Jakarta (ANTARA) - Berkunjung ke DKI Jakarta, yang terbayang di pikiran kebanyakan orang adalah debu, panas, polusi, kemacetan, gedung-gedung pencakar langit dan masalah sampah yang tak kunjung usai.

Itulah beberapa tanggapan spontan dilontarkan sejumlah masyarakat dari wilayah penyangga Jakarta yang hampir setiap hari berangkat ke Jakarta untuk bekerja maupun yang datang sekadar singgah bermain.

Memang tak bisa dipungkiri ibu kota identik dengan hal-hal tersebut. Namun begitu, tak semuanya wilayah seperti gambaran dan deskripsi tersebut.

Di Kelurahan Kebon Kosong, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat, misalnya, pengunjung akan disuguhi  dengan pemandangan berbeda. Di RT 14/RW 06 kelurahan ini terdapat Kampung Eduwisata Bhinneka seluas 11.000 meter persegi yang terhampar dengan kehijauan dan keasriannya di tengah rimba beton ibu kota.

Area itu menghadirkan ruang terbuka hijau seluas 2.890 meter persegi dengan pembagian areal berupa bank sampah, gedung serba guna, taman aneka tanaman hias, lapangan olah raga, kebun bhinneka dan kolam gizi, kebun rosella, taman bermain nanda ceria, kebun bibit, serta aneka sayuran dan kolam ikan.

Pepohonan rimbun, tanaman hias yang tumbuh subur, udara serta suasana segar  seakan menyambut kedatangan para tamu yang menginjakkan kaki di wilayah ini. Kampung Eduwisata Bhinneka ini  tak pernah sepi, setiap pekan selalu saja ada yang datang berkunjung.

Tak hanya peserta didik, sejumlah organisasi, dan jajaran pemerintahan dalam negeri saja yang berkunjung, tetapi juga para tamu dari berbagai negara.

Contohnya, tamu dari Universitas Korea Selatan Hyung Hee, perwakilan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Seatle USA, peserta studi banding dari International Society of Sustainability Professional (ISSP) dari Portland, Oregon Amerika Serikat, hingga Konsultan Accounting Tokyo Jepang.

Kampung Eduwisata Bhinneka sendiri merupakan wahana pendidikan dan pariwisata yang dibangun dengan mengutamakan kebersamaan, persatuan tanpa perbedaan ras, suku dan agama.

Kampung ini didesain khusus sebagai wisata untuk memenuhi kapasitas ilmu pengetahuan para pelajar dalam mengisi wawasan kebangsaan melalui kegiatan perjalanan, mengenal wilayah dan potensi sumber daya lokal antar kabupaten, provinsi serta antar pulau di Indonesia.


Sejarah Kampung Eduwisata Bhinneka

Nama Kemayoran sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Jakarta khususnya, dan rakyat Indonesia pada umumnya. Masyarakat tanah air cukup mengenal nama tersebut karena sempat menjadi pintu gerbang masuk dan keluarnya semua kalangan untuk melakukan perjalanan domestik maupun mancanegara menggunakan pesawat terbang.

Pemerintah kolonial Belanda pada 1934 membangun bandar udara (Bandara) Kemayoran. Sejak resmi beroperasi pada 1940 bandara tersebut menjadi bandara tersibuk di Indonesia, sebelum akhirnya pada 1985 dipindahkan ke Kota Tangerang, Banten, menjadi Bandara Internasional Soekarno-Hatta

Apalagi bagi kalangan pemimpin dunia ketika itu, Kemayoran seolah akrab di telinga mereka sejak Konferensi Asia Afrika (KAA) I tahun 1955 di Bandung. Sehingga tak heran, Kemayoran menjadi terkenal sampai ke mancanegara dan pemimpin dunia di sejumlah negara juga tidak asing dengan lokasi ini.

Bandara internasional ini mengundang perhatian masyarakat perantau dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, NTT dan NTB, serta daerah lainnya untuk berdatangan ke Kemayoran mencari peluang, bahkan ada pula bangsa lain.

