Cirebon (ANTARA) - Kamis (28/9), sekira pukul 15.30 WIB, puluhan turis asing dari berbagai negara tiba di Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat. Kedatangan mereka disambut sejumlah seniman yang mementaskan kesenian Ronggeng Bugis.

Dalam budaya Cirebon, tarian tersebut menjadi bagian dari kesenian adat keraton untuk menghibur penonton dan pada kesempatan itu, wisatawan mancanegara (wisman) dibuat takjub.

Kulit para turis memerah, karena cuaca sore itu cukup terik dengan suhu mencapai 36 derajat Celcius. Namun panasnya tak mengurangi gairah mereka tetap menyaksikan atraksi seni tersebut.

Puluhan warga asing itu merupakan rombongan penumpang kapal pesiar mewah, yang datang ke Indonesia untuk mempelajari dan mengenal budaya di daerah yang dikunjungi.

Untuk Kota Cirebon, merupakan kali kedua turis mancanegara singgah di Kota Udang (julukan Cirebon) itu. Kegiatan serupa pernah dilakukan pada 28 Agustus 2023.


Pesona Cirebon

Kembali ke wisman, saat melihat pementasan, mereka menyiapkan kamera lalu membidik para seniman itu dengan lensa.

Jepretan kamera profesional terdengar, kemudian riuh tepuk tangan menyusul sebagai bentuk apresiasi bagi penampilan seniman Cirebon.

"Kesan pertama saya di sini (Cirebon), budayanya unik seperti memiliki tarian yang luar biasa dengan kostum beragam dan variasi gerakan, itu membuatnya menjadi sangat istimewa," ujar Phil Chaon, salah satu wisman asal Amerika Serikat, saat berbincang dengan ANTARA.

Mata Chaon begitu awas, mengamati setiap gerakan para seniman itu, meski butir keringat terlihat mengumpul di dahinya.

Pria yang berprofesi sebagai penulis itu begitu terkesima dan tersanjung atas sambutan yang diberikan masyarakat Cirebon. Terlebih ia sudah 10 kali datang ke Indonesia.
Para wisatawan mancanegara tiba di Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, Kamis (28/9/2023), yang langsung disambut hangat oleh masyarakat setempat. (ANTARA/Fathnur Rohman)

Chaon bercerita, ada satu hal yang melekat dalam ingatannya saat kapal pesiar mewah membawanya memasuki perairan Cirebon.

Gunung Ciremai, sebuah ancala agung yang begitu disakralkan masyarakat Sunda di Cirebon dan sekitarnya langsung terbersit dalam benak Chaon.

Penampakan gunung tertinggi di Jawa Barat itu sangat jelas bila dilihat dari laut Cirebon.

Pada rangkaian ekspedisi wisata kali ini, ia menyimpulkan bahwa masyarakat di Kota Cirebon sangat ramah ketika menyambut rombongannya. Bagi dia, sepertinya semua orang sudah mempersiapkan banyak hal.


Belajar budaya

Hampir 45 menit wisman menghabiskan waktu di Pelabuhan Cirebon. Setelah penyambutan, rombongan itu melanjutkan kegiatannya.

Memakai bus wisata, rombongan itu langsung menuju Pendopo Bupati Cirebon dengan melewati rute kota tua.

Perlu diingat di kawasan kota tua atau sekitar 950 meter dari pelabuhan, berdiri sebuah gedung yang menjadi saksi bisu kejayaan industri di Kota Cirebon pada puluhan tahun silam.

Kehadiran gedung bergaya art deco itu setidaknya telah menarik perhatian wisman saat menunggu perjalanan ke pendopo. Bangunan itu seakan membawa mereka kembali pada masa lampau kala Kota Udang mencapai puncak kejayaannya.

Ketua Yayasan Umah Leluhur Keraton Kacirebonan Evelyn menjelaskan dalam ekspedisi wisata itu terdapat 75 wisman dari 10 negara yang datang ke Cirebon, untuk mengenal lebih dekat keragaman budaya dan tradisi di kota tersebut.

Di Pendopo Bupati Cirebon, pertunjukan tari Rampak Topeng serta berbagai kesenian unik disuguhkan.

Mayoritas turis itu sangat menikmati atraksi kesenian, bahkan tidak sedikit dari mereka saling berinteraksi dengan para seniman tanpa rasa canggung sedikitpun. Mereka semua merasa enjoy dan merasa senang.

Sebagian wisman memilih berbelanja ke pusat pameran UMKM dengan berbagai produk, seperti topeng, batik, tas, dan lainnya untuk dibeli sebagai cendera mata dari Cirebon.

