Jakarta (ANTARA) - Tampaknya lagu "Nenek Moyangku" ciptaan Ibu Sud yang suka dinyanyikan masyarakat Indonesia sedari kecil dapat menggambarkan betul, betapa besarnya kekayaan laut Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan.

Awalnya, ketentuan Territoriale Zee en Marietieme Kringen Ordonantie (TZMKO) tahun 1939 menyatakan bahwa luas wilayah nasional kita hanya 2.027.087 km2 dan terpisah-pisah.

Namun seperti yang diharapkan dari bangsa yang melahirkan pejuang ini, para pendahulu terus berupaya melakukan diplomasi politik dalam skala global, untuk menggugat TZMKO lewat Deklarasi Djuanda di tahun 1957.

Sampailah pada Konferensi Hukum Laut XII tahun 1982, bangsa kita berhasil memperoleh pengakuan dunia, kalau luas wilayah nasional menjadi 5.193.250 km2. Para pendiri bangsa ini, bahkan juga berhasil memperluas wilayah perairan nasional menjadi 6,4 juta km2 sampai saat ini.

Luas wilayah perairan nasional tersebut dapat dibuktikan dari data Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang menyebut, terdapat banyak sekali kehidupan bahari yang ikut tumbuh bersama masyarakat.

Bangsa kita memiliki habitat mangrove seluas 3,3 juta hektare, habitat terumbu karang seluas 2,5 juta hektare, hingga hampir 300 ribu hektare padang lamun. Luasnya habitat tersebut telah menjadi rumah bagi ribuan spesies ikan, ratusan jenis karang, mangrove, serta puluhan jenis lamun.

Sumber daya laut itu kemudian menjadi komoditas yang amat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat di 281 kabupaten/kota dan lebih dari 12 ribu desa yang berada di daerah pesisir berdasarkan catatan administratif Kementerian Kelautan dan Perairan (KKP).

Hal itu membuat pendapatan Domestik Bruto (PDB) maritim berkontribusi sebesar 7,6 persen terhadap PDB nasional pada tahun 2021, dengan menghitung 12 sektor industri maritim yang memanfaatkan ruang dan sumber daya laut secara ekstraktif dan non-ekstraktif.

Hanya saja, laut Indonesia kini membutuhkan perhatian serius, terkait banyaknya aktivitas manusia yang berpotensi besar menyebabkan kerusakan dan berdampak pada kesehatan laut kita. Misalnya, kecelakaan tabrakan kapal sampai tumpahnya minyak atau limbah yang secara sembarangan dibuang oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menggambarkan, seakan Deklarasi Djuanda yang diperjuangkan para pendahulu semakin ditinggalkan. Seiring berjalannya waktu, anak-anak negeri lebih menitikberatkan pembangunan dan penataan ruang wilayah nasional sejak era 1980 hingga 1990-an pada wilayah daratan, dengan cara pandang internalitas.

Pensiunan jenderal bintang empat mengingatkan kalau Indonesia dilahirkan sebagai poros maritim dunia yang letaknya sangat strategis karena dihimpit langsung oleh dua samudera besar, yakni Pasifik dan Hindia.

Baik Luhut maupun Trenggono sama-sama menilai, untuk dapat menjaga keanekaragaman hayati yang ada dan melindungi laut yang sehat, tata kelola ruang laut yang tangguh dan dapat diandalkan menjadi hal yang amat penting.

Selain itu, dibutuhkan pula instrumen yang mampu mengawasi, mengukur kualitas serta integritas ekonomi guna mendukung ekonomi maritim yang berkelanjutan. Melalui Peraturan Presiden RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia, pemerintah telah mencanangkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Dengan demikian, setiap pihak terkait perlu bekerja keras menjaga potensi sumber daya maritim bagi kemakmuran, keberlanjutan, dan kedaulatan bangsa, termasuk mewujudkan Tanah Air sebagai jalur dan poros penting pelayaran, telekomunikasi, dan energi bagi dunia.

Kita telah diwarisi landasan visional bangsa yang begitu istimewa, dan kita telah pula memiliki modal besar dan posisi strategis yang lebih dari cukup untuk membangun kekuatan maritim baru. Maka tidak ada lagi toleransi atas keterlambatan dan ketertinggalan yang kita alami hingga saat ini.


Perketat pengelolaan

Guna menjaga kedaulatan perekonomian maritim yang berkelanjutan, pemerintah kemudian menempuh berbagai cara dari pengetatan perizinan melalui regulasi hingga penggunaan teknologi canggih untuk memantau penggunaan ruang laut.

Berangkat dari regulasi, langkah-langkah sistematis dalam penataan ruang laut sudah dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Terintegrasi, maupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 sebagai bekal utama dan sekaligus blueprint menuju kedaulatan dan kejayaan maritim Indonesia.