Di tahun 2015, Kemayoran tumbuh dengan pesat. Kecamatan Kemayoran terdiri dari 8 kelurahan, 77 RW dan 987 RT, sedangkan kelurahan yang tercatat di Kemayoran adalah  Harapan Mulya, Cempaka Baru, Sumur Batu, Serdang, Utan Panjang, Kebon Kosong, Kemayoran, dan Gunung Sahari Selatan.

Kelurahan terluas di wilayah ini ada di kelurahan Gunung Sahari Selatan, dengan wilayah mencapai 1,53 kilometer persegi atau 21,11 persen dari luas wilayah Kecamatan Kemayoran yakni 7,25 kilometer persegi. Sementara jumlah penduduk menurut data BPS Jakarta Pusat tahun 2015 lalu, sekitar 222.309 orang.

Dengan mulai beroperasinya Bandara Internasional Kemayoran maka turut dibangun pula komplek perumahan Angkasa Pura dan Ditjen Perhubungan Udara Apron Timur RT 14/ RW 06 Kelurahan Kebon Kosong. Walaupun pada tahun 1985 bandar udara tersebut dipindahkan, keberadaan komplek perumahan Apron Timur masih ada hingga kini.

Bisa dikatakan penghuni komplek tersebut merupakan pegawai-pegawai yang ikut melancarkan operasional Bandar Udara Internasional Kemayoran hingga Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.

Komplek Angkasa Pura Blok PQRS Kemayoran Jakarta Pusat, merupakan satu RT yaitu RT 014/ RW 06 mempunyai luas lahan 11.000 meter persegi yang terdiri dari 64 rumah. Sekitar tahun 1980-1990 banyak lahan kosong di sekitar komplek yang merupakan tanah rawa dan tidak termanfaatkan.

Berawal dari rasa ingin terus terbinanya kebersamaan dan persatuan antarsesama warga di komplek tersebut, maka Ketua Forum Masyarakat Peduli Lingkungan, Joko Sarjono, menggagas terciptanya Kampung Eduwisata Bhinneka. Lelaki paruh baya tersebut dulunya juga merupakan karyawan dari PT Angkasa Pura di Bandara Kemayoran.

Kampung Bhinneka akhirnya diciptakan sebagai sarana dan prasarana untuk komunikasi yang efektif agar terbinanya hubungan yang harmonis sesama warga dengan melakukan kegiatan yang sehat dan positif.

Kampung wisata ini berkonsep edukasi masyarakat tentang lingkungan hidup dengan inovasi sebuah kampung tematik untuk mengatasi permasalahan pemenuhan kebutuhan dasar, utamanya pada peningkatan kualitas rumah tinggal warga dan prasarana dasar permukiman.

Selain itu, kampung wisata sengaja dihadirkan dalam rangka mendorong masyarakat untuk melakukan peningkatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca dengan upaya- upaya adaptasi dan mitigasi di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayah.


Edukasi wisata

Melihat rindangnya pepohonan, aneka ragam tanaman obat-obatan dan tanaman hias tersusun rapi, serta kebersihan kawasan yang begitu terjaga, rasanya tak pernah menyangka bahwa kawasan Kampung Eduwisata Bhinneka dulunya adalah tanah rawa dengan tumpukan sampah di dalamnya.

Memasuki wilayah ini, pertama kali pengunjung akan disuguhi dengan bank sampah. Edukasi diberikan terkait cara pemilahan jenis-jenis sampah yakni organik, anorganik, dan sampah berbahaya atau jenis beracun.

Sampah anorganik bisa diolah menjadi barang-barang rumah tangga yang memiliki nilai ekonomis dan bermanfaat, seperti tempat tisu, celengan, keset kaki, wadah minuman, tas, dan lainnya.

Sementara sampah organik diolah menjadi pupuk kompos dan sebagian digunakan untuk peternakan magot.