Pemerintah daerah memperkenalkan tiga topeng Cirebon, yakni Kelana, Samba, dan Tumenggung. Ssemua itu disuguhkan untuk memberikan pelayanan yang baik kepada mereka.
Sejumlah turis asing tiba di Pendopo Bupati Cirebon, Jawa Barat pada Kamis (28/9/2023). Sebagian dari mereka menyempatkan waktu melihat dan mempelajari berbagai kesenian khas Cirebon. (ANTARA/Fathnur Rohman)

Melalui pentas kesenian itu diharapkan agar Kita Cirebon semakin dikenal luas ke mancanegara, selain untuk wisatawan domestik.
​​​
Dengan demikian warga asing semakin banyak yang tahu bahwa Indonesia kaya dengan beragam budaya.

Andrew, wisman asal Australia, menyampaikan ekspedisi yang dilakukan rombongannya bertujuan mengelilingi dunia sembari mengenal alam serta mempelajari tempat, kebiasaan dan budaya di daerah yang disinggahi.

Di Cirebon, Andrew menemukan banyak keunikan budaya yang belum pernah dilihat. Namun karena keterbatasan waktu dan padatnya agenda ekspedisi itu, upaya eksplorasi Kota Cirebon tidak bisa dilakukan lebih jauh lagi.

Andrew baru pertama kali mengunjungi Cirebon dan Pulau Jawa. Karena itu, ia berharap dapat datang kembali untuk belajar lebih banyak tentang orang-orang Indonesia yang sangat hangat dan juga beragam budaynya.

Dalam waktu dekat ia tertarik menjajal kekayaan kuliner Nusantara yang tersohor akan kelezatannya. Entah Cirebon atau daerah lain di Indonesia.

Pengembangan objek wisata

Kesan positif yang disampaikan Chaon dan Andrew, setidaknya menjadi bukti bahwa wisman sangat tertarik untuk mengenal budaya serta tradisi di Kota Cirebon.

Jika ditarik mundur ke belakang, Cirebon atau dalam bahasa Belanda disebut Tjirebon (Cheribon) tersohor sebagai pusat penyebaran agama Islam di Tanah Pasundan.

Di samping itu sejumlah arsip dan literatur sejarah pun merekam kota seluas 37,358 km² itu dianggap menjadi daerah penting bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Selain gedung tua yang sudah disinggung di awal, Pelabuhan Cirebon yang menjadi lokasi persinggahan wisman, dulunya dibangun oleh Belanda untuk mendukung industri petikemas hingga pengangkutan batu bara.

Bangunan-bangunan yang didirikan Belanda pada 1865 itu masih berdiri kokoh sampai sekarang, sehingga keberadaannya dianggap sebagai salah satu harta karun sejarah yang perlu dimanfaatkan.

Bagi Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Cirebon, pengembangan pelabuhan itu untuk ditata menjadi kawasan wisata heritage sedang berjalan.

Komitmen untuk mewujudkan hal itu sudah diperkuat kembali dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) pada Selasa (26/9), yang mengakomodir gagasan dari lapisan masyarakat, pemerintah daerah dan BUMN terkait pembenahan serta penataan pelabuhan tersebut.

Ada beberapa hektare yang disiapkan untuk mengembangkan wisata, ada juga bangunan bersejarah.

Konsep pariwisata dengan menonjolkan keunikan budaya, sejarah dan kentalnya nuansa religi di Kota Cirebon juga diamini oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) setempat.

Kunjungan wisman adalah momentum bagi Pemkot Cirebon untuk kembali mengembangkan potensi pariwisata berbasis sejarah lokal.

Kota Cirebon menawarkan paket komplit untuk historical tourism. Sebut saja, empat keraton yang terdiri dari Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan, dan Kaprambonan.
Beberapa turis asing memadati pusat pameran produk UMKM untuk membeli barang tersebut sebagai cindera mata dari Kota Cirebon. (ANTARA/Fathnur Rohman)

Bagi wisatawan Eropa, Kota Cirebon bisa menjadi lokasi untuk mengenang leluhur mereka. Peninggalan kolonial, kerajaan dan yang bercorak religi ada di sini.

Optimalisasi wisata sejarah di Cirebon sudah dilakukan sejak dulu dan sekarang. Hasilnya sampai Agustus 2023 terdapat 2.297.703 orang yang berwisata di Kota Cirebon, baik itu turis domestik maupun mancanegara.

Data itu menunjukkan Kota Cirebon tetap menjadi primadona di kalangan wisatawan. Artinya kendati luas wilayahnya kecil, kalau berbicara budaya, tradisi, dan sejarahnya, maka daerah itu begitu kaya.

Sebagai contoh, Kota Cirebon memiliki 20 produk kebudayaan yang sudah ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda (WBTB). Kemudian ada pula 61 cagar budaya, 42 objek diduga cagar budaya dan 236 karya budaya.

Ke depan, Disbudpar Kota Cirebon merancang konsep kampung wisata guna mendongkrak kunjungan turis di daerahnya.

Semua itu menjadi bukti Pemkot Cirebon telah melaksanakan program untuk melindungi karya budaya, sekaligus menghargai produk karya leluhur. Tentu semua upaya pemerintah itu memerlukan dari semua lapisan masyarakat.


 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023