... masih banyaknya perguruan tinggi yang bergerak sendiri dan berada di dalam ruang- ruang sempit di bidangnya masing-masing.
Jakarta (ANTARA) - Pada era yang penuh dengan ketidakpastian seperti saat ini, transformasi merupakan suatu hal mutlak yang dilakukan, termasuk di dunia pendidikan tinggi. Selama ini, perguruan tinggi dikenal sebagai institusi yang sulit menerima perubahan dengan berbagai aktivitas yang monoton.

Namun pada era yang dikenal dengan era yang penuh dengan turbulensi, ketidakpastian, penuh dengan kebaruan, dan ambiguitas (TUNA), perguruan tinggi mau tak mau harus berbenah. Pola pendidikan usang dinilai tak lagi relevan.

Apalagi perguruan tinggi merupakan ujung tombak dalam menciptakan sumber daya manusia unggul. Perguruan tinggi diharapkan dapat melahirkan SDM yang kompeten, kreatif, inovatif, dan berdaya saing. Kompetensi lulusan harus dipersiapkan sesuai dengan kehidupan yang semakin kompleks.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim sudah menunjukkan keseriusan untuk membenahi pendidikan tinggi. Sembilan dari 25 episode Merdeka Belajar menitikberatkan pada transformasi di jenjang pendidikan tinggi. Baik pada perguruan tinggi akademik maupun vokasi.

Karena, dari perguruan tinggi diharapkan lahir inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan juga memberikan dampak bagi pembangunan ekonomi serta daya saing bangsa.

Untuk mencapai hal tersebut tidaklah mudah, apalagi bagi institusi yang sudah mapan sejak berabad-abad lampau. Dalam berbagai kesempatan, Plt. Dirjen Diktiristek Prof. Nizam, mengkritik masih banyaknya perguruan tinggi yang bergerak sendiri dan berada di dalam ruang- ruang sempit di bidangnya masing-masing.

Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) itu memberi contoh bagaimana di jurusan teknik mesin, hanya mempelajari mesin. Begitu juga komputer, hanya mempelajari komputer. Padahal, pada era Revolusi Industri 4.0, sekat-sekat tersebut harus dihilangkan. Dengan demikian, lulusan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi relevan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.

Dengan perkembangan teknologi kecerdasan buatan yang kian pesat dalam beberapa tahun ke depan, mungkin saja seorang mahasiswa kedokteran akan mengalami ketertinggalan jika hanya belajar di bidangnya saja.

Meskipun teknologi diyakini tidak dapat menggantikan hubungan tradisional dokter dengan pasien, perlahan tapi pasti keahlian dokter dalam melakukan diagnosis dan menentukan pengobatan, bisa saja digantikan dengan kecerdasan buatan yang dinilai mampu meningkatkan akurasi serta efisiensi diagnosis dan pengobatan.

Mahasiswa kedokteran tak boleh lagi menutup mata hanya mempelajari di bidangnya tapi juga harus melek dan akrab dengan teknologi kecerdasan buatan serta memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

Oleh karena itu, perguruan tinggi harus memiliki keinginan melakukan transformasi, fleksibel, dan tidak mengekang sehingga dapat menciptakan budaya belajar yang inovatif.

Angin segar perubahan di perguruan tinggi mulai terlihat pada saat Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) pada Januari 2020. Poin utama dari MBKM adalah memberikan fleksibilitas bagi mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman baru di luar kampus. Program-program tersebut, antara lain Magang Bersertifikat, Studi Independen (MSIB), Kampus Mengajar, Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA), Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Membangun Desa (KKN Tematik), Proyek Kemanusiaan, dan Riset atau Penelitian.

Kini, setelah lebih dari 3 tahun diluncurkan kebijakan tersebut, tak hanya mahasiswa yang merasakan dampak positif, tapi juga masyarakat, dunia usaha, industri, dan pemangku kepentingan lainnya.

Tak hanya dari sisi mahasiswa, kebijakan lainnya juga menyentuh transformasi perguruan tinggi diantaranya transformasi dana pemerintah untuk perguruan tinggi , KIP Kuliah Merdeka, Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual, Praktisi Mengajar, Dana Abadi Perguruan Tinggi.
 

Fleksibilitas

Pandemi COVID-19 telah mengakselerasi pembelajaran di perguruan tinggi. Model pembelajaran di pendidikan tinggi yang pada awalnya tak banyak memberikan pilihan, kini semakin akrab dengan pembelajaran jarak jauh.

