Dakar (ANTARA) - Gabon pada Kamis menunggu langkah junta militer selanjutnya setelah kemarin mereka menggulingkan pemerintahan Presiden Ali Bongo, menunjuk pemimpin baru dan menahan Bongo di kediamannya.

Junta Gabon mengumumkan pengambilalihan tersebut lewat televisi nasional Rabu (30/8) dini hari.

Mereka membatalkan hasil pemilu yang beberapa menit sebelumnya memberikan Bongo masa jabatan ketiga sehingga memperpanjang kekuasaan keluarganya selama 56 tahun.

Kudeta tersebut merupakan kudeta kedelapan yang terjadi di Afrika Barat dan Tengah sejak 2020, dan yang kedua – setelah Niger dalam beberapa bulan terakhir.

Sebagian besar kudeta terjadi di negara-negara berbahasa Prancis.
Baca juga: Yang perlu diketahui dari kudeta Gabon sejauh ini

Para perwira militer juga merebut kekuasaan di Mali, Guinea, Burkina Faso dan Chad, sehingga memupus demokratisasi sejak 1990-an dan membuat cemas negara-negara asing yang mempunyai kepentingan strategis di wilayah tersebut.

Gabon, salah satu anggota OPEC, adalah produsen minyak dan mangan utama. Presiden Ali Bongo mengambil langkah menyelamatkan hutan Gabon yang luas dan gajah yang terancam punah.

Namun popularitas Bongo memudar akibat korupsi, pemilu yang curang, dan kegagalan dalam membelanjakan pendapatan minyak Gabon untuk masyarakat miskin di negara tersebut.

Bongo mengambil alih kekuasaan pada 2009 setelah ayahnya, Omar, meninggal dunia. Sang ayah memerintah sejak 1967.

Ratusan orang merayakan intervensi militer di jalan-jalan ibu kota Libreville pada Rabu, sebaliknya PBB, Uni Afrika dan Prancis yang pernah menjajah Gabon serta menempatkan pasukan di sana, mengutuk kudeta tersebut.

Baca juga: Lima fakta Jenderal Nguema, pemimpin kudeta Gabon

Sumber: Reuters

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023