Dili (ANTARA News) - Timor Leste harus menyelenggarakan pemilu secepat mungkin untuk mengatasi krisis politiknya, kata presiden negara itu Xanana Gusmao, Kamis, saat para pendukung mantan perdana menteri bersiap-siap bergerak memasuki ibukota Dili. Mari Alkatiri mengundurkan diri sebagai perdana menteri, Senin, setelah berminggu-minggu situasi yang tidak menentu di negara itu akibat kerusuhan bulan lalu yang menewaskan paling tidak 21 orang dan hampir 150.000 orang meninggalkan rumah mereka. Kendatipun pengunduran dirinya menimbulkan harapan bagi diakhirinya kemelut, aksi kekerasan sporadis kembali terjadi di Dili antara faksi-faksi yang berseteru sementara Presiden Gusmao berusaha mencari jalan bagi perdamaian. "Saya menyadari bahwa krisis sekarang hanya dapat diatasi sepenuhnya melalui pemilu bebas diselenggarakan secepat mungkin," katanya dalam sebuah pernyataan kepresidenan, Rabu, seperti dilansir AFP. Pernyataan itu tidak menetapkan tanggal bagi pelaksanaan pemilu itu. Gusmao mengatakan pembentukan pemerintah baru adalah satu masalah "sangat mendesak" dan ia telah mulai mencari satu "solusi bagi pemerintahan yang stabil" yang mampu memulihkan perdamaian di Timor Leste, tapi tidak menjelaskan lebih jauh. Timor Leste, yang memperoleh kemerdekaan empat tahun lalu setelah puluhan tahun bergabung dengan Indonesia dan ratusan tahun sebagai koloni Portugal, menurut rencana akan menyelenggarakan pemilihan parlemen tahun depan. Sementara itu para pendukung Alkatiri mulai bergerak menuju Dili , Kamis setelah berkumpul di pinggiran ibukota itu. Sebuah truk kecil membawa para pemuda yang berteriak "Hidup Alkatiri" dan sekitar 12 truk dan kendaraan lainnya dihadang oleh satuan militer sekitar 10km luar ibukota itu. Pasukan dari kontingen tentara perdamaian yang berkekuatan 2.200 personil yang digelar di sini melakukan pemeriksaan pria dan kendaraan-kendaraan mereka, yang ditahan di belakang dua kendaraan lapis baja di sebuah hjalan sempit pinggir pantai. Jurubicara Fretilin Jose Reis mengemukakan kepada AFP bahwa "ribuan" orang bergabung untuk bergerak memasuki Dili. Ia mengatakan mereka berencana mengelilingi kota itu dan menyampaikan sepucuk surat kepada Gusmao untuk meminta suara mereka didengar. "Kami meminta presiden menghormati Fretilin karena PM Alkatiri mengundurkan diri atas tekanan dari presiden dan sejauh ini tidak ada pengganti dipilih ," katanya. "Kami tetap mengimbaau semua orang, presiden dan pasukan multinasional untuk bertanggungjawab dan mencegah kerusuhan." Sejumlah rumah dibakar dan para pemuda melemparkan batu ke kamp-kamp pengungsi, Rabu menanggapi gambar-gambar di televisi yang ditayangkan Rabu petang sebelum Alkatiri menyeru para pendukungnya memasuki Dili. Enambelas orang ditahan karena terlibat pembakaran, penjarahan dan pelanggaran-pelanggaran lainnya. Sekjen PBB Kofi Annan dalam sebuah pernyataan melalui jurubicaranya di New York mengimbau rakyat Timor Leste "tetap tenang dan bersatu selama masa tantangan dan perobahan ini." Ia mendesak "semua pemimpin politik untuk menjaga agar setiap unjukrasa oleh para pendukung mereka dilakukan secara damai" dan mentaati hukum , kata pernyataan itu. Alkatiri dipersalahkan atas terjadinya pertempuran antara faksi-faksi militer, dan antara tentara dan polisi, yang memburuk menjadi perkelahian antar geng. Kerusuhan itu dipicu oleh keputusan Alkatiri Maret lalu memecat sekitar 600 tentara yang membangkang -- atau hampir separoh dari kekuatan militer negara itu-- yang mengeluhkan perlakuan yang diskriminatif terhadap mereka. Di Australia, yang menggelar 1.500 tentara dan polisi di Timor Leste, Menteri Keuangan Peter Costello membantah tuduhan-tuduhan bahwa Canberra terlibat dalam pengunduran diri Alkatiri. "Sama sekali tidak benar bahwa Australia melakukan campur tangan dalam krisis politik di Timor Leste," kata Costello. Para pendukung Alkatiri menuduh Australia mengatur pengunduran diri perdana menteri itu. Seorang jenderal pensiun Portugal yang pernah memimpin pasukan PBB di Timor Leste juga pekan lalu menyatakan bahwa Australia memprovokasi krisis itu. (*)

Copyright © ANTARA 2006