Jakarta (ANTARA) -
Deputi Advokasi, Penggerakan, dan Informasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sukaryo Teguh Santoso mengatakan kader keluarga berencana (KB) dan tim pendamping keluarga (TPK) berperan penting mengubah pola asuh keluarga untuk mencegah stunting.

"Perubahan pola perilaku masyarakat menuju arah yang lebih baik harus terus digencarkan. Dua anak sehat harus sudah menjadi budaya masyarakat. Semua ini perlu peran kader KB dan TPK, karena tantangan ke depan itu bagaimana mewujudkan penduduk yang hebat, kuat, dan unggul," ujar Teguh dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.

Teguh menghadiri acara Sosialisasi Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting dalam rangka Peringatan Hari Ibu tahun 2023 di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, pada Kamis (9/11).
 
Ia menyebutkan, pola perilaku masyarakat sangat menentukan lahirnya bayi stunting di suatu daerah.
 
"Pola asuh anak, asupan gizi yang seimbang, pernikahan dini, kebutuhan ber-KB tidak terpenuhi, sanitasi yang buruk, sampai kemiskinan ekstrem, menjadi faktor yang memberikan dampak pada lahirnya bayi stunting," ujar dia.

Baca juga: BKKBN: Penurunan stunting langkah penting wujudkan Indonesia Emas
 
Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Banjarnegara yakni 22,2 persen. Angka ini menurun dari tahun 2021 sebesar 23,3 persen.
 
Selain angka stunting yang masih di atas angka nasional, Kabupaten Banjarnegara juga memiliki angka kemiskinan yang tinggi di Jawa Tengah.
 
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah Retno Sudewi menjelaskan bahwa pola asuh menjadi penyebab terbesar angka stunting yang tinggi di Jawa Tengah.
 
"Pola asuh jadi penyebab terbesar stunting di Jawa Tengah, karena masih ada orang tua yang sudah memberikan makanan pendamping ASI sebelum usia bayi enam bulan, padahal ASI eksklusif harus diberikan secara optimal pada enam bulan pertama," kata Retno.
 
Saat ini, menurut dia, prevalensi stunting di Jawa Tengah masih pada angka 20,8 persen, maka untuk mencapai 14 persen pada tahun 2024, kader KB dan TPK masih memiliki pekerjaan rumah yang besar.
 
"Tanggung jawab menurunkan stunting ada pada kita semua. Saya percaya di Banjarnegara, dengan kolaborasi kader KB, TP PKK, tenaga kesehatan, pasti kita bisa,” ucap Retno.

Baca juga: BKKBN dorong optimalisasi pengasuhan bayi yang benar pada masa 6 bulan
 
Ia juga mengemukakan, Jawa Tengah memiliki program unggulan Gerakan Pria Peduli Perempuan dan Anak (Gardu Perak) yang mengajak para ayah untuk bisa mengasuh anak, memperhatikan makanan, juga gizinya.
 
Bupati Banjarnegara yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Banjarnegara Indarto mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai program pencegahan stunting.
 
"Apa yang telah kami lakukan dalam pencegahan terjadinya stunting di antaranya pendampingan remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, kemudian pemberian makanan tambahan, air bersih, juga bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin," ujar Indarto.
 
Ia juga mengemukakan banyak potensi yang tersedia di Banjarnegara, baik sumber daya alam, wisata, pertanian, kopi, maupun sayur mayur, sehingga hal tersebut bisa dioptimalkan untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka menurunkan stunting.
 
Selain itu, juga ada strategi menetapkan desa lokus kemiskinan di 14 titik kecamatan, dengan total 44 desa pada tahun 2023. Kemudian, pemetaan terhadap delapan layanan kemiskinan ekstrem.

Baca juga: Kepala BKKBN sebut perubahan perilaku kunci turunkan stunting
 
"Hasilnya, terjadi penurunan 0,3 persen kemiskinan ekstrem, dari sebelumnya 15,20 persen menjadi 14,90 persen," tutur Indarto.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023