pengemis dan gelandangan itu dua hal yang berbeda
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati menilai bahwa penanganan terhadap masalah Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) di Jakarta umumnya dan Jakarta Barat khususnya, perlu pemahaman mengenai motif agar penyelesaian terhadap mereka ini bisa tepat sasaran.

"Profil atau motif dari PPKS itu perlu dibedah dulu. Misalnya antara pengemis dan gelandangan itu dua hal yang berbeda. Gelandangan belum tentu pengemis, pengemis belum tentu gelandangan. Itu hal pertama yang dipahami," ungkap Devi saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat.

Penilaian itu terkait dengan belum adanya penurunan jumlah PPKS di Jakarta Barat pada tahun ini karena Januari terjaring operasi sebanyak 108 orang, Februari 225, Maret 198, April 89, Mei 139, Juni 96, Juli 146, Agustus 86 dan September 108 orang.

Oleh karena itu, ia melanjutkan, perlu pemahaman kenapa mereka menjadi PPKS, baik motif pribadi ataupun motif sosialnya.

"Lalu yang kedua, profil kenapa mereka kemudian menjadi pengemis. Itu kan ada berbagai latar belakang," ucapnya.

Baca juga: Satpol PP DKI jaring 4.035 PPKS untuk dibina di panti sosial Kedoya

Devie menyebut "4K" sebagai motif masyarakat menjadi PPKS, yakni ketergantungan, kebutuhan ekonomi, keterampilan yang kurang dan kemalasan.

"Pertama, misalnya karena ketergantungan. Ketergantungan narkoba, sehingga mereka membutuhkan dana cepat, lalu mereka memilih menjadi pengemis," katanya.

Berikutnya, kata Devie, adalah karena kebutuhan ekonomi yang mendesak.

"Misalnya tiba-tiba mereka diberhentikan dari pekerjaannya atau hal-hal lain, sehingga kemudian belum ada pekerjaan baru. Mereka kemudian melihat ini (PPKS) sebagai salah satu jalan keluar," kata dia.

Yang ketiga, lanjut dia, adalah keterampilan yang kurang.

Baca juga: Pemulung bawa Rp18 juta ditangkap di Jakarta

"Jadi, karena masalah keterampilan yang kurang, apalagi kalau di kota, memang kebutuhan profesinya itu membutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu. Jadi, kemudian mereka menjadikan jalanan itu sebagai tempat untuk bisa mendapatkan penghidupan," kata dia.

Kemudian yang keempat, kata Devie adalah kemalasan.

Menurutnya kemalasan motif yang membuat PPKS sulit untuk dibina.

"Memang profilnya ada sebagian PPKS yang memang karena personalitasnya memang karena alasan kemalasan, bukan tidak ada pekerjaan. Jadi, memang profil-profil atau motif-motif ini harus dilihat dulu," ungkap dia.

Ia menyebut, dari keempat motif tersebut, kemalasan menjadi motif yang paling sulit dibina karena sudah menyatu dengan personalitas PPKS terkait. Sementara ketiga motif lainnya, masih bisa dibina dengan cara-cara tertentu.

Baca juga: Satpol PP tangkap pemulung naik pohon saat razia di Kebayoran Lama

"Kalau memang dia karena kecanduan (narkoba) tentu saja, kecanduannya harus diselesaikan dahulu. Karena kalau kecanduannya tidak selesai, maka dia berpotensi untuk terus balik ke jalan," ungkapnya.

Kemudian, lanjutnya, jika motifnya keterbatasan ekonomi atau minimnya keterampilan kerja maka dapat diselesaikan dengan adanya balai-balai latihan kerja.

"Ada balai-balai latihan kerja yang kemudian juga sudah disiapkan oleh pemerintah untuk memastikan, menyalurkan teman-teman yang memang misalnya profilnya tepat, termasuk pelatihan-pelatihan gratis dan sebagainya. Nah, itu kan bisa dibantu melalui program tersebut," ungkapnya.

Ia melanjutkan, yang menjadi tantangan berat pemerintah adalah PPKS dengan motif kemalasan karena menyatu dengan personalitasnya.

"Ini yang perlu lebih diperhatikan. Jadi perlu dipilah dengan cermat, artinya tidak bisa digeneralisas.Jadi, tidak hanya sekadar mengangkat mereka dari jalanan" katanya.

Baca juga: Dinsos DKI rehabilitasi PPKS yang terjaring razia selama enam bulan

Ribuan PPKS
​​Secara terpisah, Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Barat, Suprapto menyebut bahwa pihaknya telah menertibkan 1.195 PPKS sejak Januari tahun ini.

Rinciannya, Januari sebanyak 108 orang, Februari 225, Maret 198, April 89, Mei 139, Juni 96, Juli 146, Agustus 86 dan September 108.

"Jadi dari Januari hingga September, kami sudah menertibkan sebanyak 1.195 PPKS," katanya. 

Ia menyebut hal itu hasil kegiatan rutin bersama pihak terkait di beberapa lokasi, di antaranya perempatan lampu merah Cengkareng, Grogol, Slipi, Tomang, Kalideres. Kemudian Jalan TB Tubagus Angke, Daan Mogot.

"Ada beberapa jenisnya PPKS yang kita ditertibkan itu, seperti gelandangan, pengemis, wanita, waria, pengamen, pemulung, orang dengan masalah kejiwaan, pedagang asongan, pak ogah dan anak jalanan," katanya.

Baca juga: Kasatpol PP: Boleh dagang dan ngamen asal tak membahayakan keselamatan

Mereka lalu diserahkan ke Panti Sosial Kedoya, Kembangan untuk dilakukan pembinaan.

Sebelumnya, Kadinsos DKI Jakarta Premi Lasari menyebut, penanganan PPKS akan lebih dulu diperhatikan tingkat usia dan kelengkapan anggota keluarga PPKS terkait.

"Jadi, mereka dikelompokkan lagi. Jika mereka punya keluarga, akan dikembalikan ke keluarganya," ujar Premi.

Untuk PPKS yang tak memiliki keluarga di Jakarta, Dinsos DKI Jakarta telah menyiapkan opsi lain antara lain akan dicari keluarganya hingga keluar daerah atau tempat kelahiran yang bersangkutan.

"Rehabilitasi sosial terbaik itu oleh keluarga," katanya.

Baca juga: Pemkot Jaksel jangkau 404 PPKS

Namun, apabila PPKS yang terjaring tidak memiliki keluarga, maka mereka akan dipilah sebelum ikut pelatihan.

"Kalau dia anak, maka kami masukkan ke panti anak. Jika remaja masuk ke panti remaja. Lansia ke panti lansia," katanya.

Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2023