Jakarta (ANTARA) - Perusahaan bidang manufaktur plastik berbahan alami, Greenhope, menggandeng sejumlah pihak, mulai dari komunitas UMKM hingga Masjid Istiqlal untuk membentuk ekosistem pengelolaan sampah.

Penandatanganan komitmen kerja sama tersebut dilakukan di Jakarta, Senin, antara Greenhope bersama Gerakan Pasti (Plastik Akal Sehat untuk Indonesia), Komunitas UMKM Naik Kelas, Masjid Istiqlal dan perusahaan rintisan (startup) pengelolaan sampah, Jubelo.

Kerja sama tersebut merupakan bentuk dari implementasi ekosistem pengelolaan sampah mulai dari kampanye perubahan perilaku untuk bijak mengelola sampah.

"Penyediaan material plastik mudah terurai bagi UMKM dan Masjid Istiqlal hingga pengelolaan sampah organik dan anorganiknya," kata Co-Founder dan Chief Executive Officer (CEO) Greenhope, Tommy Tjiptadjaja dalam acara silaturahmi ekosistem hijau di Jakarta.

Pada 2018, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Luhut B Pandjaitan menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk bisa mengurangi 70 persen sampah plastik di laut pada tahun 2025.

Baca juga: Sudin LH Jakbar sosialiasi pengurangan penggunaan plastik di sekolah

Komitmen tersebut dipertegas dengan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) 83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut.

Namun, pada tahun ini komitmen tersebut baru tercapai sebesar 35,36 persen sehingga perlu kolaborasi semua pihak terkait untuk berperan lebih optimal.

Tommy menilai bahwa dengan kondisi darurat sampah seperti saat ini, bukan lagi saatnya untuk para pihak terkait saling menyalahkan.

Ia pun mengajak semua pihak baik dari kementerian/lembaga, pemerintah pusat dan daerah, industri swasta, lembaga swadaya masyarakat, investor hingga masyarakat umum untuk berkontribusi mengurangi sampah dari kompetensi yang dimiliki.

Dalam kesempatan itu, Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi Rofi Alhanif mengatakan, pemerintah mewajibkan produsen untuk mengurangi timbulan sampah baru dengan menggunakan material plastik yang mudah terurai.

Selain itu, produsen juga diwajibkan mengambil kembali produk hasil pakai yang ada di konsumen (Deposit Return System) menggunakan ulang plastik dari konsumen untuk digunakan sebagai produk/kemasan yang sama atau untuk fungsi lain.

Baca juga: Ondel-ondel dari botol bekas membawa berkah

Direktur Industri Kimia Hilir Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Saiful Bahri mengatakan, industri plastik nasional memiliki peran penting dan memiliki keterkaitan dengan industri lain seperti makanan dan minuman, kosmetik, farmasi, elektronik, pertanian, otomotif hingga barang-barang rumah tangga.

Berdasarkan data Kemenperin pada 2020, tingkat konsumsi plastik di Indonesia saat ini mencapai 22,5 kilogram (kg) per kapita. Sedangkan konsumsi plastik tumbuh 6-7 persen per tahun atau saat ini sebesar 7,6 ton per tahun.

Di sisi lain, polusi sampah plastik merupakan isu global yang hingga kini belum terselesaikan secara tuntas.

"Tidak ada solusi tunggal untuk mengatasi problem sampah plastik yang kompleks ini. Perlu solusi holistik dan kontekstual yang sesuai dengan sosio-ekonomi masyarakat, iklim dan kondisi Geografis Indonesia," kata Saiful.

Dari data Sistem Informasi Industri Nasional(SIINAS) dan data industri yang diolah oleh Kemenperin, hingga Juni 2022 di Indonesia telah ada lima perusahaan yang memproduksi plastik mudah terurai dengan nilai investasi Rp530 miliar.
Baca juga: PPSU Kelurahan Kota Bambu Selatan ubah sampah plastik jadi solar

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023