Medan (ANTARA) - Sebagai ibu rumah tangga, Fitri Wahyuni sangat memperhatikan asupan sarapan anak-anaknya di tempat tinggal mereka, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Namun, karena sering direpotkan dengan menu yang berbagai macam, Fitri pun memutuskan untuk membuat makanan siap konsumsi. Abon ayam menjadi pilihan.

Ternyata, buah hatinya menyukai olahan yang dia hasilkan tanpa bahan pengawet dan penyedap itu. Fitri, yang sudah menanggalkan statusnya sebagai karyawan, kemudian memberanikan diri menjual abon berbahan daging dada ayam tersebut.

Awalnya, sekitar tahun 2017, tidak terlalu banyak yang meminati produknya. Namun, ketika dirinya sudah mengenal media sosial, penjualan perlahan meningkat.

Fitri gencar mempromosikan produknya via media sosial. Masyarakat yang tertarik pun bisa memesan langsung dengan aplikasi "WhatsApp". Pembayaran tidak perlu tunai, semua transfer. Sekarang omzetnya mencapai Rp7 juta-Rp8 juta per bulan, bahkan pernah Rp20 juta dalam sebulan.

Bukan cuma itu, kekuatan promosi dengan teknologi digital membuat produk abon Fitri "terbang" hingga ke Inggris dan Jeddah, Arab Saudi. Ternyata, ada warga di sana yang tertarik ketika melihat etalase digital yang dibuat Fitri.

Abon hasil olahan Fitri juga dilirik oleh beberapa pasar swalayan di Medan. Setidak-tidaknya, abon ayam itu sudah diniagakan di tiga pasar swalayan besar di Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara.

Digitalisasi membawa banyak hal positif untuk Fitri. Akan tetapi, dia belum puas. Ada mimpi yang ingin sekali diwujudkannya yakni dapat mengekspor produk abonnya. Dia menyadari hal tersebut hanya dapat diwujudkan dengan ekosistem digital yang memadai.

"Saya berharap sekali abon ini dapat diekspor. Suatu saat saya juga ingin membuat sentra industri abon sehat se-Sumatera," tuturnya.

Apa yang dilalui Fitri mirip dengan perjalanan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Medan, Achrina, yang memproduksi beberapa jenis camilan seperti keripik tempe, kue bawang dan stik keju.

Achrina merasakan betul bagaimana digitalisasi mengubah arus penjualan produknya. Dari hanya memiliki pelanggan di sekitar rumah, kini dia dapat mengirimkan produknya ke berbagai tempat bahkan sampai ke Jakarta.

Dia mempromosikan camilan-camilannya di media sosial, aplikasi kurir makanan daring (GoFood dan Grab Food) dan menerima pembayaran QRIS jika transaksi dilakukan secara luring.

Apa yang dituai Achrina membuahkan hasil bagus. Dari kesulitan sekadar untuk menemukan pasar, dia kini dapat mengantongi omzet Rp2,5 juta sampai Rp3 juta sebulan untuk menyokong ekonomi keluarga.

Dengan terus berkecimpung di dunia digital, Achrina bermimpi pula dapat mengekspor produknya dan terus meningkatkan volume penjualan. "Mimpi saya, bisa ekspor," kata dia.


Digitalisasi

Setelah melewati pandemi COVID-19 yang menguras banyak energi, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah bergerak cepat untuk memasyarakatkan digitalisasi demi memajukan ekonomi.

Salah satu kelompok yang menjadi sasaran utama digitalisasi adalah pelaku UMKM. Alasannya, UMKM merupakan sektor yang "tahan banting" dan mampu berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

Pada Juni 2023, Kementerian Keuangan menyatakan bahwa kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional mencapai 60,5 persen. Terkait jumlahnya, Kementerian Koperasi dan UKM mencatat ada 65,4 juta UMKM di Indonesia sampai tahun 2019.

Selain itu, UMKM memiliki kemampuan menyerap 97 persen total angkatan kerja dan mengumpulkan 60,4 persen dari total investasi Indonesia (Semester I/ 2021).

Karena pentingnya posisi UMKM itu, Kementerian Kominfo membuat berbagai program agar para pengusahanya dapat mengembangkan kualitas dan pasar produknya.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, menyiapkan tiga program strategis demi memajukan UMKM melalui digitalisasi.

Pertama, membangun infrastruktur dengan tiga lapisan yakni tulang punggung (backbone), "middle mile" atau teknologi satelit dan "the last mile" atau pembangunan "base tranceiver station" (BTS).

Kedua, menggalakkan pelatihan atau pendampingan demi menyokong peralihan UMKM dari konvensional ke digital

Lalu yang ketiga, terus berupaya mendorong peningkatan kapasitas dan peran UMKM dalam perekonomian negara.

Tugas Kementerian Kominfo salah satunya memperkuat infrastruktur digital. Tidak mungkin digitalisasi itu ada kalau infrastruktur digitalnya tidak terbentuk. Pemerintah terus membangun dan mendorong optimalisasi pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi nasional yang lebih berkualitas dan merata.

Pemerintah Indonesia menargetkan 30 juta UMKM dapat bertransaksi secara digital pada tahun 2024.

Sampai tahun 2022, ada 20,76 juta UMKM yang sudah menjadi bagian dari ekosistem digital.

Pemerintah pun telah menyediakan beberapa aplikasi daring agar UMKM dapat berniaga secara daring. Satu di antaranya yakni Pasar Digital (PaDi) UMKM yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN dan diluncurkan pada tahun 2020.

PaDi UMKM merupakan pasar elektronik yang menyediakan produk-produk pilihan dari para vendor UMKM Indonesia yang telah dikurasi supaya sesuai standar kebutuhan pengadaan perusahaan-perusahaan BUMN.

Jumlah pelaku UMKM yang ada di PaDi UMKM mencapai 100 ribu pada kuartal kedua 2023, melonjak dari hanya 16 ribu UMKM tiga tahun sebelumnya.

Nilai transaksi UMKM di PaDi sangat besar. Chief Executive Officer (CEO) Pasar Digital (PaDi) UMKM Indonesia Jimmy Karisma Ramadhan menyebut, nilai transaksi PaDi UMKM mulai Januari sampai dengan Agustus 2023 mencapai Rp3,5 triliun.

Dengan semua potensi ekonominya, UMKM layak mendapatkan perhatian lebih dari Pemerintah Indonesia. Program digitalisasi UMKM sudah berjalan sesuai jalur. Tugas berikutnya yaitu membuat UMKM terus bertumbuh baik secara kualitas maupun kuantitas.

Di dalam digitalisasi, UMKM berupaya mewujudkan mimpi. Mimpi yang tidak hanya akan memajukan mereka, tetapi juga bangsa dan negara.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023