London (ANTARA) - Suku bunga yang tinggi, meningkatnya risiko investasi, dan pinjaman yang membengkak dalam beberapa tahun terakhir membuat sejumlah negara berkembang terbelit krisis utang.

Membantu mereka keluar dari masalah ini menjadi agenda utama pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Marrakesh, Maroko, yang akan dimulai pekan depan.

Berikut negara-negara yang menghadapi masalah utang.

MESIR

Negara dengan perekonomian terbesar di Afrika Utara ini mesti mengembalikan utang mata uang asing senilai 100 miliar dolar AS dalam lima tahun ke depan.
Mesir saat ini membelanjakan lebih dari 40 persen pendapatannya untuk  bunga utang di mana untuk tahun fiskal 2023/2024 membutuhkan pendanaan sebesar 24 miliar dolar AS.

Mesir mempunyai program IMF senilai 3 miliar dolar AS dan sudah mendevaluasi mata uangnya (pound) sampai sekitar 50 persen sejak Februari 2022.
Namun rencana privatisasi senilai dua miliar dolar AS berjalan lamban. Mesir juga menunda penghapusan subsidi listrik.

Pemilu, yang dijadwalkan berlangsung Desember tahun ini, mengurangi kemungkinan adanya reformasi yang menyakitkan negara itu, kata para analis. Dukungan dari negara-negara kaya raya di Teluk menjadi kunci dalam memastikan terpenuhinya kebutuhan pendanaan negara ini.

ETHIOPIA

Pandemi COVID-19 menghantam perekonomian Ethiopia, dan perang saudara selama dua tahun sejak November 2020 membuat negara ini makin menderita karena kehilangan akses bebas bea ke AS, padahal tengah menghadapi tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.

Ethiopia meminta restrukturisasi awal 2021 berdasarkan Kerangka Kerja Bersama G20, yang dibentuk selama pandemi demi menyederhanakan perombakan utang.

Pada Agustus, China membolehkan penangguhan pembayaran sebagian utang negara ini. Bulan lalu lembaga pemeringkat Moody's mengubah prospek Ethiopia menjadi stabil dari sebelumnya negatif, karena ekspektasi terjadinya kemajuan cepat dalam Kerangka Kerja Bersama G20.

Baca juga: UNDP: Krisis utang serius sedang terjadi di negara-negara berkembang

GHANA

Ghana gagal membayar sebagian besar utang luar negerinya pada akhir 2022 di tengah krisis ekonomi terburuk dalam satu generasi, sehingga menjadi negara keempat yang mengupayakan restrukturisasi utang berdasarkan Kerangka Kerja Bersama.

Kemajuan negara ini dalam merestrukturisasi utang dalam negeri dan utang luar negerinya yang sebesar 30 miliar dolar AS berlangsung cepat. Ghana juga mendapatkan dana talangan dari IMF sebesar tiga miliar dolar AS pada Mei.

Menteri Keuangan Ghana mengaku berharap mencapai kesepakatan dengan para pemegang obligasi internasional akhir tahun ini. Tetap saja, demonstran kembali turun ke jalan di Accra akibat biaya hidup dan angka pengangguran yang membumbung, serta kesulitan ekonomi.

KENYA

Menurut Bank Dunia, utang pemerintah negara di Afrika Timur ini mencapai 67,4 persen dari PDB-nya pada akhir 2022. Ini membuat negara tersebut berada pada risiko tinggi mengalami tekanan utang.

Pemerintahan Presiden William Ruto sudah menekan pengeluaran dan mengusulkan kenaikan pajak sehingga agak meredakan kekhawatiran mengenai gagal bayar yang bakal segera terjadi.

Namun, melonjaknya harga minyak telah meningkatkan inflasi, sedangkan mata uang negara ini sudah melemah lebih dari 16 persen terhadap dolar tahun ini, sehingga menimbulkan keraguan apakah negara ini mampu melanjutkan agenda reformasinya.

Kenya, yang tahun depan harus membayar kembali obligasi eurobond senilai 2 miliar dolar AS, sedang berunding dengan Bank Pembangunan Afrika dan Bank Dunia dalam rangka mendapatkan dukungan anggaran.

LEBANON

Lebanon sudah gagal bayar (default) sejak 2020. Hanya ada sedikit petunjuk bahwa negara itu bisa mengatasi krisis ekonominya.

Bulan ini IMF menyambut baik perubahan-perubahan yang dilakukan bank sentral, termasuk menghapus sebuah platform nilai tukar yang kontroversial dan membatasi sistem moneter mendanai pemerintah. Namun reformasi yang lebih mendalam masih diperlukan di tengah kondisi negara yang tengah "sulit dan tidak stabil".

