Jakarta (ANTARA News) - Para terdakwa pembunuhan terhadap dua warga negara Amerika Serikat (AS) dan satu Warga Negara Indonesia (WNI) di wilayah PT Freeport Indonesia, Timika, Papua, masih bersikeras untuk disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Timika, Papua. Salah satu terdakwa, Pendeta Ishak Onawame, usai mendengarkan dakwaan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) di PN Jakarta Pusat, Selasa, tiba-tiba berdiri dari kursi terdakwa dan berbicara atas nama ketujuh terdakwa. "Kami sebelumnya tidak hadir karena menolak dengan seikhlas hati dan murni. Kami hadir pada yang ketiga ini untuk sampaikan keberatan kami," tutur Pendeta Ishak di depan majelis hakim yang diketuai Andriani Nurdin dan beranggotakan Kusriyanto serta Kresna Menon. Ia mengemukakan keberatannya untuk disidang di PN Jakarta Pusat dengan alasan tempat kejadian adalah di Timika, Papua dan mereka ditangkap di tempat yang sama. "Untuk itu kami minta dengan hormat untuk pindahkan kami secara resmi hari ini juga dan sidangkan kami di Timika," ujarnya. Menanggapi pernyataan dari Ishak itu, hakim ketua Andriani Nurdin mengatakan bahwa keberatan tersebut dapat disampaikan secara tertulis pada agenda persidangan selanjutnya. Ketujuh terdakwa, Antonius Wamang (30), Agustinus Anggaibak alias Agus (23), Yulianus Deikme alias Peli (26), Pdt Ishak Onawame (54), Esau Onawame (23), Hardi Sugumol (34), dan Yairus Kiwak alias Kibak (52), telah dua kali menolak untuk datang ke persidangan sehingga akhirnya pada persidangan 11 Juli 2006 majelis hakim memerintahkan JPU untuk menghadirkan para terdakwa secara paksa pada persidangan Selasa, 18 Juli 2006. Dari tujuh terdakwa itu, hanya Pendeta Ishak Onawame yang mengerti Bahasa Indonesia karena bersekolah hingga Sekolah Teologia Atas dan Hadi Sugumol yang bersekolah sampai SMP, sedangkan terdakwa lainnya tidak bersekolah sehingga mereka mengalami kesulitan berkomunikasi dalam persidangan. Terdakwa pertama yang disidangkan secara terpisah dari enam terdakwa lainnya, Antonius Wamang, kurang mengerti pertanyaan majelis hakim tentang identitas dirinya. Ia hanya sesekali menjawab beberapa pertanyaan yang masih dimengerti oleh dirinya. Saat ditanya oleh majelis hakim yang diketuai Andriani Nurdin, apakah ia mengerti Bahasa Indonesia, Antonius yang tidak bersekolah itu menjawab bahwa dirinya kurang mengerti. Saat namanya dipanggil oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai oleh Anita Asterida untuk duduk di kursi terdakwa, Antonius juga tidak mengerti. Ia tetap diam di kursi pengunjung sampai akhirnya didekati oleh salah satu JPU untuk diantar ke kursi terdakwa. Saat majelis hakim bertanya kepada Antonius apakah dirinya dampingi oleh penasehat hukum, ia juga tidak mengerti meski hakim bertanya sampai tiga kali. Ketika majelis hakim bertanya kepada JPU apakah terdakwa didampingi penasehat hukum, salah satu terdakwa lain yang duduk di kursi pengunjung untuk menunggu giliran disidang, Pendeta Ishak Onawame, tiba-tiba berdiri dari kursi dan berkata, "Jangan paksa dia, kami semua tidak ingin disidang di sini, kami ingin disidang di Timika,". Perkataan Pendeta Ishak itu langsung disahuti oleh terdakwa lainnya yang juga mengatakan tidak ingin disidang di PN Jakarta Pusat. Melihat reaksi rekan-rekannya, Antonius Wamang segera berdiri dari kursi terdakwa dan kembali ke kursi pengunjung sambil mengatakan ia pun tidak ingin disidang di PN Jakarta Pusat. Sekitar tujuh warga Papua yang menghadiri persidangan, ikut berteriak dan mengatakan bahwa mereka menolak persidangan di PN Jakarta Pusat dan menginginkan persidangan di PN Timika, Papua. Setelah dibujuk oleh beberapa petugas polisi, Antonius akhirnya kembali ke kursi terdakwa dan akhirnya pembacaan dakwaan dapat dimulai. Usai pembacaan dakwaan, Antonius hanya terdiam ketika ditanya oleh majelis hakim apakah ia mengerti surat dakwaan yang dibacakan secara bergiliran oleh tim JPU. Karena Antonius tetap bergeming, hakim ketua Andriani Nurdin akhirnya mengatakan bahwa hak Antonius untuk tidak menjawab pertanyaan. Namun, Andriani menjelaskan, persidangan harus tetap berjalan untuk mencari kebenaran. "Anda di sini belum dinyatakan bersalah dan jika anda ingin menyampaikan sesuatu di sinilah tempatnya. Anda tidak perlu takut," ujar Andriani. Terdakwa lainnya, kecuali Hardi Sugumol dan Yulius Kirbak, juga terdiam saat Andriani bertanya apakah mereka mengerti dakwaan atau tidak. Andriani berulang kali mengatakan kepada para terdakwa bahwa mereka dapat saja menolak untuk disidangkan di PN Jakarta Pusat, tetapi persidangan harus tetap berjalan. Antonius Wamang disidangkan dalam berkas perkara terpisah dengan enam terdakwa lainnya. Mereka dijerat dengan pasal 340 jo 55 ayat satu kesatu KUHP yang ancaman maksimalnya hukuman mati dan paling ringan penjara 20 tahun pada dakwaan kesatu primer karena didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap tiga pegawai PT Freeport Indonesia, yaitu Ricky Lynn Spier, Edwin Leon Burgon dan FX Bambang Riwanto pada 31 Agustus 2002 di Timika.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006