Palangka Raya (ANTARA News) - Kementerian Perumahan Rakyat mengungkapkan realisasi pembangunan rumah bersubsidi dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk masyarakat berpenghasilan rendah hingga April 2013 mencapai 25 persen.

"Dari 120.000 unit rumah yang ditargetkan dibangun tahun 2013 dengan FLPP, terealisasi sekitar 30.000 unit rumah," kata Staf Ahli Menteri Perumahan Rakyat Syarief Burhanuddin di Palangka Raya, Minggu.

Menurut dia masih terbuka peluang bagi pengembang perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan dana subsidi FLPP tersebut.

Tahun 2013, pemerintah menganggarkan Rp6 triliun lebih untuk membantu subsidi pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

"Dana FLPP ini sebaiknya segera dimanfaatkan oleh para pengembang, jangan sampai mengendap di bank," kata Syarief.

Ia menambahkan saat ini sebagian besar dana FLPP yang belum dimanfaatkan masih mengendap di bank.

Dana FLPP tersebut, lanjut dia, sebaiknya dimanfaatkan untuk jasa kontruksi atau untuk kredit konstruksi sehingga dapat menurunkan biaya konstruksi dan menurunkan harga rumah.

Menurut dia, FLPP disediakan pemerintah untuk membantu pengembang membangun perumahan murah dan layak huni bagi masyarakat. Dalam hal ini diberlakukan suku bunga tetap sebesar 7,25 persen sepanjang masa kredit dan uang muka yang ringan.

Dalam penetapan harga rumah tersebut, pemerintah mengkategoriskan wilayah menjadi empat bagian sesuai kondisi dan karakter masing-masing. Kalimantan sendiri masuk dalam wilayah II dengan ketentuan harga rumah maksimal Rp95 juta, minimal uang muka 10 persen dari harga serta nilai KPR maksimal Rp85,5 juta.

Syarif menilai, permasalahan yang dihadapi Kalimantan terkait pengembangan perumahan umumnya sama dengan wilayah lainnya di Indonesia. Khususnya masalah tanah, penetapan tata ruang selalu menjadi kendala karena tidak ada kejelasan.

Selanjutnya penetapan harga rumah yang berbeda setiap wilayah, kata dia, itu wajar karena adanya perbedaan karakter dimasing-masing daerah. Salah satu yang berpengaruh adalah perbedaan harga bahan bangunan.

"Diperkirakan harga bangunan akan terus naik, terutama menjelang rencana kenaikan harga BBM sebentar lagi, diperkirakan nanti harga bahan bangunan juga naik antara 10 hingga 15 persen," katanya.

Terkait ketidakjelasan rencana tata ruang dan wilaya di beberapa daerah, Syarif menganggap sebagai sebuah dilema. Menurut dia hal ini seharusnya sudah rampung paling lambat dua tahun sejak undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang tata ruang diterbitkan pemerintah.

Pewarta: Osten Siallagan
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013