IMF mengingatkan jika status quo seperti ini berlanjut, maka pada 2027 utang pemerintah negara ini bisa mencapai 547 persen dari PDB-nya.

PAKISTAN

Pakistan membutuhkan lebih dari 22 miliar dolar AS untuk membayar utang luar negeri dan membayar tagihan untuk tahun fiskal 2024.
Pemerintahan sementara bertanggung jawab atas pemilu yang dijadwalkan berlangsung Januari tahun depan. Inflasi dan suku bunga berada pada titik tertinggi sepanjang masa, dan negara ini sedang berjuang keras membangun kembali perekonomian akibat dampak banjir besar pada 2022.

Pada Juni, Pakistan mencapai kesepakatan untuk mendapatkan pinjaman jangka pendek sebesar 3 miliar dolar AS dari IMF, disusul bantuan dari Arab Saudi dan UEA yang total menyuntikkan dana tunai sebesar 3 miliar dolar AS.

Cadangan devisa sampai akhir September sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pemilu, namun ada pertanyaan mengenai berapa lama negara itu bisa menghindari gagal bayar tanpa dukungan besar, kata para pengamat.

SRI LANKA

Sri Lanka mengalami gagal bayar utang luar negeri pada Mei 2022 setelah pandemi menguras dana perekonomian negara yang tergantung kepada pariwisata itu, demi membeli pangan, bahan bakar, dan obat-obatan impor.

Negara kepulauan yang dililit krisis ini mengumumkan rencana perombakan utang akhir Juni lalu dan terus mencapai kemajuan.

Namun para pihak masih memperdebatkan seberapa besar dampak yang harus diterima bank-bank domestik dan investor dalam badan usaha milik negara (BUMN). Tahap berikutnya dari paket dana talangan IMF sebesar 2,9 miliar dolar AS bisa saja tertunda karena pendapatan pemerintah berpotensi berkurang.

TUNISIA

Berbagai guncangan sejak revolusi 2011 menekan negara di Afrika Utara tersebut untuk masuk krisis ekonomi yang hebat.

Sebagian besar utang negara ini adalah utang internal, namun eurobond senilai 500 juta dolar AS akan jatuh tempo bulan ini. Lembaga-lembaga pemeringkat utang menyebutkan Tunisia bisa mengalami gagal bayar.

Presiden Kais Saied mengecam syarat-syarat yang bisa mencairkan pinjaman IMF sebesar 1,9 miliar dolar, sebagai mendikte. Dia menolak pinjaman sebesar 127 juta dolar AS dari Uni Eropa karena dianggap terlalu kecil.

Musim wisata berhasil menyempitkan defisit transaksi berjalan dan Arab Saudi menjanjikan dukungan sebesar 500 juta dolar AS. Namun, rakyat terus bergulat dengan kelangkaan pangan dan obat-obatan.

UKRAINA

Ukraina membekukan pembayaran utang setelah Rusia menginvasinya pada 2022. Negara ini mengatakan awal tahun depan mungkin akan memutuskan apakah akan berusaha memperpanjang perjanjian itu atau mencari alternatif lain.

Lembaga-lembaga terkemuka memperkirakan biaya rekonstruksi pascaperang bakal mencapai paling sedikit 1 triliun euro, sedangkan IMF memperkirakan Ukraina membutuhkan dana 3-4 miliar dolar AS per bulan agar negara ini tetap berjalan.

Belum lama ini perekonomian Ukraina menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang terlihat dari inflasi yang melambat dan sentimen bisnis yang membaik. Namun perubahan politik di negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat, memunculkan keraguan terhadap ketahanan dukungan internasional kepada negara itu.

Zambia

Sebagai negara Afrika pertama yang mengalami gagal bayar selama pandemi COVID-19, penundaan restrukturisasi bertahun-tahun yang dilakukan Zambia menjadikan negara ini sebagai simbol masalah dalam Kerangka Kerja Bersama.

Rencana perbaikan akhirnya segera terwujud setelah Zambia mencapai kesepakatan restrukturisasi utang senilai 6,3 miliar AS dengan negara-negara kreditor Paris Club dan China yang adalah pemberi pinjaman bilateral besar lainnya, pada Juni. Zambia berharap bisa menyelesaikan memorandum utangnya sampai akhir tahun ini.

Sumber: Reuters
Baca juga: Sekjen PBB desak aksi untuk atasi krisis utang yang "menghancurkan"
Baca juga: Ekonom Mesir sebut krisis utang AS ancam stabilitas dunia
Baca juga: Ekonom Bank Dunia serukan pendekatan baru untuk atasi "krisis utang"

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023