah pengeloalan Resor Sedahan mencapai 10.618 hektare yang berbatasan dengan lima desa.

Jenis usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar TNGP tersebut, antara lain pembuatan gula aren, pengembangan tanaman buah, seperti durian, manggis, duku, petai, jengkol, pembuatan rebung kering, wisata alam dan pengeolahan kopi lokal.

TNGP bekerja sama dalam payung kemitraan, sehingga kelompok masyarakat kawasan memiliki akses untuk memanen hasil hutan bukan kayu di zona tradisional taman nasional.

Akses terhadap hutan tersebut mendapat imbal positif bagi perlindungan kawasan, yaitu anggota kelompok berperan langsung menjaga kelestarian hutan TNGP, tidak merambah hutan, tidak menanam sawit dalam kawasan TNGP, dan tidak berburu satwa liar.

Mereka juga berkomitmen merawat dan menjaga kebun durian dan aren, berhemat dalam penggunaan air bersih dan memanfaatkan HHBK dari dalam kawasan secara bijak agar pemanfaatan dapat berjalan lestari.

Intinya masyarakat diarahkan untuk hidup berdampingan dalam harmoni dengan alam.

Potret keberlangsungan ekonomi masyarakat dengan melestarikan hutan di Desa Sedahan Jaya selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang dapat direplikasi atau dikembangkan di wilayah lain. Selain mendapatkan manfaat ekonomi, masyarakat juga dapat menikmati kualitas lingkungan yang baik, seperti udara dan air bersih serta menjaga hutan sebagai penyerap karbon untuk memerangi krisis iklim.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024