RUU PPP sudah selesai dibahas pasal demi pasal dan saat ini memasuki tahap sinkronisasi. Pada Juni mendatang diharapkan sudah disahkan,"
Jakarta (ANTARA News) - Rancangan Undang Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (RUU PPP) mengakomodasi usulan agar petani gurem mendapat asuransi pertanian.

"RUU PPP sudah selesai dibahas pasal demi pasal dan saat ini memasuki tahap sinkronisasi. Pada Juni mendatang diharapkan sudah disahkan," kata Ketua Panitia Kerja RUU PPP, Herman Khaeron, pada diskusi "Legislasi: RUU PPP" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian Kementerian Pertanian Momon Rusmono serta Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih.

Menurut Herman, setelah RUU PPP disahkan dan diundangkan, maka nasib petani gurem yakni petani yang menggarap lahan maksimal dua hektare akan lebih baik, yakni mendapat perlindungan asuransi pertanian.

Skema asuransi pertanian yang sudah disusun dalam RUU PPP, menurut dia, meliputi perlindungan terhadap gagal panen akibat bencana alam, serangan organisme pengganggu tanaman, wabah penyakit hewan menular, perubahan iklim, program pemerintah dan/atau pemerintah daerah, serta risiko lainnya.

"RUU ini juga mengamanahkan kepada BUMN dan/atau BUMD bidang asuransi untuk melaksanakan asuransi pertanian tersebut, yang pembayaran preminya disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara," kata Herman.

Politisi Partai Demokrat ini menambahkan, para petani gurem juga
akan diberikan kemudahan pendaftaran dan akses terhadap program asuransi tersebut, sekaligus mengingatkan pemerintah untuk menghapus berbagai pungutan yang membebani mereka.

Sementara itu, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih mengatakan, RUU PPP banyak membantu petani gurem sehingga patut diapresiasi.

Namun ia mengkhawatirkan, pemerintah justru tidak bisa melaksanakan hal-hal yang diamanahkan RUU tersebut, karena harus ada klausul yang lebih tegas agar pemerintah melaksanakannya.

Dalam RUU tersebut, kata Henry, ada beberapa hal yang perlu dikritisi seperti definisi tentang petani, serta batas maksimal luas lahan garapan petani.

Henry juga mengkritisi, agar klausul dalam RUU tersebut menyatakan lebih tegas soal perlindungan lahan pertanian bagi petani sehingga tidak berpindah ke pihak lain.

Apalagi, kata dia, lahan pertanian di daerah tambang dan pariwisata, kebutuhan lahannya sangat tinggi, sehingga perlu ada sinkronisasi dengan undang-undang lain, seperti UU Lahan untuk Pembangunan.

(R024/T007)

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013