Kemudian Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta pelaku kegiatan laut untuk memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), yakni sebuah persyaratan dasar yang harus dimiliki para pelaku kegiatan yang menetap di ruang laut, baik dalam kegiatan berusaha maupun non-berusaha, yang berlaku dua tahun sejak diterbitkan.

KKPRL berguna sebagai pemantau berjalannya kegiatan dan meminimalisir terjadinya suatu konflik antarpengguna ruang laut, sesuai dengan aturan yang berlaku.

Dengan demikian kesehatan laut Indonesia tetap terjaga tanpa adanya perusakan ekosistem laut dan ekonomi melalui sektor kelautan bisa terus tumbuh. Pendaftaran KKPRL bisa diajukan melalui aplikasi OSS dan mengikuti serangkaian proses sampai permohonan pendaftar disetujui atau menghubungi hotline pelayanan KKPRL melalui nomor 0877-6225-0001 untuk informasi lebih lanjut.

Lebih lanjut Kementerian Kelautan dan Perikanan sedang menyiapkan dua perangkat kunci bagi pengelolaan ruang laut, yang dinamai dengan ocean big data dan ocean big accounting.

Ocean big data merupakan sebuah perangkat berbasis teknologi pesisir laut dan udara yang menggunakan bantuan radar, sensor-sensor guna mengukur kualitas perairan dan laut, drone bawah air, drone udara dan nano satelite untuk memetakan aktivitas yang terjadi di laut, serta kondisi laut dan habitatnya.

Pengumpulan data dalam perangkat yang sedang dikembangkan itu juga dibantu oleh aplikasi Penangkapan Ikan Terukur Secara Elektronik (e-PIT), yang datanya bisa dikirimkan secara daring guna menghindari kecurangan penyampaian data hasil tangkapan nelayan.

Berdasarkan teknologi tersebut dan  kecerdasan buatan, ocean big data akan terwujud, serta kondisi pesisir dan laut diperbarui secara reguler yang dapat menjadi sistem pendukung pengambilan keputusan, dalam membantu pengelolaan dan pemantauan sumber daya ekosistem pesisir dan laut secara kontinu.

Nantinya, segala bentuk data yang terkumpul akan dimasukkan ke dalam perangkat ocean accounting atau neraca laut berupa sebuah sistem bagi data spasial dan non-spasial yang terintegrasi dan mampu memberikan informasi kekayaan laut Indonesia beserta neracanya dalam kurun waktu tertentu.

Pengembangan neraca laut diharapkan dapat mengukur semua kegiatan pemanfaatan ruang laut, pencemaran dan kerusakan dengan upaya pelestarian konservasi, rehabilitasi, dan restorasi sebagai penambah kekayaan laut Indonesia.

Hal itu, termasuk memprediksi dampak dari seluruh perizinan pemanfaatan laut terhadap kondisi, kualitas, dan fungsi ekonomi laut secara jangka menengah dan panjang.

Informasi yang ada dalam kedua perangkat bisa dimanfaatkan oleh pemerintah daerah hingga sektor industri untuk kepentingan pemanfaatan ruang laut dan memastikan kinerja ekonomi maritim dapat dinilai secara lebih objektif.

Kualitas pembangunan kelautan kita dapat dilihat dari dampaknya terhadap neraca sumber daya laut sebagai upaya kita menjaga ekologi laut. Dengan demikian, implementasi kebijakan ekonomi biru dapat terus menyediakan barang dan jasa bagi kebutuhan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.

Sementara yang terbaru, lewat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelagic and Island States (AIS) Forum 2023, Asisten Deputi Delimitasi Zona Maritim dan Kawasan Perbatasan Kemenko Marves Sora Lokita mengatakan pemerintah bakal bertukar pikiran bersama partisipan forum untuk menambah ilmu terkait pengembangan ekonomi biru.

Sejumlah pengetahuan yang ingin dipelajari, seperti pengembangan teknologi perikanan, budi daya kelautan, perlindungan laut, dan pariwisata berkelanjutan.

Diharapkan KTT AIS Forum bisa menghasilkan sebuah kesepakatan nyata dalam membangun fondasi kerja sama yang lebih kuat bersama negara kepulauan lainnya di masa mendatang.

Dalam memperingati Hari Maritim Nasional yang jatuh pada tanggal 23 September 2023 ini, sudah menjadi kewajiban kita, sebagai bangsa dengan kekuatan maritim yang sangat adidaya untuk memberdayakan dan menjaga wilayah perairan dari permukaan hingga kerak di dalamnya.

Tugas besar dari nenek moyang harus terus dijalankan oleh kita, anak cucunya yang tumbuh dan hidup bersama laut.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023