8 perempuan korban kasus kekerasan seksual di Provinsi Papua Barat, 24 kasus anak-anak dan 18 kasus kekerasan dalam rumah tangga
Manokwari (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Papua Barat melibatkan tokoh perempuan, tokoh agama, dan tokoh adat di Manokwari untuk mencegah tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS).

"TPPO dan TPKS merupakan kejahatan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Karenanya harus dicegah, diberantas dan ditangani secara komprehensif," kata Staf Ahli Gubernur Papua Barat Eduard Toansiba pada sosialisasi TPPO dan TPKS oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Papua Barat di Manokwari, Kamis.

Eduard mengungkapkan, tokoh-tokoh agama, perempuan dan adat perlu dilibatkan agar pencegahan perdagangan orang dan kekerasan seksual semakin efektif dilakukan pemerintah. Saat ini kasus perdagangan orang dan kekerasan seksual di Papua Barat ibarat fenomena gunung es. Kasus yang muncul di permukaan jauh lebih sedikit dibanding kasus yang terjadi sebenarnya.

Untuk tahun ini saja, berdasarkan data dalam akumulasi yang dicatat melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) terjadi 122 kasus TPPO di Indonesia dan empat kasus di Papua Barat. Perdagangan perempuan di Papua barat seluruh korbannya adalah perempuan dan anak perempuan.

Sedangkan kasus kekerasan seksual di Provinsi Papua Barat tercatat delapan perempuan telah menjadi korban. Sedangkan kekerasan seksual terhadap anak terjadi 24 kasus dan kekerasan dalam rumah tangga 18 kasus.

"Namun data ini belum menggambarkan angka yang sesungguhnya. Masih banyak kasus yang belum terungkapkan dan faktanya kasus perdagangan orang dan kekerasan seksual semakin meningkat," ujarnya.
Staf Ahli Gubernur Papua Barat Eduard Toansiba memukul tifa tanda dimulainya sosialisasi TPPO dan TPKS oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Papua Barat di Manokwari, Kamis. (ANTARA/Ali Nur Ichsan)

Baca juga: Menko PMK: Jangan ada kongkalikong dengan pelaku TPPO
Baca juga: Pemerintah pulangkan 28 WNI korban TPPO dari Kamboja

Eduard mengatatakan, pemerintah daerah dan masyarakat wajib untuk mencegah terjadinya perdagangan orang dan kekerasan seksual. Dengan pembekalan dan sosialisasi tersebut para tokoh diharapkan mampu berperan aktif dalam upaya pencegahan, penanganan, perlindungan hingga penegakan hukum untuk meminimalisir ruang gerak kasus perdagangan orang dan kekerasan seksual di Provinsi Papua Barat.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Papua Barat Elsina Y. Sesa menjelaskan, tingginya angka kemiskinan, pengangguran, angka putus sekolah dan rendahnya tingkat pendidikan, menyebabkan perempuan dan anak rentan menjadi korban perdagangan orang dan kekerasan seksual.

Sebagian besar korban perdagangan orang dan kekerasan seksual adalah perempuan dan anak yang terperangkap dalam berbagai situasi rentan akibat diskriminasi yang dialaminya. Walaupun korban perdagangan orang dan kekerasan seksual tidak mengenal jenis kelamin dan usia.

"Banyak korban kekerasan seksual tidak melapor karena dalam kenyataannya kekerasan seksual masih dianggap aib aib atau hal yang tabu," jelasnya.

Ia menambahkan, pemerintah telah memiliki UU 21 tahun 2007 Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan UU 12 tahun 2022 Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai bukti keberpihakan negara terhadap para korban human trafficking dan korban kejahatan seksual.

"Untuk di daerah kita punya Perda Provinsi Papua Barat Nomor 11 Tahun 2013 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan. Pengetahuan itu yang kita sebarkan kepada para tokoh perempuan, agama dan adat untuk bersama sama mencegah perdagangan orang dan kekerasan seksual," ujarnya.

Baca juga: Kementerian Sosial dampingi korban tindak pidana perdagangan orang
Baca juga: Polisi tangkap muncikari prostitusi anak di bawah umur

Pewarta: Ali Nur Ichsan
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2023