Makassar (ANTARA) - Salah seorang korban kejahatan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Nur Fajri asal Kota Makassar, Sulawesi Selatan(Sulsel) yang berhasil selamat mengungkapkan sejumlah praktik TPPO sindikat internasional yang menyiksanya bekerja paksa di luar negeri.

"Awalnya, saya dapat informasi dari Facebook dengan agennya Ariana. Saya ditawari pekerjaan, ada tes komputer dan bahasa inggris. Saya dinyatakan lulus, dan ditanggung biaya pesawat sampai di Myanmar, tapi belum ketemu orangnya," ungkap Fajri di Makassar, Kamis.

Namun sejak tiba di Myamnar pada salah satu hotel, dirinya sudah mulai curiga karena untuk penempatannya berada di Thailand, tetapi posisinya malah berada di Mae Sot atau perbatasan Myamnar-Thailand.

Beberapa saat kemudian, ia dijemput dan dibawa ke arah hutan yang melewati tiga pos. Setiap pos dijaga orang yang mengenakan senjata api. Ketika tiba di daerah tersebut, ia dijemput tiga orang dengan membawa senjata api laras panjang.

"Setelah tiba di situ, saya tidak tahu dimana, langsung masuk ke asrama-asrama dan banyak orang China di situ. Sepertinya base camp layaknya mafia. Ruangan sudah ditempatkan dan saya diberikan komputer, saya mulai curiga karena tugas saya costumer service, tapi malah jadi scammer," ungkap dia.

Fajri menceritakan harus terpaksa bekerja di area tersebut karena sudah tidak bisa lagi keluar dari sana, dijaga ketat orang bersenjata. Ia banyak melihat orang Indonesia di lokasi tersebut termasuk orang dari negara lain yang kondisinya sama seperti dirinya.

"Saya di sana selama lima bulan, dan sempat disekap selama satu Minggu di lantai tiga. Waktu itu, ada orang bernama Liu Jin (pelaku) panggil saya ke atas, lalu saya dipukuli 10 orang kemudian disekap, diikat. Selama saya disekap selalu dipukuli. Pelakunya minta tebusan Rp105 juta, tapi bapak saya hanya bisa bayar Rp30 juta," ucapnya bercerita.

Ia menuturkan, alasan dipukuli oleh para pelaku tersebut karena dirinya tidak mau dipekerjakan sebagai penipu. Pemukulan berkali-kali dilakukan saat proses meminta tebusan melalui sambungan telepon video yang tidak jadi. Terdapat luka robek di kening dan bagian dahi wajahnya dampak dari pukulan tersebut. Bahkan ada pula orang di siksa disetrum listrik.

Ditanyakan bagaimana caranya bisa lolos dari sana, kata dia, ada proses negosiasi dengan para pelaku sindikat internasional dengan Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD kala itu difasilitasi KBRI di Thailand. Ia pun sempat dibawa ke rumah sakit oleh pihak kepolisian setempat setelah lepas dari lokasi itu.

"Ada proses negosiasi, Pak Mahfud dengan mereka lewat KBRI Thailand. Lolos saat itu ada 26 orang, warga Indonesia. Selama di sana saya berkali-kali dipukuli karena tidak mau menuruti kemauan mereka. Akhirnya terpaksa saya lakukan (menipu) menjalankan situs biro jodoh palsunya," ucap dia.

Ia menuturkan, meninggalkan Makassar ke Jakarta hingga tiba Myammar pada Desember 2022 dan berada di lingkungan mereka selama lima bulan. Pada Jumat, 9 Juni 2023 ia akhirnya tiba di rumahnya, di Makassar, Sulawesi Selatan, setelah sebelumnya berada di Jakarta usai diselamatkan.

Selama berada di lokasi tersebut. Makan pun diberi tidak seberapa dengan jadwal kerja mulai pukul 09.00-12.00 waktu setempat karena bergantian shif. Para pekerja yang direkrut wajib menguasai komputer beserta perangkat jaringannya.

"Nama akun saya itu Vanila, fotonya cewek Korea. Diberi user untuk masuk di situs biro jodoh, di situ saya disuruh bermain dan mengambil nomor-nomor calon korban. Tapi bukan saya eksekusi, ada tim lain. Sudah ada bank data telpon, mereka tinggal menghubungi korbannya. Ada yang merasa nyaman kerja di situ, ada pula tidak, makanya disiksa kalau tidak dapat (korban)," bebernya.

Fajri sangat bersyukur dibantu dan ditolong salah satu rekan baiknya dari Makassar yang menjadi perantara melalui sambungan telepon maupun video saat para pelaku meminta tebusan uang hingga memukulinya agar segera uang itu dikirim ke mereka. Ironisnya, uang tebusan yang dikirim ke nomor rekening bank swasta itu malah berdomisili di Indonesia.

Atas kejadian itu, Fajri meminta dan menyarankan kepada masyarakat, jangan terlalu percaya dengan orang luar negeri yang mengiming-iming gaji besar, termasuk menjadi tenaga kerja. Alasannya, sudah banyak jatuh korban, bahkan ada orang yang diambil organ ginjalnya, hingga tidak diketahui keberadaannya dan pulang tinggal nama.
Baca juga: Pemerintah pulangkan 28 WNI korban TPPO dari Kamboja
Baca juga: Mensos: Sebagian besar korban TPPO direkrut jadi operator judi daring
Baca juga: Kemensos berikan pendampingan sosial untuk korban TPPO

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023