Jakarta (ANTARA) - Para pedagang yang berjualan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, menyambut baik keputusan pemerintah yang melarang perniagaan di social commerce seperti Tiktok Shop karena dinilai dapat menghambat penjualan UMKM konvensional.

"Kalau lanjut begini terus hancur karena penjualan jangka panjang tidak ada," kata Erdi pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang Blok B di Jakarta, Rabu.

Erdi menyambut baik larangan jualan di Tiktok Shop karena penjualan melalui platform social commerce itu menimbulkan persaingan tidak sehat bahkan harga yang ditawarkan lebih murah sehingga pedagang di Tanah Abang dan pasar tradisional lainnya menjadi kalah bersaing.

Erdi mengaku sudah lama menjalani usaha di Pasar Tanah Abang, akan tetapi kondisi sekarang menjadi yang terburuk selama ia berjualan, dan bahkan lebih susah dari pada waktu pandemi COVID-19. Menurutnya, Tiktok Shop maupun e-commerce lain membuat para pedagang khususnya UMKM menjadi sangat sulit bersaing meskipun mereka sudah mencoba berjualan secara daring.

"Kalau dilarang sangat setuju. Karena sejak adanya e-commerce ditambah lagi dengan Tiktok sangat terasa sekali. Saya juga ikut ke platform digital itu, tapi bertahan hanya beberapa bulan saja. Selebihnya kalah dengan pemodal lebih besar," tuturnya.

Erdi mengatakan, pemerintah seharusnya memberikan aturan yang jelas, supaya bisa melindungi pelaku UKM. Kalau pun nantinya tidak bisa dilarang seharusnya ada pembatasan transaksi, sehingga tidak ada monopoli dari salah satu toko daring.

"Sekarang lihat saja, di 'e-commerce' juga banyak yang memonopoli, sehari bahkan bisa melayani hingga 1.000 piece. Harusnya ada pembatasan maksimal transaksi, agar semua toko daring dapat jatah," ujarnya.

Sama dengan Erdi, pedagang lainnya Nandar juga menyatakan lebih baik ketika pemerintah sudah melarang, akan tetapi ia masih ragu apakah regulasi itu akan berdampak positif bagi para pedagang atau tidak.

"Kalau di Tiktok shop dampak negatifnya lebih besar dari pada positif. Jadi lebih baik dilarang saja," katanya.

Nandar mengaku setelah adanya gempuran pasar daring dan ditambah Tiktok Shop pendapatannya menurun drastis. Bahkan yang biasanya sehari bisa melayani 20 kodi, sekarang satu kodi pun terasa susah.

"Seminggu kadang hanya menjual satu kodi. Padahal sebelum lebaran biasanya bisa menjual hingga 20 kodi," tuturnya.

Di sisi lain, Zulaikha selaku pedagang mengaku lebih mudah berjualan dengan Tiktok Shop. Kendati demikian, ia meminta agar ada pelatihan berjualan daring agar bisa bersaing dengan pedagang lainnya.

"Tiktok Shop ini membantu sekali. Kami sadari zaman sudah berganti, jadi harus melek teknologi juga," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pelarangan berjualan di platform Tiktok shop semata untuk menciptakan persaingan dagang sehat.

Sehingga kata Mandag Zulhas, adanya revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 yang telah disahkannya dibuat, agar tidak ada ketimpangan dalam kegiatan jual beli secara daring dengan luring.

Baca juga: DJP: TikTok setor pajak sebagai PPN PMSE

Baca juga: Bahlil: Izin TikTok sebagai media sosial, bukan untuk berjualan

Baca juga: TikTok tanggapi aturan terbaru soal "social commerce"



 

Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2023