Bunyi dedaunan bergesekan dan dahan-dahan yang dipatahkan terdengar saat speedboat memasuki aliran Sungai Sekonyer Kecil yang airnya berwarna kehitaman seperti Coca Cola, setelah sekitar satu jam meninggalkan Pelabuhan Kumai, sekitar 15 kilometer dari Pangkalan Bun, Ibu Kota Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Pengemudi speedboat dan klotok yang sedang melintas segera menghentikan mesin dan meminggirkan kendaraan ke dekat pepohonan rasau yang memagari tepian sungai, mencari posisi yang paling pas agar penumpangnya bisa menyaksikan serta memotret aksi mereka.

Di bagian kiri aliran sungai, satu orangutan jantan liar menggoyang-goyangkan puncak pohon yang dia panjat sementara di bagian kanan orangutan jantan yang lain mematahkan dahan lalu bergerak mencari dahan pohon yang memungkinkan dia melompat ke seberang.

"Jarang banget bisa lihat kejadian seperti ini," kata perwakilan Orangutan Foundation International (OFI) dari Jakarta, Renie Djojoasmoro, kepada para penumpang speedboat yang sibuk memotret aksi dua orangutan jantan yang saling unjuk kekuatan untuk memperlihatkan dominasi atas wilayah itu.

Tontonan itu berakhir setelah usaha orangutan di kanan badan sungai gagal menyeberang dan kemudian bergerak meninggalkan tepian sungai.

Para pengemudi speedboat dan klotok menghidupkan kembali mesin, melanjutkan perjalanan bersama semilir angin menyusuri aliran sungai yang membelah kawasan hutan menuju ke kawasan Tanjung Harapan di Taman Nasional Tanjung Puting.

Sekitar setengah jam kemudian mereka menurunkan penumpang perahu motor di Tanjung Harapan. Dan kejutan lain menyambut penumpang yang turun di dermaga kecil itu Kamis (20/6) lalu.

Siswi, orangutan berusia 35 tahun yang sekarang menjadi primadona kawasan itu, bergerak agresif mendekati rombongan pengunjung ketika melihat seseorang membawa botol air minum, membuat mereka berjalan mundur dengan jantung berdegup lebih kencang.

Selanjutnya mereka hanya bisa berusaha diam di tempat supaya tidak menarik perhatian Siswi, menunggu petugas penjaga menggiring orangutan betina itu bergerak menjauh.

Namun setelah Siswi bergerak ke pinggir, mereka tidak melewatkan kesempatan untuk mengabadikan gambar generasi pertama orangutan yang direhabilitasi di Tanjung Harapan itu.

Dengan langkah pelan beberapa pengunjung lantas mendekati tempat Tom yang sedang tidur telentang di rerumputan untuk memotret orangutan jantan dominan berusia 28 tahun yang merajai kawasan hutan itu sebelum melanjutkan perjalanan ke markas Camp Leakey.

Camp Leakey adalah pondok kayu yang menjadi markas Prof Birute Mary Gladikas, peneliti asal Kanada yang sejak tahun 1971 melakukan penelitian tentang kehidupan dan habitat orangutan di hutan Kalimantan.

Pondok kayu yang dinamai seperti nama mentor Prof Birute, antropolog Dr Louis Leakey, tersebut sekarang menjadi semacam pusat informasi tentang orangutan.

Di dalamnya tergantung banyak foto orangutan serta penjelasan tentang siklus hidup, habitat, dan perilaku mereka. Foto dan silsilah keluarga orangutan yang pernah direhabilitasi di kamp juga ada di sana.

Memasuki rumah

Tak jauh dari Camp Leakey, ada jalan kecil menuju tempat makan orangutan yang berada sekitar dua kilometer dari pondok-pondok kayu di kamp.

Seorang petugas OFI yang bernama Umar mengantar rombongan pengunjung menyusuri jalan kecil di antara pepohonan hutan menuju ke tempat orangutan biasa datang untuk mengambil buah-buahan yang disediakan oleh petugas.

