Jakarta (ANTARA) - “Krisis krisis air air krisis, Krisis krisis air air krisis, Krisis krisis air air krisis,”  itulah sepenggal lagu dari grup band Slank.

Lagu berjudul "Krisis Air" ini menjadi pengingat bahwa air adalah salah satu aset berharga yang dimiliki manusia karena menjadi kebutuhan dasar. Lagu itu juga menggambarkan kondisi warga di RW 22 Blok Empang, Muara Angke, Jakarta Utara yang sering mengalami krisis air bersih hingga saat ini.

Di sepanjang garis pantai Jakarta Utara itu, bukan hanya menjadi saksi dari kelimpahan pasang surut air laut yang datang begitu saja sebagai akibat dari perubahan iklim, tetapi juga menderita dari krisis air bersih yang telah menghantuinya selama bertahun-tahun tanpa akhir.

Untuk kebutuhan sehari-hari, warga di kawasan tersebut hanya mengandalkan suplai dari jeriken air gerobak yang dijual secara keliling dan air dari sumur dengan kondisi air yang tidak jernih dan terkadang asin karena dekat dengan pesisir Jakarta.

“Permasalahan akses air bersih di sini sudah berlangsung selama tahunan,” kata Oni, wanita paruh baya yang sehari-hari bekerja sebagai pengupas kulit kerang hijau.

Belasan hingga puluhan jeriken air tertata di luar rumah para warga Blok Empang RW 022, Muara Angke, Jakarta Utara. Jeriken-jeriken usang berwarna biru tua itu sebagian baru diturunkan oleh penjual air gerobak yang melewati rumah-rumah warga.

Seorang nelayan kerang hijau Udin, mengungkapkan bahwa ia selalu membeli air bersih dari pedagang keliling untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

“Seharinya bisa habis lima galon air bersih, untuk memasak dan minum, kalau mandi dan nyuci saya biasanya pakai air sumur” ujar Udin.

Baik Oni maupun Udin berserta warga di kawasan tersebut harus membeli air bersih karena sumur resapan yang berada di kawasanya memiliki kualitas air yang buruk dan tak layak konsumsi sebab bercampur dengan tanah bekas galian dan terdapat banyak kutu air. Hal itu membuat warga terpaksa menggunakan air sumur untuk mandi meskipun selalu merasakan sensasi gatal tiap selesai mandi.

“Air dari sumur resapan berbau menyengat, berminyak, asin. Banyak warga yang terkena penyakit kulit gatal-gatal,” ungkap Udin.

Badan Geologi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral menyatakan bahwa 80 persen air tanah di wilayah Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta tidak memenuhi standar Menteri Kesehatan No. 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Di mana Jakarta bagian utara merupakan wilayah terparah di mana secara umum CAT air tanahnya mengandung unsur Fe (besi) dengan kadar yang tinggi serta kandungan Na (Natrium), Cl (Klorida), TDS (Total Dissolved Solids) dan DHL (Daya Hantar Listrik) yang tinggi akibat adanya pengaruh dari intrusi air asin.

Selain masalah air bersih, terdapat masalah lain yang membuntuti warga Muara Angke. Warga merasakan borosnya biaya hanya untuk mendapatkan air bersih, sementara pekerjaan mereka umumnya hanyalah nelayan, pengupas kerang, pedagang asongan atau kuli harian.

Dalam satu bulan, warga Muara Angke harus mengeluarkan uang sekitar Rp300 ribu-Rp400ribu hanya untuk memanfaatkan air jeriken seharga Rp5.000 per jeriken.

Salah satu penjual air bersih keliling, Rizal mengatakan dalam sehari mampu mengangkut 40 jeriken air untuk dijajakan kepada warga Muara Angke.

“Biasanya kalau lagi ramai bisa dapat Rp200 ribu tapi kalau sepi paling Rp150 ribu,” ungkap Rizal yang berdagang air bersih mulai pukul 04.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.

Peliknya persoalan akses air bersih di kawasan tersebut sebenarnya sudah menjadi perhatian lama pemerintah setempat. Pihak Kelurahan Pluit tengah mengupayakan pipanisasi air agar tersambung dengan aliran air dari PAM Jaya.

“Kami sudah rapat terus intens dengan pihak PAM dan kami akan usahakan secepat mungkin mengenai jalur pipa di Muara Angke,” kata Sekretaris Lurah Kelurahan Pluit Muhamad Djahruddin.

Penyediaan instalasi air bersih menjadi harapan utama warga yang menginginkan kemampuan untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak dan terhindar dari kesulitan air bersih yang mereka alami saat ini.

Percepatan pipanisasi 

 Perumda Air Minum (PAM) JAYA pada November 2022 lalu telah membangun tujuh kios air di kawasan RW 22 Blok Empang, Muara Angke yang mampu menyuplai air bersih sekitar 84.000 liter setiap hari. Kios air tersebut merupakan solusi sementara untuk mengatasi permasalahan air bersih di wilayah tersebut yang hingga nantinya akan dilakukan pipanisasi.

PAM Jaya sendiri telah memutuskan untuk meningkatkan kecepatan dalam pemasangan 19 ribu sambungan pipa air baru guna memperluas cakupan pelayanan pasokan air di wilayah DKI Jakarta.

Meskipun PAM Jaya belum dapat merinci lokasi-lokasi yang akan mendapat prioritas aliran air bersih tersebut. Namun, perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov DKI Jakarta itu mencatat bahwa terdapat beberapa wilayah di DKI Jakarta telah tidak memungkinkan lagi untuk menggali air tanah sehingga diperlukan percepatan pipanisasi.

Hingga saat ini, PAM JAYA telah berhasil memasang lebih dari 960 ribu sambungan pipa air. Dengan penambahan 19 ribu sambungan pipa air yang dijadwalkan hingga Agustus 2024, total sambungan pipa air yang siap digunakan untuk melayani penduduk Jakarta akan mencapai sekitar 980 ribu.

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono berjanji untuk terus mengawal percepatan pemenuhan air bersih melalui jaringan perpipaan di Jakarta untuk mengurangi ketergantungan air tanah.

"Dengan terwujudnya akses air bersih dengan baik bagi seluruh lapisan masyarakat Jakarta, maka kedaulatan air di Jakarta akan terjaga dari waktu ke waktu," kata Heru.

Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah daerah membuat kebijakan subsidi untuk menumbuhkan kepedulian agar masyarakat memahami pentingnya air bersih dalam kehidupan.

Kebijakan subsidi, kata dia, dilakukan untuk mendukung program peningkatan layanan air bersih bagi warga Jakarta sebagai hak dasar warga daratan Jakarta maupun Kepulauan Seribu.

Pemerintah juga menyiapkan sistem penyediaan air minum (SPAM) dengan total investasi Rp23,80 triliun dari tahun 2023 sampai 2027. Rincian SPAM yang dibangun adalah Jatiluhur I sebesar Rp2,10 triliun, area Kanal Banjir Timur dan Karian-Serpong yakni area Semanan dan Pegadungan untuk tahap dua pada 2023-2027 sebesar Rp13,8 triliun.

Selanjutnya, SPAM internal DKI Jakarta kawasan hulu dan hilir di Buaran III dan Pesanggrahan-Ciliwung sebesar Rp8,32 triliun pada 2023-2027.

Dengan demikian, jika program itu berjalan maka warga di pesisir Jakarta bisa mendapatkan akses air bersih, menghemat perekonomian rumah tangga yang selama ini terpakai untuk membeli air jeriken dan turut menjaga kelestarian lingkungan hidup karena penggunaan air tanah menjadi berkurang setelah masyarakat beralih ke air perpipaan.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023