Kabul (ANTARA News) - Seorang wanita Italia yang bekerja untuk Organisasi Migrasi Internasional (IOM) cedera serius dalam serangan terkoordinasi di Kabul, ibu kota Afghanistan, Jumat, kata seorang juru bicara kelompok itu.

"Satu anggota staf asing cedera serius," kata Chris Lom, juru bicara IOM, kepada AFP dari Jenewa. "Wanita itu warga Italia."

"Penyebabnya dua granat. Tiga anggota staf keamanan Nepal juga cedera ringan. Tidak jelas apakah kantor kami menjadi sasaran serangan itu," tambahnya.

Sementara itu, seorang juru bicara pemerintah Afghanistan mengatakan, pasukan keamanan membunuh dua dari beberapa orang bersenjata Taliban yang melancarkan serangan di Kabul.

Ia tidak menyebutkan berapa jumlah militan yang masih bertahan dalam serangan itu.

"Saya bisa memastikan bahwa sedikitnya dua penyerang yang melepaskan tembakan dan melemparkan granat ke arah pasukan keamanan kami ditembak mati," kata Sediq Sediqqi, juru bicara kementerian dalam negeri, kepada jaringan berita televisi Tolo.

Suara-suara ledakan bom dan tembakan senapan bergema di Kabul pusat, Jumat, ketika Taliban melancarkan serangan besar di dekat sebuah fasilitas intelijen dan markas pasukan pemerintah yang melindungi perusahaan-perusahaan asing.

Serangan itu berlangsung sepekan setelah serangan bom mobil bunuh diri di Kabul menghantam konvoi militer asing, menewaskan 15 orang, termasuk lima warga AS, dalam serangan paling mematikan di ibu kota Afghanistan itu dalam waktu hampir setahun.

Taliban pada April meluncurkan "ofensif musim semi" tahunan mereka dengan janji melancarkan serangan-serangan bom bunuh diri untuk menimbulkan korban maksimum dan memperingatkan warga Afghanistan yang bekerja untuk pemerintah agar menjauh.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.

NATO bertujuan melatih 350.000 prajurit dan polisi Afghanistan pada akhir 2014 untuk menjamin stabilitas di negara itu, namun tantangan-tantangan tetap menghadang dalam proses peralihan itu.

Desersi, penugasan yang buruk dan semangat rendah termasuk diantara masalah utama yang menyulitkan para komandan NATO dan Afghanistan. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013