Pria berusia 55 tahun yang sudah 23 tahun lebih bekerja mengurus orangutan itu berjalan cepat menyusuri jalanan hutan, yang sepertinya sudah dia hafal di luar kepala, sambil menceritakan pengalamannya bekerja mengurus orangutan.

"Semua jalan di sini ada namanya. Ini Ananggeni, lalu belok ke Toges. Yang ini jalan utama menuju tempat feeding," kata Umar, yang tampaknya juga hafal betul nama-nama dan silsilah orangutan yang pernah menjalani rehabilitasi dan kini tinggal di kawasan itu.

"Nah kalau di sini bekas sarang Kosasih, sebelah sana sarang Princess, lalu itu sarang anaknya," kata dia sambil menunjuk ke atas pohon dengan tiga sarang, tumpukan dahan dan ranting pohon yang sudah kering pada cabang pohon.

Umar baru saja selesai bercerita tentang bagaimana Kosasih pernah menyeretnya sampai jatuh empat kali sehingga dia harus beristirahat selama sepekan saat suara-suara petugas memanggil orangutan mulai terdengar, "huuuuuuu....huuuu."

Rupanya tempat makan sudah dekat, tinggal beberapa meter lagi.

Dari jarak beberapa meter, orangutan bernama Carlos yang sedang menggendong dua anaknya dan beberapa orangutan lain sudah ada di sekitar tempat makan, semacam meja kayu besar dengan tinggi sekitar 1,5 meter.

Waktu menunjukkan pukul 14.30 saat Carlos dan anak-anaknya memakan pisang sementara beberapa orangutan bergelantungan di dahan pohon dan seekor owa dengan gesit mengambil pisang mereka lalu kembali meloncat ke atas pohon.

Para pengunjung, termasuk beberapa turis mancanegara, mendongak menonton tingkah mereka sambil tersenyum dari bangku-bangku kayu panjang tak jauh dari tempat makan.

Beberapa pengunjung sibuk memotret polah kera-kera besar itu dari balik pagar tali yang dipasang beberapa meter dari tempat makan, bergerak mengikuti pergerakan orangutan-orangutan itu demi bisa mendapatkan gambar yang bagus.

Mereka termasuk beruntung bisa menyaksikan setidaknya sepuluh orangutan dan satu owa Kalimantan bermain di sekitar tempat makan karena menurut Umar hal seperti itu tidak sering terjadi.

Petugas OFI yang lain, Kojal, mengatakan, biasanya tidak banyak orangutan yang datang untuk mengambil pisang, nanas, tebu, atau ubi jalar yang disediakan petugas kecuali saat buah sedang sedikit di hutan.

Selain memiliki sembilan spesies primata, 230 spesies burung, dua spesies buaya serta puluhan spesies ular dan katak, Taman Nasional Tanjung Puting juga merupakan tempat pepohonan penghasil buah-buahan makanan orangutan tumbuh.

Pohon buah-buahan hutan seperti getah merah, rengas natai, duku hutan, sekarai, nyatun, bekapas, kerantungan, semongga, kemanjing, manggis hutan, kubing dedara, ubar danau, dan jejantik tumbuh di kawasan hutan taman nasional yang meliputi wilayah kecamatan Kumai di Kotawaringin Barat serta Hanau dan Seruyan Hilir di Kabupaten Seruyan.

Macam-macam jenis pepohonan itu menjadi sumber makanan bagi 6.000 lebih orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), yang menurut Kepala Balai Taman Nasional Tanjung Puting, Soewignyo, mendiami kawasan hutan dengan luas sekitar 415 ribu hektare tersebut.

"Itu populasi orangutan liar yang terbesar di dunia," kata Prof Birute, yang sejak tahun 1971 meneliti orangutan dan menjaga populasi orangutan di alam liar agar tidak punah.

"Dan orangutan itu simbol, kalau populasinya berkembang pasti hutannya bagus. Hutan yang bagus banyak gunanya bagi kehidupan kita, jadi mari kita jaga bersama," kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.


Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013