Saat ini obat alzheimer yang tersebar luas di pasaran memiliki efek samping bagi pasien yang memiliki komplikasi. Selain itu obat alzheimer masih belum dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat
Malang (ANTARA) - Mahasiswa Departemen Kimia dan Pendidikan Dokter Universitas Brawijaya (UB) berkolaborasi melakukan riset optimasi ekstrak daun kelor sebagai alternatif untuk mereduksi alzheimer dan memperbaiki fungsi kognitif.

Tim riset terdiri atas Adi Kurnia Soesantyo (Kimia, FMIPA), Jonathan Linggadiputra (Kimia, FMIPA), Gustav Dasa Sitompul (Pendidikan Dokter, FK) dan Farahiyah Sharfina Saputri (Pendidikan Dokter, FK) dan mereka dibimbing oleh Dr Husnul Khotimah.

“Saat ini obat alzheimer yang tersebar luas di pasaran memiliki efek samping bagi pasien yang memiliki komplikasi. Selain itu obat alzheimer masih belum dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat,” ujar Adi Kurnia di Malang, Jawa Timur, Minggu.

Menurutnya, Alzheimer's Disease (AD) paling banyak disebabkan adanya penumpukan amyloid beta pada sistem saraf otak. Molekul protein ini diproduksi melalui pemrosesan proteolitik protein transmembran, dan protein prekursor amiloid (APP).

Inovasi ekstrak daun kelor (Moringa Oleifera) terenkapsulasi nanopartikel emas (MO-AuNP) untuk diuji coba pada tikus model AD.

Baca juga: Mahasiswa UB buat permen vitamin rambut dari daun kelor dan mangkokan

Penelitian ini didanai oleh Kemendikbudristek dan Universitas Brawijaya melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Eksakta tahun 2023.

Penyakit alzheimer merupakan salah satu tipe demensia yang paling banyak diderita masyarakat dunia, dimana para penderita mengalami penurunan fungsi kognitif serta perilaku secara progresif.

“Pada penelitian ini kami membuat tikus model alzheimer yang diinduksi dengan amyloid beta, lalu kami induksikan kembali secara rutin dengan obat ekstrak kelor terenkapsulasi emas buatan kami. Selanjutnya, kami melakukan beberapa uji terhadap tikus, terutama adalah uji tingkah laku kognitif tikus,” ujar Adi

Pada hasil penelitian diperoleh bahwa ekstrak kelor MO-AuNP lebih mudah diserap darah menuju sistem saraf dibandingkan ekstrak tanpa dienkapsulasi dalam ukuran nano. Selain itu obat yang diinovasikan terbukti mampu meningkatkan kondisi kognitif tikus dan juga mengurangi plak amyloid beta.

Selain memiliki efek yang menjanjikan, melalui prediksi adsorbsi dan tingkat toksisitas obat, diprediksi MO-AuNP ini memiliki kondisi toksisitas obat yang rendah, namun penyerapan dan pengikatan protein yang tinggi menuju sistem syaraf pusat.

Baca juga: Menkes upayakan khasiat kelor asal Indonesia diterima masyarakat dunia

“Obat ini sedang dalam tahap pengembangan, masih banyak evaluasi dan langkah yang harus ditempuh agar obat siap pakai dan dapat digunakan oleh masyarakat luas. Kami berencana pengembangan obat ini tidak hanya berhenti pada skala laboratorium dan program PKM, namun terus dikembangkan dan dioptimasi,” tambah Gustav, peneliti lainnya.
Farah, anggota penelitian yang lain mengatakan penelitian ini sedang dalam tahap pengembangan dan harapannya bisa menjadi alternatif obat yang bisa diakses seluruh masyarakat dengan efek samping minim.

“Meskipun masih penelitian dan dalam tahap pengembangan, harapannya obat ini akan dapat dioptimasi lebih lanjut dan digunakan oleh masyarakat Indonesia, sebab obat ini akan bisa menjadi alternatif obat yang baik dan minim efek komplikasi,” imbuh Farahiyah

Dengan penelitian ini diharapkan bisa memudahkan treatment pada penderita alzheimer di Indonesia dan sebagai bentuk nyata kontribusi mahasiswa UB untuk penanggulangan darurat alzheimer di Indonesia.

Berdasarkan laporan WHO disebutkan terdapat 55 juta penderita alzheimer, dimana lebih dari 120 ribu diantaranya meninggal dunia dan diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai 10 juta kasus baru per tahunnya.

Baca juga: Neurolog: Instrumen alat musik bisa jadi terapi pendukung demensia

 

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023