Peluang karir dari lulusan fisika medis sangat luas
Jakarta (ANTARA) - Lulusan program studi fisika medis dinilai memiliki peluang karir yang lebih luas tidak hanya kesehatan tetapi juga bidang lainnya, kata Ketua Program Studi Fisika Universitas Matana Tangerang, Banten, Josua Timotius Manik.

“Peluang karir dari lulusan fisika medis sangat luas. Tidak bekerja di perusahaan alat medis, tetapi ada juga di bidang lainnya yang berkaitan dengan fisika medis," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

Dia menambahkan lulusan fisika medis, ada yang sedang dalam persiapan studi lanjut dan mempersiapkan untuk mengambil program pendidikan profesi fisikawan medik.

"Saat ini kami telah memiliki dan terus menambah kerja sama pendidikan dan penelitian dengan berbagai rumah sakit terkemuka di Indonesia dalam rangka untuk memberikan pengalaman belajar yang luas bagi mahasiswa kami,” tambah dia.

Penggunaan ilmu fisika di dunia kesehatan sudah banyak diterapkan untuk diagnosis dan pengobatan suatu penyakit dengan memanfaatkan radiasi pengion. Dalam penggunaan alat-alat radiasi yang memiliki tingkat risiko tinggi, ilmu fisika medis berperan untuk menekan risiko tersebut.

Sehingga radiasi yang dihasilkan oleh alat medis tersebut lebih banyak mendatangkan manfaat dibandingkan risiko.

Baca juga: UI buka program studi Magister Fisika Medis
Baca juga: BRIN garap pengembangan teknologi nuklir untuk terapi kanker

Baca juga: Peneliti BRIN kembangkan 'radio-fluorescent' untuk deteksi sel kanker

Ia mencontohkan, untuk terapi kanker dibutuhkan radioterapi untuk mematikan sel kanker. Salah satu alat yang banyak digunakan untuk terapi ini adalah Akselerator Linear (LINAC).

Dalam melakukan quality assurance dan quality control alat-alat tersebut, seorang fisikawan medik memiliki peranan yang sangat penting dalam treatment planning system (TPS), yang mencakup pengelolaan data berkas dan perhitungan hasil planning bagi pasien yang menjalani radioterapi.

Saat ini, terdapat lebih dari 2.800 rumah sakit dan 1.000 klinik di Tanah Air, yang mana terdapat 2.000 pusat radiologi dan 120 diantaranya merupakan pusat radiologi interventional. Selain itu terdapat 16 pusat kedokteran nuklir dan empat pusat radioterapi.

Berdasarkan data Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Indonesia membutuhkan minimal 1.500 fisikawan medik dengan perhitungan distribusinya, Jawa dan Bali membutuhkan sekitar 1.100 fisikawan medik, Indonesia bagian barat dan timur masing-masing membutuhkan 200 fisikawan medik.

Hingga September 2019, Indonesia hanya memiliki 282 fisikawan medik dengan 107 tenaga di bidang radioterapi, 160 bidang radiodiagnostik, dan 15 fisikawan medik di bidang kedokteran nuklir.

Data Aliansi Institusi Pendidikan Fisika Medis Indonesia (AIPFMI) menyebutkan saat ini, baru 13 universitas yang memiliki program studi fisika medis.

Salah satunya, Universitas Matana yang mana konsentrasi fisika medis berada di bawah Fakultas Sains, Teknologi, dan Matematika (FSTM). Peminatan itu mempelajari tiga subbidang dalam fisika medis yaitu radiodiagnostik, radioterapi, dan kedokteran nuklir. Kurikulum yang digunakan telah mengadopsi standar yang dikeluarkan oleh Physical Society Indonesia (PSI) dan AIPFMI.

Baca juga: Pakar : Pasien berhak tahu kadar radiasi alat pemindai medis
Baca juga: RSUD Bali Mandara tunggu izin Kemenkes beri layanan kedokteran nuklir
Baca juga: BRIN ungkap manfaat nuklir untuk diagnosa hingga terapi kanker

 

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023