Itu yang sering menipu, saat hari ketiga sudah tidak demam dipikir sudah sehat, padahal itu kritis
Jakarta (ANTARA) -
Dokter spesialis anak RS Hermina Jatinegara dr. Kanya Ayu Paramastri Sp.A mengatakan demam berdarah dengue atau DBD yang sering kali tidak bergejala di awal-awal membuat banyak masyarakat yang terkecoh dan mengira demam sudah sembuh di hari ketiga.
 
"Itu yang sering menipu, saat hari ketiga sudah tidak demam dipikir sudah sehat, padahal itu kritis," ucap Kanya dalam diskusi mengenai DBD di Jakarta, Minggu.
 
Kanya menjelaskan infeksi DBD memiliki pola gejala yang khas yaitu seperti pelana kuda, dengan demam di tiga hari pertama terkesan sangat umum mirip infeksi demam biasa yaitu panas, pegal-pegal dan sakit pada mata.
 
Namun, setelah lebih dari tiga hari, demam bisa turun, tetapi ada tanda lemas, tidak nafsu makan dan jika berisiko demam dengue dengan perdarahan akan muncul bintik merah, mimisan dan gusi berdarah.

Baca juga: Cegah DBD, enyahkan penampung air hujan lalu pakai baju lengan panjang
 
Kanya menjelaskan perdarahan tersebut terjadi karena kadar trombosit yang seharusnya melindungi pembuluh darah menjadi semakin melemah karena infeksi DBD.
 
Disamping itu, demam akibat virus dengue yang dibawa nyamuk juga bisa berakibat ke organ tubuh lainnya seperti otak yang akan menimbulkan penurunan kesadaran jika tidak segera di tangani.
 
Selain itu, lingkungan yang bersih juga belum tentu bebas dari nyamuk pembawa penyakit dengue yang berdiam di lingkungan rumah.
 
"Lingkungan bersih masih ada nyamuk aedes aegypti di rumah dan albopictus di alam (luar rumah). Itu suka di atas kulkas, dispenser, AC, pot rumah dan baju kotor digantung numpuk di pojok itu nyamuk suka," kata dokter yang aktif di sosial media ini
 
Dokter yang menamatkan spesialis anak di Universitas Indonesia ini mengatakan, gerakan 3M plus dan vaksin menjadi cara ampuh untuk menekan angka kasus DBD.
 
Ia mengatakan vaksin DBD sangat dianjurkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) untuk setiap anak usia 6-18 tahun baik yang pernah terkena DBD maupun yang belum.

Baca juga: Kemenkes: Ada 68,996 kasus DBD hingga Oktober 2023
 
"Jadi semua anak usia 6-18 tahun pernah atau belum (DBD) di rekomendasikan tetap diberikan vaksin DBD sebanyak 2 kali, dengan jeda 3 bulan," katanya.
 
Anak yang divaksin pun harus sehat dan tidak memiliki penyakit infeksi akut seperti diare. Selain itu vaksin DBD juga tidak memiliki efek samping sehingga aman untuk anak dan bisa langsung beraktivitas setelah vaksin.
 
Sedangkan bagi anak yang memiliki penyakit kronik seperti HIV, gagal ginjal, atau kondisi yang menurunkan daya tahan tubuh sebaiknya konsultasi ke dokter spesialis anak terlebih dahulu.
 
Vaksin DBD juga bisa dilakukan berbarengan dengan vaksin lainnya sesuai arahan dokter.
 
Sementara pencegahan dengan 3M adalah Menguras tempat penampungan air, Menutup tempat penampungan air dan mendaur ulang serta mengubur benda-benda yang bisa menjadi sarang nyamuk dan memakai perlindungan anti nyamuk seperti lotion dan kelambu tidur.

Baca juga: Pemprov Bali terapkan metode Wolbachia tekan kasus demam berdarah

Baca juga: Kemenkes: Masyarakat jangan asal lakukan "fogging" untuk atasi DBD

Baca juga: Pasien DBD perlu banyak minum air mengandung gula

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2023