Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan penggunaan pestisida untuk bawang merah yang diberikan melebihi takaran memberikan dampak buruk, tidak hanya kepada konsumen dan lingkungan, tetapi juga petani.
 
“Penggunaan semprotan atau nozzle adalah contoh yang seharusnya enam bulan sekali diganti. Jika diganti setelah rusak, penyemprotan pestisida menjadi tidak efisien. Selain itu, potensi paparan pestisida terhadap pengguna juga signifikan,” kata Periset Pertanian dan Pangan BRIN, Rini Murtiningsih dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Baca juga: BRIN temukan sumber pestisida nabati dari tumbuhan jambu
 
Rini mengatakan benih adalah investasi terbesar petani bawang merah, sehingga petani lebih cenderung menggunakan pestisida secara tidak tepat untuk menjaga pertumbuhan tanaman agar tanamannya bisa dipanen dan investasinya tidak sia-sia.
 
Menurutnya, penggunaan pestisida di sektor pertanian tetap diperlukan, namun perlu adanya kontrol atau sikap bijak dalam penggunaannya.
 
“Petani perempuan sangat rentan terpapar, karena seringkali bekerja di lahan yang baru disemprot pestisida,” ujar Rini.
 
Dia juga menyoroti perlakuan pestisida di lingkungan rumah yang dirasa kurang. Menurutnya, masih ada petani yang meletakkan pestisida pada tempat yang tidak aman dan mudah terjangkau anak-anak.

Baca juga: Kemendag tingkatkan kompetensi laboratorium pengujian residu pestisida

Baca juga: Disbun Kaltim mengajak petani hindari penggunaan pestisida
 
Beberapa waktu lalu, BRIN melakukan survei kepada petani bawang merah sebagai tahapan pertama dari tiga tahapan implementasi kerja sama dengan fokus ke petani perempuan. Survei itu dilakukan di Bantul dan Kulonprogo, Provinsi Yogyakarta.
 
“Survei menghasilkan gambaran hanya sedikit responden perempuan yang terlibat di sektor pertanian bawang merah yang tergabung dalam kelompok tani. Sejauh ini penyuluhan keselamatan kerja dominan menyasar petani laki-laki,” pungkas Rini.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023