Jakarta (ANTARA News) - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memastikan tidak ada peluru tajam yang melukai korban dalam sejumlah unjuk rasa menolak kenaikan BBM bersubsidi yang hari ini berlangsung ricuh di sejumlah wilayah.

"Sesuai protap (prosedur dan ketetapan) Polri dalam pengamanan kegiatan unjuk rasa tidak menggunakan peluru tajam, tapi menggunakan peluru karet," kata Kabag Penum Polri Kombes Pol Agus Rianto di Jakarta, Senin, menyusul unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM berakhir ricuh dan melukai enam orang di Ternate, Maluku Utara.

Agus mengungkapkan, prosedur penggunaan senjata dalam pengamanan aksi biasanya ditujukan ke sasaran yang tidak mematikan. Penggunaan senjata adalah upaya terakhir polisi yang itu pun hanya untuk melumpuhkan massa yang ricuh.

Demonstrasi mahasiswa dan gabungan kelompok masyarakat di Ternate mulanya berlangsung kondusif sejak pagi. Namun, "long march" melewati sejumlah rute utama dianggap mengganggu publik sehingga kepolisian mengambil langkah pencegahan.

Pada pukul 12.05 WIT, aksi mulai ricuh karena pengunjuk rasa melempari polisi dengan batu.

"Satu anggota polisi dirawat di UGD di RS di Ternate, sementara enam pendemo luka-luka. Kebetulan satu di antaranya wartawan Mata Publik," jelasnya.

Agus meyakinkan bahwa pihaknya akan meminta pertanggungjawaban sejumlah petugas yang diduga melakukan kesalahan dalam kegiatan pengamanan itu.

"Kalau melukai akan diminta pertanggungjawaban. Termasuk kepada teman yang lihat langsung agar sampaikan fakta ke kita. Di Maluku Utara sendiri ada anggota kita yang jadi korban," ujarnya.

Kapolda Maluku Utara tengah berada di lokasi untuk memantau aksi, sementara semua korban tengah dirawat.

Keenam korban, menurut informasi Polri, mengalami luka tembak pada paha kanan, telapak kaki kiri, pinggul kiri dan paha kanan.

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013