Akan tetapi dalam praktiknya, pascapandemi COVID-19 tak banyak perguruan tinggi yang memberikan fleksibilitas bagi mahasiswa dalam proses pembelajaran. Sebagian besar perguruan tinggi kembali ke pola pembelajaran tatap muka dengan alasan belum terjaminnya mutu.

Studi yang dilakukan Xin Zhao dan Wenchao Xue dari Universitas Seffield pada 2022, menyebutkan adanya penolakan secara umum peralihan dari pembelajaran daring ke luring. Responden yang merupakan mahasiswa asing yang berkuliah di Inggris tersebut, menyebutkan peralihan membawa dampak secara psikologis, finansial, dan pengalaman belajar yang negatif. Apalagi selama pembelajaran secara daring, mahasiswa bergantung pada sumber daya digital.

Proses pembelajaran di pendidikan tinggi perlu mengakomodasi berbagai proses pembelajaran mulai dari tatap muka, jarak jauh termasuk daring, dan bauran atau kombinasi tatap muka dengan jarak jauh. Tentunya harus ada jaminan mutu terhadap proses pembelajaran yang dilakukan.

Hambatan lainnya dalam pembelajaran, belum semua perguruan tinggi menerapkan rekognisi pembelajaran lampau. Meski sejumlah perguruan tinggi menerapkannya, rekognisi pembelajaran lampau itu belum banyak dilakukan.

Seorang teman yang sudah bertahun-tahun bekerja sebagai jurnalis, misalnya, harus kembali mengambil mata kuliah dasar saat dia mengambil gelar kedua jenjang sarjana. Padahal pengalaman yang sudah dimilikinya ditambah dengan gelar sarjana yang sudah diraih, rasanya tak perlu lagi mengambil mata kuliah dasar lagi.

Ke depan, mahasiswa membutuhkan pembelajaran yang personal dan sesuai dengan kebutuhan karena setiap mahasiswa memiliki cara belajar dan keadaan yang juga berbeda.

Inovator pendidikan tinggi dari University Canada West, Dave Keighron, mengatakan saat ini dunia telah menjadi tempat pertemuan pribadi dan setiap individu memiliki preferensi yang juga berbeda. Oleh karenanya, dunia pendidikan perlu bergerak cepat dalam menghadirkan pembelajaran yang bersifat personalized.

Dari berbagai sumber, diketahui Kemendikbudristek telah mengujipublikkan peraturan baru yang mengatur transformasi standar nasional dan akreditasi pendidikan tinggi. Peraturan baru ini dirancang menjadi jawaban atas kebutuhan dunia pendidikan tinggi untuk beradaptasi lebih cepat.

Salah satu yang dinanti dunia pendidikan tinggi adalah aturan yang mentransformasi syarat kelulusan agar menjadi relevan dengan kebutuhan zaman. Kampus perlu menjadi fleksibel dalam menentukan tugas akhir bagi mahasiswa. Skripsi, misalnya, jangan dijadikan satu-satunya kewajiban untuk menyelesaikan pendidikan tapi bisa juga dalam bentuk tugas akhir lainnya seperti proyek. Pasalnya, tidak semua mahasiswa yang memiliki minat menulis karya ilmiah.

Percepatan pembelajaran juga perlu diberikan oleh pihak perguruan tinggi. Terutama bagi mahasiswa yang yang memiliki kemampuan luar biasa untuk dapat mengikuti pembelajaran mata kuliah, baik untuk jenjang magister, doktoral, dan juga pendidikan profesi guru. Tentunya setelah melewati mekanisme yang dikeluarkan oleh regulator.

Transformasi pada pendidikan tinggi tak bisa dilakukan sepotong-potong dan menyentuh satu aspek saja, namun harus dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi.

Pada sisa masa jabatannya, Mendikbudristek juga perlu mengatur perihal akreditasi yang sudah usang, agar insan pendidik dan tenaga kependidikan juga jangan terlalu banyak dibebankan pekerjaan administratif. Contohnya, proses akreditasi maupun perpanjangan yang menyita waktu, yang berakibat kewajiban utama Tri Dharma perguruan tinggi menjadi terganggu. Masalah ini juga diperkirakan akan ada dalam peraturan yang kabarnya segera diluncurkan.

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan perlu melakukan transformasi menyeluruh agar kampus dapat fleksibel dan fokus menjalankan kewajiban utamanya.

Dengan demikian transformasi di perguruan tinggi berjalan tidak setengah hati sehingga dampak dari perubahan tersebut betul-betul dirasakan banyak pihak. 







 

Copyright © ANTARA 2023