Perbankan memiliki peran dalam mendukung proyek-proyek yang berfokus pada energi terbarukan, efisiensi energi, dan tata kelola perusahaan yang baik
Jakarta (ANTARA) - Peneliti ekonomi lingkungan dan pendiri Think Policy Andhyta Firselly Utami mendorong perbankan di Tanah Air agar meningkatkan pendanaan untuk proyek-proyek energi baru terbarukan (EBT) guna mendukung terwujudnya zero emisi karbon pada 2050.

"Perbankan memiliki peran dalam mendukung proyek-proyek yang berfokus pada energi terbarukan, efisiensi energi, dan tata kelola perusahaan yang baik," ujar Andhyta dalam acara "Ngobrol Santai Bareng Pakar" di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, Indonesia saat ini sedang bergerak menuju pembiayaan berkelanjutan dengan berbagai inisiatif dari pemerintah dan perusahaan swasta.

Beberapa bank telah mengadopsi praktik keuangan berkelanjutan, termasuk penerbitan obligasi hijau atau green bonds untuk mendukung proyek-proyek berkelanjutan.

Ia mencontohkan, seperti PT Bank HSBC Indonesia yang menyalurkan pinjaman berjangka hijau (green term loan) sebesar 20 juta dolar AS atau setara Rp307 miliar kepada perusahaan benang pintal dan polyester PT Indo-Rama Synthetics Tbk, yang merupakan anak perusahaan Indorama Corporation Pte. Ltd.

Ia mengatakan, dalam upaya mencapai pembiayaan berkelanjutan, perbankan memegang peran sentral. Perbankan tidak hanya sebagai penyedia dana, tetapi juga sebagai agen perubahan dalam mendorong praktik bisnis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Kendati demikian, lanjut Andhyta, terdapat tantangan dalam mengintegrasikan pembiayaan berkelanjutan dalam skala yang lebih besar.

Salah satu tantangan utama adalah perluasan praktik keuangan berkelanjutan di luar proyek-proyek besar dan berdampak langsung seperti energi terbarukan.

Selain itu, meningkatkan inklusi keuangan berkelanjutan juga menjadi tantangan yang masih dihadapi, terutama di daerah-daerah pedesaan.

Andhyta menambahkan, perubahan iklim adalah faktor utama yang mendasari inisiatif keuangan berkelanjutan dan transisi nir-emisi.

Ia menyebutkan, dalam laporan World Bank "Turn Down the Heat: Confronting the New Climate Normal," dinyatakan bahwa perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan suhu rata-rata global, yang berdampak pada pola cuaca yang ekstrem, kenaikan tingkat laut, dan berbagai ancaman bagi masyarakat dan lingkungan.

Menurut Andhyta, semua pihak perlu bekerja sama untuk minimalisir kenaikan suhu global pada 2040 nanti hingga maksimal di bawah 1,5 persen atau lebih rendah lagi.

"Tanpa tindakan bersama, planet ini akan terus memanas dan peristiwa cuaca ekstrem yang saat ini kadang-kadang terjadi dapat menjadi iklim normal yang baru," katanya.

Baca juga: PLN dukung IKN jadi kota hijau berbasis EBT
Baca juga: Moeldoko: RI potensial kembangkan EBT limbah kelapa sawit
Baca juga: Presiden: Indonesia kaya potensi EBT, manfaatkan untuk masa depan Bumi


Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Citro Atmoko
Copyright © ANTARA 2023