Selain itu, limbah cair yang berupa minyak jelantah dikumpulkan dan dijual ke perusahaan pengekspor minyak jelantah sebagai bahan dasar pengolahan biodiesel. Dalam satu liter minyak jelantah dihargai Rp4.000. Besaran rupiah ini tidak seberapa banyak, namun manfaat yang didapat begitu besar bagi kelestarian lingkungan.

Di area ini juga terdapat edukasi mengenai budi daya tanaman dengan cara konvensional dan juga hidroponik. Kampung Eduwisata Bhinneka mempunyai sawah mini dengan ukuran 16 meter persegi, pengunjung bisa merasakan sensasi bertani di sawah layaknya para petani sungguhan di pedesaan.

Beranjak sedikit dari lokasi pertanian konvensional, berikutnya terdapat rangkaian urban farming dengan metode hidroponik. Kegiatan bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran pengunjung bahwa bercocok tanam tidak mesti harus di tanah.  Walaupun tidak memiliki lahan yang luas, namun masih dapat menanam melalui pot-pot kecil tetapi juga bisa dengan cara modern.

Berbagai jenis tanaman obat keluarga (toga) tersusun rapi dan tumbuh subur juga menjadi area yang sayang untuk dilewatkan. Dari sini pengunjung dapat memahami bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah yang baik untuk kesehatan.

Pengobatan juga bisa dilakukan secara tradisional melalui tanaman obat-obatan seperti pegagan, rosella, temulawak, kunyit, jahe, kumis kucing, sereh, dan berbagai jenis tanaman lainnya.

Berkunjung ke Kampung Eduwisata Bhinneka, para pengunjung juga bisa belajar langsung spot-spot edukasi sehingga pulang dari sini diharapkan kepedulian akan lingkungan hidup menjadi lebih meningkat.

Pemahaman yang didapatkan bisa diimplementasikan di sekolah maupun lingkungan tempat tinggal, yakni mulai dengan hal sederhana seperti menyiram pohon, menanam jenis tanaman, membuat bank sampah, mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan menanam sayur-mayur dan memelihara ikan, hingga menjaga kesehatan melalui tanaman obat.

Pembelajaran yang melibatkan seluruh aspek kognitif, psikomotorik dan afektif akan sangat baik diterapkan bagi anak-anak. Pembelajaran yang melibatkan ketiga hal tersebut dapat membawa perubahan yang permanen yang berasal dari proses interaksi dengan lingkungan dan latihan.

Kampung Eduwisata Bhinneka sempat terpilih untuk mewakili Jakarta Pusat  dalam Anugerah Desa Wisata 2021 oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan bahwa keberadaan desa wisata tidak hanya sebagai destinasi, tetapi juga berdampak terhadap peningkatan ekonomi dan terbukanya lapangan kerja.

Desa wisata masuk ke dalam konsep peningkatan ekonomi dari segi penciptaan lapangan kerja di mana ada 4,4 juta lapangan kerja yang akan diciptakan pada 2024 dari sektor  pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf).

Untuk itu, Kemenparekraf terus mendorong peningkatan dan pengembangan 75.000 desa yang ada di Indonesia, di mana 1.200 di antaranya berpotensi menjadi desa wisata.

Kegiatan penghijauan, kepedulian terhadap lingkungan, dan edukasi tersebut juga menjadi salah satu keunggulan yang membuat Kelurahan Kebon Kosong RW 06 mendapatkan gelar Kampung Iklim tingkat lestari dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 24 Oktober 2023.

Kampung Eduwisata Bhinneka menggambarkan bagaimana manusia mempersiapkan kehidupan masa depan yang lebih baik dan berdamai dengan alam, karena sejatinya ketika seluruh masyarakat memelihara lingkungan hidup dengan baik saat ini, maka dapat  mewariskan kepada anak cucu, para generasi penerus bangsa sebuah mata air, bukan air mata.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023