Purwokerto (ANTARA News) - Ketua Komisi IV DPR RI Romahurmuziy menolak rencana pemerintah melakukan barter 200.000 ton pupuk dengan 500.000 ton beras dari Myanmar.

"Yang pertama dari sisi importasinya sendiri, Komisi IV menolak rencana importasi beras dari manapun karena berdasarkan proyeksi Aram (Angka Ramalan) I, Indonesia masih akan surplus lebih dari 3,5 juta ton tahun ini," katanya di Purwokerto, Senin.

Romahurmuziy mengatakan hal itu kepada wartawan usai memberikan Kuliah Umum "Membangun Kedaulatan Pangan - Bilakah Indonesia Bebas Impor Produk Pertanian?" di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.

Menurut dia, pemerintah pada tahun 2012 telah melakukan importasi hampir 1 juta ton yang dilaksanakan melalui negara Vietnam, Thailand, dan India.

"Kalau kita lihat esensi impor itu, dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan stok cadangan beras pemerintah. Namun yang terjadi sekarang adalah kebusukan yang terjadi di berbagai gudang Bulog karena menumpuknya stok," kata dia yang akrab dipanggil dengan sebutan Gus Romi.

"Kami meminta agar pemerintah  tidak melangsungkan importasi beras itu atas nama kerja sama bilateral apapun, baik dalam rangka ASEAN atau dalam kerja sama regional lainnya," paparnya.

Dia mengingatkan agar pemerintah konsisten dengan rencana surplus yang sudah ditetapkan.

Alasan kedua dalam penolakan impor beras yang disampaikan oleh Komisi IV, kata dia, Myanmar merupakan negara yang tidak menghargai perlindungan terhadap minoritas.

Dia menambahkan ini secara khusus kita bicara Myanmar. Etnis Rohingya dan beberapa warga muslim di Myanmar mengalami penindasan, kekerasan horizontal, dan pemerintah Myanmar tidak mampu mencegah hal itu terjadi atau terkesan membiarkan.

"Yang ketiga, barter dilakukan pupuk padahal regionalisasi pupuk yang dilakukan per 1 April ini juga menimbulkan kelangkaan pupuk di beberapa daerah, dan pada saat yang sama, pemerintah memutuskan eksportasi pupuk," katanya.

Gus Romi mengatakan jangan sampai keputusan pemerintah (melakukan ekspor pupuk.) justru memicu kelangkaan pupuk.

Kendati demikian, dia mengaku jika penolakan tersebut belum disampaikan secara resmi kepada pemerintah karena saat ini sedang memasuki masa reses.

(KR-SMT)

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013