Potensi kerugiannya kini bisa lebih besar lagi. Akibat barang-barang palsu itu kita sudah rugi hampir Rp 50 triliun,"
Jakarta (ANTARA News) - Studi yang dilakukan Universitas Indonesia pada 2010 memberi gambaran kerugian akibat pemalsuan paten dan merek mencapai Rp43 triliun, kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi.

"Potensi kerugiannya kini bisa lebih besar lagi. Akibat barang-barang palsu itu kita sudah rugi hampir Rp 50 triliun," ujar Sofjan Wanandi selepas dialog Kepatuhan hak atas kekayaan intelektual (HAKI) di Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Selasa.

Menurut dia, peredaran barang yang melanggar paten itu mengurangi margin keuntungan pengusaha karena dijual lebih murah dan ternyata lebih laku. "Kerugian tidak hanya dialami oleh merek terkenal luar negeri, termasuk pula pengusaha lokal yang produk-produknya turut dibajak," kata dia.

Sofjan mendesak kepolisian tegas menyikapi fenomena ini. Sebab, dari kacamata pengusaha, aparat hukum sejak dulu tidak merasa pemberantasan barang melanggar paten adalah hal yang penting.

"Kami melihat HAKI dibawah Kementerin Hukum dan HAM seolah berdiri sendiri. Maka kita minta depdag menjaga pemalsuan dengan berbagai standar yang kita punya. Polisi juga harus jaga ini baik di film, musik dan sebagainya. Sebenarnya semua yang buat kreasi tidak dilindungi dan gampang dipalsukan," kata dia.

Ia melanjutkan polisi harus mengerti barang yang banyak dipalsukan di pasar. Jangan hanya karena ada laporan baru bergerak.

"Sebenarnya kepentingan dalam negeri jauh lebih besar untuk membuat ekonomi khususnya kelas menegah banyak yang bisa dibantu. Maka pertumbuhan ekonomi tidak perlu ikut serta barang-barang pemalsuan. Dan bagaimana kita bernegosiasi dan belajar dengan negara-negar lain yang mendukung pencegahan pemalsuan seperti Amerika Serikat," kata dia.

Sementara itu Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, beberapa jenis produk yang paling banyak dibajak atau dipalsukan adalah peralatan eletronik, alat rumah tangga, dan suku cadang.

Ia melanjutkan pemalsuan barang turut mempengaruhi nilai asli ekspor Indonesia. Ia mencontohkan dari ekspor Indonesia ke Amerika Serikat pada 2012 sebesar 15 miliar dolar AS, ada 10 persen komponen yang masuk kategori barang palsu.

"Kerugian di sisi kita, karena ada komponen, sekitar 10 persen yang hilang. Kalau ekspor USD 15 miliar, katakanlah kerugiannya Rp 15 triliun (setahun). Jadi kita lebih rugi dengan tidak menghormati HKI," ujar Bayu.

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013